Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Puluhan orang menjadi korban penipuan oleh pengembang perumahan di Kota Tangerang Selatan.
Mereka rugi karena pembangunan unit rumah di Jasmine Bintaro Residence 4 yang mereka beli sejak 2018 tidak kunjung rampung hingga kini.
Polisi telah menahan Samtari, tersangka penipuan penjualan perumahan di Bintaro ini.
TANGERANG SELATAN — Puluhan orang menjadi korban penipuan pengembang perumahan di Kota Tangerang Selatan. Mereka rugi karena unit rumah di Jasmine Bintaro Residence 4 yang mereka beli sejak 2018 tidak kunjung rampung hingga kini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Melany, 43 tahun, korban pengembang nakal ini, menceritakan, awalnya ia mencari rumah di daerah Bintaro atau Ciputat untuk usaha. Alasannya, adiknya tinggal di kawasan itu. Selain itu, Melany tinggal di Cibubur. “Saya lihat iklan penjualan rumah ini di Internet," kata Melany kepada Tempo, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Melany, secara iklan dan tampilan, rumah Jasmine Bintaro Residence 4 ini menarik perhatian. Harganya, mulai Rp 550 juta hingga Rp 650 juta, pun termasuk murah. Ia juga sudah melihat rumah contoh meski lokasinya bukan di Jasmine Bintaro Residence 4. Sebab, perumahan Jasmine ini memiliki banyak tempat dengan pengembang yang sama. Rumahnya pun mirip-mirip, modelnya town house.
Setelah Melany membeli, pihak pengembang memberi tahu bahwa pembangunan rumah akan rampung dalam satu tahun. Rupanya dia kecele. Setelah ditunggu selama satu tahun, pembangunan rumah itu tidak kunjung selesai.
Menurut dia, rumahnya tidak segera jadi dan hanya rampung 20 persen. Melany meminta kompensasi atas kerugian itu dan pengembang memberi dia uang Rp 20 juta. “Eh, setelah itu malah tidak ada kabar. Saya kejar dan akhirnya saya bertemu dengan konsumen lain yang juga tertipu. Nasibnya sama seperti saya," tutur Melany.
Belakangan, pada awal 2021, Melany tahu bahwa sertifikat tanah rumah itu digadaikan oleh Samtari, pemilik developer, ke orang berinisial W yang diduga sebagai mafia tanah. Awalnya, ia melihatnya sebagai perjanjian utang-piutang. Si pelaku meminjam uang ke W dengan mengagunkan sertifikat tanah. Tapi belakangan berubah seperti perjanjian jual-beli antara Samtari dan W. Rabu, 2 Februari lalu, polisi menyatakan telah menangkap Samtari.
Nasib sial juga dirasakan pembeli lain, Aditya, 33 tahun. Menurut dia, sejumlah warga membeli rumah itu pada 2018 dengan perjanjian pengikatan jual-beli (PPJB) dari Raja Properti, perusahaan milik Samtari, seharga Rp 650 juta. Aditya mendapat janji bahwa pembangunan rumah akan rampung dalam setahun. “Setelah satu tahun dijanjikan oleh developer, rumah yang dibeli warga tak kunjung selesai. Pada 2020, pembangunan perumahan itu berhenti total," kata dia.
Pada Agustus 2020, kata Aditya, sertifikat yang ada di tangan Samtari ini digadaikan ke pihak lain sebesar Rp 700 juta kepada W. Para pembeli itu pernah bertemu dengan W ini yang menawarkan sertifikat tanah seharga Rp 1,5 miliar. Padahal Samtari menggadaikan seharga Rp 700 juta. “Ini enggak masuk akal kalau kami harus tebus dengan harga dua kali lipat," kata dia.
Aditya menambahkan, 21 rumah di Jasmine Bintaro Residence 4 telah terjual semua. Hanya enam rumah yang sudah bisa ditempati dan itu pun harus melakukan penambahan pembangunan. Menurut dia, W memegang sertifikat tanah yang menjadi dasar rumah yang akan dia beli. Selain itu, W mengancam akan balik nama sertifikat tanah itu menjadi miliknya.
Perumahan Jasmine Bintaro Residence 4 yang pembangunannya mangkrak di Bintaro, 3 Februari 2022. Tempo/Muhammad Kurnianto
Kasus ini, Aditya melanjutkan, sudah dilaporkan ke Polres Tangerang Selatan. Saat ini polisi telah melakukan penyidikan. Kelompok warga pembeli yang tertipu ini juga telah melakukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri Tangerang.
Melany, Aditya, dan konsumen lain yang tertipu menuntut keadilan agar pemilik perusahaan pengembang itu dihukum sesuai dengan kesalahannya. Mereka juga meminta agar bisa mendapatkan sertifikat hak milik atas tanah di perumahan itu. "Rata-rata pemilik rumah sudah melunasi pembayaran. Kasihan ada yang sudah sepuh tapi rumahnya belum jadi.” Yang lebih mengejutkan, kata Aditya, ada dua rumah yang pembelinya dobel. Ia menduga dua rumah itu telah dijual kembali oleh developer.
Pembeli lain—berinisial JO—menuturkan bahwa ia membeli rumah itu pada Mei 2018 dengan pembayaran tunai. Dalam PPJB disebutkan bahwa, satu tahun setelah tanda tangan kontrak, rumah akan selesai. Ternyata pembangunan perumahan baru mulai pada Mei 2019.
Pada Agustus 2020, pembangunan rumah berhenti sama sekali. Menurut JO, saat ditinggal pengembang, rumah miliknya baru jadi 80 persen. Dengan demikian, ia melakukan penambahan pembangunan dengan menggunakan uang sendiri sekitar Rp 60 juta. "Kalau yang pembangunan rumahnya baru rampung 20 persen, kasihan juga,” kata JO.
Kepala Kepolisian Resor Kota Tangerang Selatan Ajun Komisaris Besar Sarly Sollu mengatakan pihaknya telah menahan Samtari, tersangka penipuan penjualan rumah ini. “Kami telah menangani penipuan dan penggelapan yang berkedok jual-beli perumahan. Perkara ini sudah kami tangani dan ada empat pelapor,” kata dia.
Berdasarkan hasil pemeriksaan, kata Sarly, ada dua lokasi yang menjadi tempat kejadian perkara. Pertama, di Jasmine Bintaro Residence Pondok Aren dan di Melati Residences Serpong Utara. Menurut dia, dalam perkara di Jasmine Bintaro Residence 4, tanah adalah milik pelaku. “Kalau yang di Melati Residences, tanah milik orang lain yang diakui sebagai milik pelaku," dia mengungkapkan. Ia mengatakan Samtari dikenakan Pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana serta Pasal 372 KUHP tentang penipuan dan penggelapan dengan ancaman 4 tahun penjara.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Tangerang Selatan, Ajun Komisaris Aldo Primananda Putra, mengatakan 29 orang pembeli di Melati Residences mengalami total kerugian sebesar Rp 13,068 miliar. Sedangkan di perumahan Jasmine Bintaro Residence 4, ada sebelas orang yang menjadi korban. “Kerugian di Jasmine mencapai Rp 6,1 miliar," kata dia.
MUHAMMAD KURNIANTO
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo