Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Logo ABC

Kenali Gejala 'Long COVID' yang Kini Berubah Seiring Kemunculan Varian-varian Baru

Reporter

Editor

ABC

image-gnews
Iklan
Sesak napas telah menjadi gejala long COVID yang umum selama pandemi, tetapi penyebab dasarnya mungkin telah berubah sesuai dengan varian COVID. (Getty Images: Asiya Hotaman)

Mereka yang sudah sembuh COVID pertama kali melaporkan memiliki gejala 'long COVID' sekitar akhir tahun 2020. Sekarang sudah ada jutaan orang yang kini mengalaminya.

Meskipun 'long COVID' tidak memiliki definisi yang pasti, tapi istilah ini diberikan kepada mereka yang memiliki penyakit dan gejala-gejala setelah sembuh dari COVID.

Baca Juga:

Gejala-gejalanya, yang biasanya bertahan dua sampai tiga bulan, biasanya berupa nyeri di sekujur tubuh, 'brain fog', batuk yang tak kunjung usai, tapi tiap orang berbeda-beda, kata Lou Irving, dokter pernapasan dan kepala klinik pasca-COVID di Royal Hospital Melbourne.

"Kami sekarang memiliki ... lebih dari 600 kasus dan benar-benar membantu kami memahami ada berbagai macam gejala," ujarnya.

Karena definisi 'long COVID' yang begitu luas, gejala-gejala yang ditunjukkan pun terus berubah-ubah.

Baca Juga:

Fisioterapis pernapasan Janet Bondarenko sudah bekerja dua tahun di klinik khusus pasien yang mengalami pasca-COVID di rumah sakit Alfred Melbourne.

Awalnya, kebanyakan orang yang dirujuk ke klinik ini mengalami sakit parah dan banyak diantara mereka yang dirawat.

"Kami melihat banyak orang yang sesak napas, dan mereka hanya kuat berjalan beberapa meter saja," kata Bondarenko.

"Kemudian kami mulai melihat pasien dengan masalah ingatan dan konsentrasi."

Ia juga menemukan pasien yang memiliki gejala berhubungan dengan jantung.

"Jika mereka pindah posisi dari duduk ke berdiri, detak jantung mereka akan naik, berdebar, nyeri dada," katanya.

Ini adalah beberapa contoh "disfungsi otonom", di mana bagian dari sistem saraf, yang mengontrol hal-hal seperti tekanan darah, tidak berfungsi dengan baik.

Jika tekanan darah seseorang turun, jantungnya harus bekerja lebih keras dan memompa lebih cepat agar menjaga darah tetap mengalir ke seluruh tubuh.

Mereka yang mengalaminya akan merasa pusing dan kelelahan yang ekstrim.

"Yang menarik ada orang yang sering mengalami sesak napas, tapi itu bukan disebabkan gangguan pernapasan," jelasnya.

"Ini sesak napas karena kelelahan dan disfungsi otonom ini."

Jason Kovacic, seorang pakar jantung di Victor Chang Cardiac Research Institute, mengatakan orang-orang yang sangat sakit saat tertular COVID, lebih mungkin mengalami 'long COVID'.

Tapi sekarang orang dengan gejala ringan saat tertular COVID tetap bisa mengalaminya.

"Saya memiliki beberapa pasien yang tidak tahu apakan mereka pernah tertular COVID atau tidak, tetapi mereka datang ke klinik atau ke UGD dengan gejala COVID yang panjang," kata Profesor Kovacic.

"Mereka pusing, sakit kepala, lelah, dan sesak napas dan ... mereka memiliki dengan detak jantung120 dan tekanan darah 90 diatas 60."

Mengapa terjadi pergeseran gejala?

Varian dan subvarian dari virus SARS-CoV-2 berdampak berbeda-beda pada tubuh kita.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

"Strain virus yang berbeda berinteraksi dengan sistem kekebalan secara berbeda dan memicu reaksi yang berbeda," kata Profesor Kovacic.

Ia mengatakan mereka yang tertular jenis Delta, kemungkinan mengalami 'long COVID' dua kali lipat ketimbang yang tertular jenis Omicron.

"Saya rasa ini menjelaskan apa yang bisa terjadi dari jenis virus tertentu, dan bagaimana berinteraksi dengan sistem kekebalan masing-masing orang."

Penyebab pasti mengapa 'long COVID' berkembang pada beberapa orang masih menjadi misteri, tetapi genetika kita kemungkinan besar berperan.

Beberapa penelitian menunjukkan penularan COVID-19 dapat mengaktifkan kembali virus Epstein-Barr, yang menyebabkan demam kelenjar dan terkait dengan sindrom kelelahan kronis.

"Itu bukan kondisi yang sama, tetapi ada kesamaan antara kelelahan kronis dan long COVID, dan beberapa disfungsi kekebalan yang terkait dengan demam kelenjar sangat mirip dengan apa yang terjadi dengan long COVID," kata Profesor Kovacic.

Profesor Irving mengatakan para peneliti pada akhirnya akan menemukan sub-tipe dalam kelompok "long COVID" yang lebih luas.

"Saya pikir kita akan menemukan ada kelompok di mana virus dapat mengaktifkan respons autoimun, ada yang mengaktifkan respons otonom, dan ada juga yang menyebabkan masalah kesehatan mental."

Penanganan dan pemulihan

Tujuan klinik pasca-COVID di Royal Melbourne Hospital adalah agar mereka yang sudah sembuh dari COVID bisa kembali beraktivitas normal sambil mengatasi gejalanya.

Perawatan  yang diberikan tergantung pada gejala masing-masing orang, tetapi pemulihan biasanya melibatkan banyak istirahat, terutama melakukan istirahat sebentar saat melakukan aktivitas yang lebih intens.

Rehabilitasi olahraga juga bisa membantu, kata Janet, pakar fisioterapis pernapasan, meski tidak harus dilakukan untuk semua orang.

"Ada dua kelompok yang berbeda, beberapa orang merasakan manfaat dari olahraga, tetapi bagi orang lain malah berpotensi memperburuknya."

Misalnya, beberapa orang mengalami gejala parah seperti sindrom takikardia ortostatik postural, atau POTS, suatu kondisi di mana sebagian besar darah tetap berada di tubuh bagian bawah saat berdiri. Mreka yang mengalaminya bisa lebih mendapatkan manfaat dari mengonsumsi obat-obatan ketimbang olahraga.

Untuk pulih dari 'long COVID' membutuhkan waktu, bagi kebanyakan orang setidaknya antara enam dan 12 bulan, kata Janet.

"Seringkali konsentrasi dan brain fog sangat terkait dengan kelelahan, jadi begitu kelelahan mulai membaik, semua gejala lainnya cenderung hilang juga," jelasnya.

"Tapi semuanya menjadi lebih baik seiring berjalannya waktu, dan kebanyakan orang menjadi lebih baik."

Profesor Irving juga setuju dengan pernyataan ini.

"Hambatan umum adalah merasa frustrasi, melakukan terlalu banyak hal terlalu cepat tapi tidak bisa seperti sebelumnya, membuat kita merasa mengalami kemunduran, dan kekhawatiran finansial, karena tidak semua orang bisa mengambil cuti."

"Tapi dari pengalaman, semua orang menjadi lebih baik - hanya butuh waktu."

Artikel ini diproduksi oleh Hellena Souisa dari ABC News.

Iklan

Berita Selanjutnya

1 Januari 1970


Artikel Terkait

    Berita terkait tidak ada



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Berita terkait tidak ada