Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Logo ABC

Orang Tua di Filipina Paksa Putrinya Bertindak Seksual Untuk Dijual ke Pedofil

Reporter

Editor

ABC

image-gnews
Iklan

Aparat Kepolisian Federal Australia (AFP) yang menggerebek rumah seorang pedofil di Queensland terkejut mendapati bahan-bahan pelecehan seksual anak-anak ternyata disiapkan oleh ibu dari anak-anak itu sendiri.

Orang Tua Menjual Anak Sendiri

  • Eksploitasi seksual terhadap anak-anak di Asia Tenggara meningkat tiga kali lipat sejak pandemi dimulai
  • Sejak Mei delapan perempuan Filipina ditahan karena menjual jasa anak-anak mereka di internet
  • Beberapa pria Australia ditahan atas tuduhan membeli jasa layanan seksual di Filipina

Salah satunya dilakukan oleh Vilma (bukan nama sebenarnya) yang berusia 36 tahun. Ia adalah contoh dari banyak warga Filipina yang hidup dalam kemiskinan di Cebu.

Baca Juga:

Dia memiliki empat orang anak berusia antara 7 sampai 11 tahun dan harus mencari cara baru untuk bisa menghidupi diri dan keluarganya.

Dalam masa lima tahun, Vilma merekam video dan foto-foto, dan kemudian menayangkannya lewat internet dimana anak-anaknya melakukan tindakan serius.

Tayangan itu dijual kepada para pedofil di Australia, Jerman dan Amerika Serikat.

Baca Juga:

Untuk tayangan itu Vilma mendapat bayaran antara Rp 150 ribu sampai Rp 6 juta.

Pedofil ini akan menghubungi Vilma lewat media sosial seperti Facebook Messenger atau WhatsApp.

Kemudian dalam tayangan langsung, anak-anak ini dipaksa melakukan gerak-gerak seksual yang ditayangkan lewat kamera untuk kepuasan para pria yang membayar.

Seorang anak perempuan mengatakan dia tidak ingat lagi berapa kali dia harfus melakukan hal tersebut atas paksaan ibunya.

Barulah setelah petugas AFP menggerebek rumah seorang pedofil di Queensland, mereka menemukan apa yang dilakukan Vilma.

Polisi menemukan pria tersebut membayar untuk jasa video livestream dari Filipina.

A woman in an orange top standing before a judge in a court room
Vilma (kanan) dikenai hukuman penjara 20 tahun dan harus membayar kompensasi kepada anak-anaknya.

Supplied: International Justice Mission

Di tahun 2018, Vilma dinyataka bersalah dan dihukum 20 tahun penjara.

Dia juga harus membayar denda uang dalam jumlah besar untuk anak-anaknya.

Pria Queensland tersebut merupakan salah satu dari tiga pria di Australia yang dinyatakan bersalah ikut berperan dalam penganiayaan seksual anak-anak di Filipina.

Keempat anak Viilma sekarang tinggal bersama keluarga angkat setelah mendapatkan bantuan psikologis atas apa yang mereka alami sebelumnya.

Mengapa orang tua mau memaksa anak mereka sendiri?

Tindakan memaksa anak-anak melakukan gerak seksual sudah menjadi bisnis online besar di banyak negara di Asia.

Filipina adalah salah satu pusat, dengan sekitar 300 ribu kasus terjadi sejak bulan Maret 2020.

Kebanyakan alasannya adalah karena faktor kemiskinan, adanya kesempatan mendapatkan uang dengan mudah, tersedianya akses internet dan juga kemampuan berbahasa Inggris warga di sana.

A person in full PPE standing next to a computer in a messy bedroom
Kebanyakan fasilitator ini memaksa anak-anak melakukan tindakan seksual yang kemudian ditayangkan online untuk yang mau membayar.

Supplied: International Justice Mission

International Justice Mission (IJM) adalah sebuah organisasi yang membantu menyelematkan korban anak-anak dan membantu mereka membangun kehidupan normal sesudahnya.

Mereka memperkirakan 18 persen dari pedofil yang ada adalah pria di Australia.

Namun memperkirakan bahwa dalam 87 persen kasus di Filipina akan melibatkan perempuan yang bertindak sebagai fasilitator, dan kebanyakan adalah ibu dari anak-anak yang jadi korban.

"Ini sudah menjadi industri," kata Jacob Sarkodee, CEO sementara IJM untuk Australia.

