Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Logo ABC

Harga Bawang di Australia Tinggi, Ibu Asal Indonesia Jadi Lebih Kreatif di Dapur

Reporter

Editor

ABC

image-gnews
Iklan
Australia telah mengekspor gandum senilai sekitar A$1 miliar setiap bulan sejak November 2021. (Supplied: Ash Bowman)

Efvlyn Dermawan, seorang ibu asal Indonesia, belakangan ini terpaksa menyiasati belanja bawang yang ia lakukan hampir setiap minggu.

"Kalau untuk bawang putih, saya dulu masih beli yang benar-benar fresh, yang masih ada kulitnya, tapi sekarang saya beli yang sudah dikupas dan dibekukan," ujar ibu dua anak tersebut.

Baca Juga:

"Bawang bombay masih beli sekali-sekali, .... tapi kalau bawang merah sudah tidak pernah beli sama sekali," katanya setengah tergelak.

Banjir di sepanjang Sungai Murray di Australia, serta musim semi yang lebih sering hujan menyebabkan musim panen tertunda dan hasil panen berkurang.

Inilah yang menyebabkan kenaikan harga-harga pangan di Australia, bahkan kenaikannya di bulan September lalu menjadi yang tercepat dalam 16 tahun terakhir.

Baca Juga:

Terakhir kali harga pangan di Australia naik sangat pesat adalah di tahun 2006, ketika Topan Larry memusnahkan tanaman pisang Queensland.

Warga di Australia seperti Efvlyn yang merasakannya, termasuk saat ia membeli bawang. 

Karena harga bawang merah di Australia yang sudah sangat mahal, Efvlyn hanya menggunakannya sesekali saja.

"Inginnya sih masak dengan bumbu lengkap setiap hari ya, paling enak pakai bawang merah, tapi [karena harganya] ya cuma kalau special occasion aja sekarang dibela-belain pakai." 

Menurutnya kenaikan harga-harga pangan lainnya juga menuntut rumah tangga untuk bisa lebih kreatif dan inovatif, misalnya dengan memanfaatkan bumbu jadi dalam kemasan, yang menurutnya sangat membantu.

"Tinggal bagaimana kita mengombinasikannya dengan bahan-bahan segar yang kita punya ... meskipun ini juga bisa jadi momentum melihat ke hidangan lain yang mungkin lebih sehat."

"Tapi pinginnya, harapannya sih ya jangan mahal dan masih tetap terjangkau."  

Harga pangan di Australia diperkirakan terus naik

Menurut pengamat komoditas nasional di Australia, ABARES, harga buah dan sayur dipatok terus naik hingga mencapai puncaknya pada pertengahan Desember.

Pedagang grosir yang berbasis di Melbourne, Michael Piccolo, mengatakan  bahan makanan pokok di dapur, seperti bawang, tidak terhindar dari banjir baru-baru ini yang menggenangi pertanian.

"Bawang bombay mungkin naik 200 persen dalam sebulan terakhir. Kami biasanya membelinya saat ini dengan harga A$7 (sekitar Rp70.000) untuk kantong seberat 10kg — sekarang kami membayar hampir A$20 (sekitar Rp200.000)," katanya.

"Kami juga melihat bawang merah, bawang merah, capsicum, terong, dan semangka kami, karena ditanam di Mildura pada musim seperti ini, harganya naik."

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Namun, Michael mengatakan, karena harga lokal naik, impor menjadi lebih kompetitif.

"Kita mulai melihat banyak bawang California masuk, jenisnya bawang merah, dan kita juga melihat produk dari Belanda, jadi negara-negara ini masuk dan mengisi kekosongan sampai kami mulai menemukan lebih banyak produk lokal kami kembali online."

Cuaca tidak merusak ekspor

Sementara itu, cuaca basah akibat La Niña tidak mengurangi nilai produk pertanian Australia di luar negeri, dengan prediksi ABARES jika ekspor produk pertanian akan mencapai rekor A$72 miliar pada tahun anggaran ini.

Kombinasi harga tinggi untuk tanaman seperti gandum, jelai, dan kanola pada panen terakhir telah menghasilkan ekspor pertanian senilai A$5 miliar setiap bulan sejak November 2021, sementara gandum menyumbang A$1 miliar sebulan.

"Kita berhasil mengeluarkan banyak produk, laju ekspor kita berada pada tingkat puncaknya," kata direktur eksekutif ABARES Jared Greenville.

"Negara-negara di luar negeri dan pembeli lain telah beralih ke Australia untuk menjadi produsen makanan yang benar-benar andal, dan itulah salah satu alasan mengapa kami melihat permintaan ekspor yang begitu tinggi," kata Dr Greenville.

Nilai kotor semua produk pertanian Australia diperkirakan mencapai A$85 miliar.

Banjir yang meluas di pantai timur diperkirakan akan menyebabkan 16 persen tanaman New South Wales, 7 persen di Victoria, dan 5 persen di Queensland, terbengkalai.

ABARES telah merevisi perkiraan produksi biji-bijian turun 2 juta ton sejak perkiraan bulan September.

Tetapi kondisi petani biji-bijian Australia Barat dan Australia Selatan cukup menguntungkan untuk menutupi kerugian, dengan total produksi biji-bijian diperkirakan mencapai 62 juta ton, rekor panen tertinggi kedua.

Meski harga tinggi, petani musim ini telah membayar harga yang jauh lebih tinggi untuk bahan bakar, pupuk, dan bahan kimia pertanian.

"Kami melihat tekanan yang nyata terjadi," kata Dr Greenville .

"Tahun lalu kami melihat beberapa rekor keuntungan pertanian di seluruh negeri, tetapi berdasarkan apa yang kami amati terkait harga pupuk, kami berharap melihat keuntungan yang diperoleh juga terpotong cukup banyak."

Sejak Juni 2021, harga pupuk naik lebih dari 100 persen, sementara bahan kimia naik 30 persen.

Simak artikenya dalam bahasa Inggris dari ABC News.

Iklan

Berita Selanjutnya

1 Januari 1970


Artikel Terkait

    Berita terkait tidak ada



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Berita terkait tidak ada