Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Logo ABC

Visa Sementara Tak Diperpanjang, Pencari Suaka Terkatung-katung di Australia

Reporter

Editor

ABC

image-gnews
Iklan
Seorang pencari suaka di Australia, Ahmad (bukan nama sebenarnya), mengaku terpaksa bekerja ilegal karena tidak mendapatkan visa. (ABC News: Kyle Harley)

Tidak punya hak untuk bekerja, tidak punya hak untuk sekolah, serta tidak punya akses ke asuransi kesehatan Medicare.

Begitulah situasi yang dihadapi sejumlah pengungsi yang permintaan suakanya sedang diperiksa oleh Pemerintah Australia. Mereka ditolak untuk mendapatkan visa sementara, yang akan memungkinkan mereka bekerja atau sekolah.

Baca Juga:

Salah satu di antaranya, Ahmad (bukan nama sebenarnya), mengaku tanpa adanya visa sementara atau dikenal sebagai Bridging Visa, ia terpaksa hidup secara sembunyi-sembunyi.

Hal ini sangat mempengaruhi kesehatan mentalnya. "Saya tidak bisa berbuat apa-apa," ujarnya.

"Setiap pintu tertutup untukku," kata Ahmad.

Baca Juga:

Ia sebelumnya telah diberikan Bridging Visa setelah mengajukan permintaan suaka dan kasusnya diproses oleh Departemen Dalam Negeri.

Bridging Visa tak diperpanjang

Ketika visa sementara itu telah habis masa berlakunya, dia mendapat pemberitahuan dari Depdagri bahwa visanya itu hanya bisa diperpanjang dengan persetujuan langsung dari Mendagri.

Sejak itu, Ahmad berusaha menghubungi Menteri Dalam Negeri namun sampai sekarang belum mendapatkan jawaban.

"Saya merasa sangat kecewa ketika mereka menyampaikan pemberitahuan itu," katanya.

"Saya tanya, bagaimana saya bisa hidup dalam masyarakat?" ujarnya.

"Mereka menjawab, jika kamu tidak bisa hidup seperti ini, kamu bisa kembali ke negara asalmu," ungkap Ahmad.

Baginya, kembali ke negara asalnya bukanlah pilihan. Ia mengaku bisa dibunuh jika nekat pulang.

Situasi ini memaksa dia memilih tinggal di Australia dan menjalani kehidupannya dengan bekerja serabutan yang dibayar secara tunai. Ia juga menggantungkan diri pada bantuan dari bantuan amal.

"Saya tak bisa berbuat apa-apa, bahkan tidak bisa bekerja. Saya hanya bisa kerja yang dibayar tunai. Ini ilegal," ujarnya.

Dampaknya 'mengerikan'

Menurut David Manne, seorang pengacara yang banyak menangani kasus pengungsi, apa yang dialami Ahmad juga banyak terjadi pada pengungsi lainnya.

"Kami melihat banyak orang berada dalam situasi seperti ini," ujarnya.

David menyerukan agar pemerintah federal memperbaiki situasi yang menurutnya tidak mendukung para pengungsi.

"Kita tidak tahu persis seberapa banyak orang yang berada dalam situasi ini. Pemerintah berkewajiban memberitahu kita," katanya.

"Yang lebih penting lagi, apa yang akan mereka lakukan untuk menyelesaikan situasi mengerikan ini," tambah David.

Ia menilai apa yang dialami para pengungsi itu bukan akibat kesalahan mereka sendiri, karena mereka sepenuhnya terlibat dalam sistem hukum terkait pemrosesan kasus mereka untuk mendapatkan perlindungan.

David menyebut pemerintah federal memiliki kewenangan untuk mengubah situasi ini tapi memilih untuk tidak melakukannya.

"Situasi ini sama sekali tidak perlu terjadi, dan bisa diselesaikan dengan cepat dengan tanda tangan Menteri," katanya.

