Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Logo ABC

Alasan Berinvestasi di Lego dan Mainan Antik Lainnya Tak Kalah Menjanjikan Dibandingkan Saham

Reporter

Editor

ABC

image-gnews
Iklan
Rafal Skowron telah menjadi penggemar Lego sejak tahun 1990-an (Supplied: Rafal Skowron)

Rafal Skowron dari Liverpool di negara bagian New South Wales sudah menghabiskan $80 ribu, atau lebih dari Rp800 juta, untuk membeli mainan imipian masa kecilnya: Lego.

Dalam empat tahun terakhir, nilai koleksinya sudah meningkat hampir dua kali lipat menjadi $158 ribu atau lebih dari Rp1 miliar. Ini dilihat berdasarkan harga pasaran Lego bekas yang sudah tidak diproduksi lagi.

Baca Juga:

Koleksi Lego-nya bermula dari tahun 2004 dengan set Star Wars Endor Base, sebagai hadiah untuk Oskar, anaknya yang berusia lima tahun.

Tetapi baru pada tahun 2017 membeli Lego menjadi "kecanduan serius" baginya dan anaknya.

"Untuk membeli setiap produk Lego Star Wars, kami begadang sampai tengah malam untuk menunggu koleksi terbaru dan melakukan pembelian senilai ribuan dolar dari uang hasil jerih payah kami," kata Rafal.

Baca Juga:

Selain menyicil kredit rumah, sisa tabungan keluarganya dihabiskan untuk membeli set Lego terbaru dan atau yang sudah antik dan langka. 

"Saya melihat investasi kami untuk mainan  Lego tidak hanya menarik tetapi juga jauh lebih berharga dibandingkan saham dan cryptocurrency," kata Rafal.

"Karena ini bukan hanya investasi masa depan, tetapi juga karena jadi hobi keluarga, sesuatu yang kami semua suka."

Sebuah studi baru oleh Higher School of Economics di Rusia menemukan nilai set Lego yang tidak diproduksi lagi harganya bisa naik sebesar 11 persen per tahun, melampaui banyak saham dan komoditas.

Perjalanan Rafal dengan mainan Lego, mainan kepingan blok asal Denmark ini, dimulai saat ia masih tinggal di Polandia pada awal 1990-an.

Saat itu, Rafal iri dengan hadiah Lego milik sepupunya karena orang tuanya tidak mampu membelinya.

Pembawa acara Collectors di ABC TV, Claudia Chan Shaw, mengatakan ada dua jenis kolektor mainan Lego dan mainan yang sudah langka lainnya, yakni "pedagang dan yang mengumpulkan hanya karena hobi".

"Yang menoleksi karena kecintaan hanya menjual supaya ada ruang untuk menambah koleksi yang lebih menarik, atau jika ada lebih dari satu mainan yang sama," ujarnya.

"Banyak kolektor mainan sekarang adalah generasi baby boomers [yang lahir antara tahun 1956-1964], yang dulu tidak mampu membeli atau kehilangan mainan karena dijual ketika mereka masih kecil," kata Claudia.

Keunikan dan kelangkaan

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Patrick Lo, seorang pemilik toko mainan di Australia, mengatakan kebijakan Lego untuk menghentikan produk setiap tahun membuat set yang tidak diproduksi lagi menjadi banyak dicari orang.

Untuk bisa menghasilkan keuntungan, Patrick menyarankan agar permainan Lego disimpan selama rata-rata tiga tahun.

"Tidak semua set dibuat sama, tetapi tema berlisensi, seperti Star Wars, Marvel dan Harry Potter atau yang punya tema lainnya, menghasilkan keuntungan yang besar," kata Patrick.

"Kesalahan pabrik dalam produknya malah sering membuat permintaan naik dan menaikkan juga harga set karena kelangkaannya."

"Karena ada potongan atau lego eksklusif untuk set tertentu, beberapa keuntungan lebih luar biasa, bisa mencapai lebih dari 500 persen dari harga eceran."

Bukan hanya Lego, tapi mainan antik lainnya

Luke Jones, salah satu kolektor mainan lainnya, mengaku jika dirinya adalah seorang kolektor yang "gila", dengan koleksi barang-barang mainan yang sudah dikumpulkan lebih dari 30 tahun dan semuanya buatan Australia.

Sekarang koleksinya diperkirakan berharga sekitar Rp20 miliar. 

Dia hanya menjual koleksinya bila butuh uang untuk membeli mainan atau koleksi baru yang lebih menarik.

"Walaupun saya tidak mengoleksi mainan karena harganya, namun paling tidak ini memberi alasan yang bisa diterima oleh bendahara di rumah kami, yaitu istri saya," kata Jones.

Luke menganggap mainan antik sebagai "karya seni" dan dirinya sebagai "pelindung".

"Saat ini mainan tidak lagi dibuat dengan kualitas dan bahan yang sama seperti dahulu," ujarnya.

"Kita tidak bisa begitu saja menentukan sebuah mainan tertentu, karena tergantung dari sejarah di baliknya yang begitu kaya dan benar-benar menarik."

Artikel ini diproduksi oleh Mariah Papadopoulus dari ABC News

Iklan

Berita Selanjutnya

1 Januari 1970


Artikel Terkait

    Berita terkait tidak ada



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Berita terkait tidak ada