Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Logo ABC

Indonesia Menanggapi Soal Pengadaan Kapal Selam Bertenaga Nuklir Australia yang Dibantu Amerika Serikat dan Inggris

Reporter

Editor

ABC

image-gnews
Iklan
China telah mengecam kesepakatan baru antara Australia, Inggris dan Amerika Serikat yang disebut AUKUS.  (Getty Images/US Navy)

Kementerian Luar Negeri Indonesia mencermati secara hati-hati rencana Pemerintah Australia untuk memiliki armada kapal selam bertenaga nuklir. 

Pernyataan ini dikeluarkan setelah Australia mengumumkan akan membangun delapan kapal selam bertenaga nuklir dengan Amerika Serikat dan Inggris

Baca Juga:

Dari pernyataan yang diterima ABC Indonesia, Jumat siang (17/09), Kemenlu RI mengatakan Indonesia mendorong Australia untuk tetap memenuhi kewajibannya menjaga perdamaian, stabilitas, dan keamanan di kawasan sesuai dengan 'Treaty of Amity and Cooperation'. 

"Indonesia mendorong Australia dan pihak-pihak terkait lainnya untuk terus mengedepankan dialog dalam menyelesaikan perbedaan secara damai," demikian pernyataan Kemenlu RI. 

Armada kapal selam bertenaga nuklir tersebut akan menjadi bagian dari program kemitraan keamanan trilateral baru bernama AUKUS (Australia-Inggris-Amerika Serikat).

Baca Juga:

Meski ketiga negara tidak menyebut China, tapi sejumlah pakar menilai kemitraan ini sebagai salah satu cara Amerika Serikat dan sekutunya, termasuk Australia dalam meredam pengaruh China di kawasan Indo-Pasifik.

Ketiga pemimpin negara itu menegaskan kapal selam yang dibuat nantinya tidak akan dipersenjatai dengan nuklir.

Mereka sudah menjelaskan jika kapal selam ini hanya akan menggunakan reaktor nuklir yang bertujuan menjaga diri dari ancaman keamanan di masa depan, seperti yang juga dikatakan Perdana Menteri Australia.

"Dunia menjadi semakin kompleks, terutama di wilayah kita, Indo-Pasifik," ujar PM Morrison.

"Masa depan Indo-Pasifik akan mempengaruhi masa depan kita semua," tambahnya.

Ia juga menegaskan jika Australia tidak berusaha membangun senjata nuklir.

Tapi Indonesia sudah mengungkapkan "sangat prihatin" atas terus berlanjutnya perlombaan senjata dan proyeksi kekuatan militer di kawasan Indo-Pasifik.

"Indonesia menekankan pentingnya komitmen Australia untuk terus memenuhi kewajibannya mengenai non-proliferasi nuklir."

Perjanjian non-proliferasi nuklir ditandatangani oleh 62 negara di tahun 1968. 

Lima negara, yakni Prancis, China, Rusia, Inggris dan Amerika Serikat, yang selanjutnya disebut 'Nuclear Weapon States' atau negara pemilik senjata nuklir sudah sepakat untuk tidak mentransfer teknologi senjata nuklir ke negara lain. 

Sementara negara yang belum atau tidak memiliki senjata nuklir, seperti Australia, setuju untuk tidak meneliti atau mengembangkan senjata nuklir.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Perdana Menteri Inggris mengatakan jika kesepakatan mereka nantinya tidak akan melanggar perjanjian non-proliferasi nuklir tersebut.

“Kami membuka babak baru dalam persahabatan kami, dan tugas pertama dari kemitraan ini adalah membantu Australia memperoleh armada kapal selam bertenaga nuklir, dengan menekankan, tentu saja,  kapal selam tersebut akan didukung oleh reaktor nuklir, bukan dipersenjatai dengan senjata nuklir," kata PM Boris Johnson.

Sementara itu Presiden Amerika Serikat Joe Biden mengatakan kemitraan ketiga negara akan memastikan mereka memiliki kemampuan untuk bertahan melawan "ancaman yang cepat."

"Kita harus mampu mengatasi lingkungan strategis saat ini di kawasan, karena masa depan setiap negara kita, dan bahkan dunia, bergantung pada Indo-Pasifik yang bebas dan terbuka," jelas Presiden Biden.

China menganggap AUKUS akan merusak perdamaian

China dengan tegas mengecam aliansi baru Amerika Serikat dengan Australia dan Inggris, menyebutnya sebagai ancaman "sangat tidak bertanggung jawab" terhadap stabilitas regional.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Zhao Lijian mengatakan dalam konferensi kemarin jika perjanjian itu "sangat merusak perdamaian dan stabilitas regional dan mengintensifkan perlombaan senjata".

"Ekspor teknologi kapal selam nuklir yang sangat sensitif oleh Amerika Serikat dan Inggris ke Australia sekali lagi membuktikan jika mereka menggunakan ekspor nuklir sebagai alat permainan geopolitik dan mengadopsi standar ganda, yang sangat tidak bertanggung jawab," kata Zhao.

Kekecewaan soal pengadaan kapal selam bertenaga nuklir oleh Australia juga datang dari Naval Group di Prancis, karena mereka sudah menawarkan kapal selam konvensional dengan "kinerja luar biasa" untuk Australia dan sudah disepakati.

Kemitraan baru Australia dengan Inggris dan Amerika Serikat berarti telah mengakhiri proyek Pemerintah Australia untuk pengadaan kapal selam Prancis dengan nilai $90 miliar yang tadinya akan dibangun di Adelaide, ibu kota Australia Selatan.

Negara tetangga terdekat Australia lainnya, yakni Selandia Baru, mengambil sikap yang tegas. 

Kamis kemarin, PM Jacinda Ardern mengatakan kapal selam nuklir milik Australia nantinya tidak boleh masuk ke kawasan perairan mereka, karena dilindungi dengan kebijakan bebas nuklir sejak tahun 1984.

"Tentu saja mereka tidak bisa masuk ke perairan internal kami. Tidak ada kapal yang sebagian atau seluruhnya ditenagai oleh energi nuklir yang dapat memasuki perbatasan internal kita," kata PM Ardern, yang mengaku sudah berbicara dengan PM Australia.

PM Ardern juga mengatakan aliansi baru Indo-Pasifik tidak mengubah hubungan keamanan dan intelijen Selandia Baru.

Selandia Baru dan Australia termasuk dalam 'Five Eyes', yakni aliansi intelijen bersama dengan Kanada, Inggris, dan Amerika Serikat.

Artikel ini diproduksi oleh Erwin Renaldi

Iklan

Berita Selanjutnya

1 Januari 1970


Artikel Terkait

    Berita terkait tidak ada



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Berita terkait tidak ada