Ia menilai sistem tidak berfungsi dengan normal sehingga menimbulkan kerugian besar bagi mereka yang berusaha keras agar bisa bertahan hidup dalam masyarakat.

Pengakuan mantan pegawai Depdagri

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Shaun Hanns, seorang mantan pegawai Depdagri, pernah bekerja di bagian pengambilan keputusan visa perlindungan antara tahun 2013 dan 2018.

Pekerjaannya ini melibatkan wawancara dengan para pencari suaka untuk menentukan validitas klaim mereka atas perlindungan di Australia.

Dalam satu kesempatan, Shaun pernah membantu seorang pencari suaka untuk memperbarui visa mereka dan kaget ketika mendapati mereka yang berada di "jalur negatif" cenderung untuk tidak diberikan Bridging Visa.

Jalur negatif dimaksud yaitu mereka yang kemungkinannya sangat kecil untuk mendapatkan perlindungan permanen di Australia.

"Penjelasan yang saya dapatkan kurang-lebih, yaitu jika seseorang berada di 'jalur negatif' maka kemungkinan kecil visa sementara mereka akan diperpanjang," jelas Shaun.

"Penjelasan yang mereka berikan kepada saya saat itu adalah, kita tidak ingin memberikan kesan yang salah kepada mereka dengan memperbarui visa sementara," tambahnya.

Sejak berhenti dari Depdagri, Shaun kini aktif membantu pengungsi dan bekerja dengan kelompok advokasi Liberty Victoria untuk meningkatkan kesadaran tentang masalah ini.

Dia mengatakan tanpa reformasi di bidang proses imigrasi, situasi Australia bisa menyamai apa yang terjadi di Amerika.

"Di AS kita lihat wacana tentang para pemimpi (kehidupan Amerika yang lebih baik) versus para pendatang ilegal," katanya.

"Di Australia mulai tahun 2030, kita berisiko menghadapi masalah yang sama," ujar Shaun.

Tanggapan Depdagri

Dalam sebuah pernyataan ke ABC, juru bicara Depdagri menjelaskan setiap permohonan visa perlindungan permanen akan ditangani kasus perkasus.

Dikatakan, di saat kasusnya diperiksa, para pencari suaka ini dapat mengakses Bridging Visa jika mereka memenuhi sejumlah persyaratan.

"Bridging Visa dapat dipertimbangkan jika yang bersangkutan memenuhi kriteria yang ditentukan dalam UU Migration Regulations Tahun 1994, dan tidak ada kekhawatiran mengenai karakter orang tersebut dari segi atau kepatuhan dengan kondisi yang disyaratkan," kata pernyataan itu.

Juru bicara Depdagri mengakui adanya sejumlah individu yang secara hukum dilarang mengajukan permohonan Bridging Visa, namun menambahkan bila menyangkut kepentingan umum maka ketetapan ini dapat dibatalkan oleh Mendagri.

"Beberapa individu, termasuk beberapa orang yang tiba secara ilegal melalui laut, mungkin secara UU dilarang mengajukan permohonan Bridging Visa," katanya.

"Dalam kasus seperti itu, jika patut, Menteri dapat campur tangan mencabut larangan ini jika ia yakin hal itu demi kepentingan umum," demikian dijelaskan jubir Depdagri.

Bagi Ahmad sendiri, keinginannya hanyalah dapat hidup di negara ini, berkeluarga, serta bekerja di panti jompo.

Namun impiannya itu tertunda, karena ia kini didera masalah kesehatan mental yang buruk di saat menunggu permohonan suakanya.

"Saya tidak berbicara dengan siapa pun, hanya duduk di kamar," katanya.

"Beri kami visa. Kami ingin berbuat sesuatu untuk negara ini. Kami dapat menunjukkan apa yang bisa kami lakukan," ujar Ahmad.

Diproduksi oleh Farid M. Ibrahim dari

Iklan

Berita Selanjutnya

1 Januari 1970


Artikel Terkait

    Berita terkait tidak ada



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Berita terkait tidak ada