Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Logo ABC

Kegiatan Pencari Teripang Asal Indonesia Kembali Marak di Wilayah Perairan Australia

Reporter

Editor

ABC

image-gnews
Iklan
Sejumlah perahu nelayan yang diperkirakan berasal dari Indonesia memasuki wilayah terumbu karang Rowley Shoals di perairan utara Australia Barat sejak awal Oktober 2021. (Supplied: Harley Cuzens)

Foto-foto yang diperoleh ABC menunjukkan semakin banyak perahu nelayan yang diduga berasal dari Indonesia memasuki terumbu karang yang dekat dengan daratan Australia.

Sejumlah operator pariwisata merekam aktivitas para nelayan tersebut mengumpulkan teripang, atau dikenal dengan sebutan sea cucumber, di dalam wilayah taman laut Rowley Shoals Marine Park.

Baca Juga:

Para nakhoda kapal wisata mengaku baru pertama kalinya mereka melihat "nelayan asal Indonesia" di terumbu karang yang terletak 300 kilometer di lepas pantai Broome, Australia Barat.

Salah satu di antaranya, Ross Newton, yang telah menjalankan usaha penyewaan perahu di wilayah itu selama lebih dari 30 tahun.

Ross mengaku khawatir masuknya nelayan secara ilegal terjadi karena pihak berwenang tidak lagi melakukan patroli gara-gara COVID-19.

Baca Juga:

"Saya belum pernah melihat perahu nelayan Indonesia di sana sebelumnya, tapi pada perjalanan wisata terakhir ini kami melihat ada tujuh perahu asing. Ini sangat mengkhawatirkan," ujarnya kepada ABC.

"Mereka datang ke terumbu karang itu, mengumpulkan hasil laut yang bisa mereka peroleh. Semuanya berlangsung dalam zona suaka di salah satu situs menyelam dan kawasan alam liar paling asli dunia," kata Ross.

"Kami tak yakin apakah karena faktor COVID sehingga pihak berwenang tidak mencegah dan memulangkan perahu-perahi itu seperti biasanya," tambahnya.

Takut akan terjadi aksi bajak laut

Sejumlah saksi mata yang diwawancarai ABC mengaku memiliki izin wisata untuk beroperasi di daerah taman laut tersebut.

Kegiatan mencari ikan dan hasil laut di Taman Laut Rowley Shoals telah dilarang tapi sejumlah operator menyewakan perahu untuk membawa turis menyelam dan snorkeling di sana.

Seorang nakhoda perahu wisata Harley Cuzens mengaku mengunjungi daerah itu pada awal Oktober.

Ia mengaku kaget dengan banyaknya orang yang diduga nelayan Indonesia berada di sana untuk mencari teripang.

"Saya langsung meninggalkan Rowley Shoals karena saya sangat takut dengan aksi bajak laut," katanya.

Harley mengaku sadar bahwa dirinya tak punya alat perlindungan seperti senjata, sementara "orang-orang ini merajalela di wilayah perbatasan kita".

"Mereka ini orang yang putus asa dan saya merasa kasihan pada mereka. Namun mereka ini mempermainkan keamanan perbatasan kita, datang dan pergi dengan santainya tanpa ada yang menghentikan mereka," kata Harley.

Patroli tetap berlangsung 

Australia mengizinkan penangkapan hasil laut oleh nelayan Indonesia di wilayah perairan terumbu karang Scott dan Ashmore, yang terletak lebih jauh ke utara.

Namun bukan di terumbu karang Rowley Shoals yang berada lebih jauh ke selatan dan lebih dekat ke Benua Australia.

Kawasan ini dilindungi oleh serangkaian zona suaka yang bertujuan melindungi stok ikan dan sistem terumbu karang.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Pesawat-pesawat dan kapal pemerintah terus berpatroli di daerah itu, sehingga menimbulkan pertanyaan mengapa terjadi lonjakan perahu nelayan beberapa waktu terakhir.

Penduduk setempat menyebut penegakan hukum telah berkurang karena kekhawatiran tentang kemungkinan tertular COVID-19 saat mencegat perahu nelayan.

Namun aparat federal terkait menyangkal tuduhan seperti itu.

Dalam sebuah pernyataan, Pasukan Perbatasan Australia (ABF) mengatakan pihaknya masih aktif mencegat perahu yang masuk secara ilegal.

"Perahu penangkap ikan dari negara lain menggunakan berbagai metode penangkapan ikan dalam mencari ikan teripang, dan sirip ikan hiu," kata pernyataan itu.

"Pasukan Perbatasan Australia memiliki berbagai kemampuan untuk mendeteksi, menghalangi, dan menghentikan kegiatan yang melanggar hukum," katanya.

"COVID-19 tidak mengurangi upaya pengawasan di lapangan. Upaya kami ini telah disesuaikan untuk meminimalkan penularan COVID-19 ke masyarakat Australia," tambahnya.

ABC mengkonfirmasi aparat telah mencegat setidaknya dua perahu pada 4 Oktober lalu, menyita peralatan penangkapan ikan dan perahunya diarahkan keluar dari perairan Australia.

Penuturan saksi mata

Para operator kapal wisata mengaku sangat khawatir terumbu karang akan rusak dan dihancurkan oleh aktivitas para pencari teripang.

Seorang saksi mata yang merupakan nakhoda kapal Yacht, Jonas Klein, mengaku melihat langsung para nelayan asing tersebut.

"Kami melihat awak perahu asal Indonesia melalui teropong," ujarnya.

"Ada sebuah perahu kecil nelayan Indonesia itu berada di dalam laguna. Mereka menyelam dengan menggunakan kotak styrofoam, tampaknya mengumpulkan teripang," jelasnya.

"Saya bukannya irihati dengan nelayan Indonesia dan kebutuhan mereka dalam mencari ikan secara tradisional. Tapi Rowley Shoals adalah salah satu sistem terumbu karang asli yang tersisa di dunia. Saya tak suka melihat kerusakan yang mereka lakukan," katanya.

Surat elektronik yang diperoleh ABC menunjukkan ada belasan laporan telah disampaikan kepada otoritas federal dalam beberapa pekan terakhir.

Dalam satu tanggapan dari staf Departemen Industri Primer dan Pengembangan Regional Australia Barat, disebutkan bahwa berbagai lembaga pemerintah sedang menyusun rencana aksi untuk mengatasi masuknya perahu-perahu nelayan tersebut.

Diproduksi oleh Farid M. Ibrahim dari artikel ABC News.

Iklan

Berita Selanjutnya

1 Januari 1970


Artikel Terkait

    Berita terkait tidak ada



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Berita terkait tidak ada