"Kami menemukan banyak ibu atau sanak keluarga yang berusaha mencari kesempatan dan mendapatkan keuntungan besar dengan melakukan eksploitasi seksual, penyiksaan dan pemerkosaan terhadap anak-anak mereka.

Menurut Sersan Detektif Graeme Marshall dari AFP, hukum yang lebih kuat di berbagai negara termasuk Australia dan Filipina telah membuat penganiayaan seksual terhadap anak-anak berpindah ke online.

"Dulunya para pelaku ini akan melakukan perjalanan ke Filipina dan mereka akan melakukan tindakan yang disebut pelanggaram turisme seksual terhadap anak-anak," katanya.

"Sekarang semakin banyak negara Barat termasuk Australia memiliki hukum yang bisa mencegah para pedofil yang sudah diketahui untuk melakukan perjalanan."

A man in PPE in a slum, with a young boy in front of him with his face covered by a towel
Menurut pakar, para orang tua sering mengatakan bahwa mereka tidaklah melakukan tindak kejahatan apapun karena perilaku anak-anak mereka hanya terjadi secara online.

Supplied: International Justice Mission

Menurut penelitian yang dilakukan IJM, para pelaku kejahatan seksual terhadap anak-anak adalah perempuan Filipina sekitar umur 27 tahun.

Beberapa diantaranya adalah nenek dalam keluarga atau sanak famili korban.

Dari 69 pelaku yang ditahan di Filipina sejak tahun 2018 dan sudah dinyatakan bersalah 70 persen diantaranya adalah perempuan.

Usia rata-rata para korban adalah 11 tahun dan hampir semuanya adalah anak perempuan.

Tanpa adanya campur tangan dari pihak luar, tindakan keji tersebut rata-rata berlangsung selama empat tahun.

Menurut penelitian IJM, orang tua perempuan atau sanak keluarga perempuan memiliki motivasi 'keuangan dan bukannya motivasi seksual dalam melakukan tindakannya'.

Pandemi COVID-19 meningkatkan kegiatan di online

Insiden eksploitasi seksual terhadap anak-anak lewat online meningkat tiga kali lipat dalam beberapa bulan terakhir.

Para pakar mengatakan pandemi COVID-19 membuat anak-anak berada di rumah dalam waktu panjang, bersama dengan orang tua yang kehilangan pekerjaan dan berusaha mencari pendapatan baru.

A soldier stands at a road block in Manila in a face mask
Situasi lock down di Filipina karena pandemi COVID-19 menyebabkan eksploitasi meningkat di internet karena orang tua memerlukan pendapatan baru.

Reuters: Eloisa Lopez

Jumlah perempuan yang ditahan karena memfasilitasi kegiatan ini juga meningkat sejak pandemi dimulai beberapa bulan lalu.

Sejak bulan Mei, delapan perempuan Filipina sudah ditahan karena menjual anak-anak mereka di internet, dan 56 anak-anak sudah diselamatkan oleh pihak berwenang.

Dalam satu kasus, tujuh anak-anak termasuk bayi perempuan berusia tiga bulan diselamatkan dari sebuah rumah di pinggiran kota Manila.

Ibu mereka yang berusia 28 tahun dikenai tuduhan menjual dua anak laki-laki dan dua anak perempuannya kepada pedofil di internet.\

Seorang tetangga perempuan juga dikenai tuduhan mengambil uang kirim dari sebuah tempat penerimaan.

External Link: @ijmaus Livestreaming the sexual abuse of children is a **crime**, NOT an act of desperation. Many Australians believe cybersex trafficking is driven by poverty in countries like the Philippines. But our casework data shows that this is false.⠀

"Pelaku mungkin melihat tindakan mereka sebagai tindakan beresiko rendah karena mereka melakukannya dari rumah mereka sendiri," kata Sersan Detektif Marshall yang sekarang ditugaskan oleh AFP di Manila.

Para petugas AFP ditugaskan di Filipina guna membantu negeri itu menangani kejahatan seksual online tersebut dan menemukan pelaku pedofil asal Australia berdasarkan informasi atau jejak transaksi keuangan yang dilakukan.

Beberapa warga Australia sudah ditahan selama beberapa bulan terakhir dan dikenai tuduhan melakukan kejahatan seksual melibatkan anak-anak di Filipina.

Lihat artikel selengkapnya dalam bahasa Inggris di sini

Iklan

Berita Selanjutnya

1 Januari 1970


Artikel Terkait

    Berita terkait tidak ada



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Berita terkait tidak ada