Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

4 Temuan BPK dalam Laporan Keuangan Pemprov DKI Tahun 2022

BPK menemukan 4 temuan dalam laporan keuangan Pemprov DKI tahun 2022 yang meraih predikat Opini WTP. Ada kelebihan bayar.

30 Mei 2023 | 15.48 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pemeriksaan Keuangan memberikan Opini WTP alias Wajar Tanpa pengecualian atas Laporan Keuangan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tahun anggaran 2022. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ini merupakan Opini WTP keenam berturut-turut yang diraih Pemprov DKI sejak tahun 2017 lalu, saat Anies Baswedan mulai menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta. Di era sebelum Anies, Pemprov DKI selalu mendapat opini Wajar Dengan Pengecualian atau WDP.  

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Opini WTP atau unqualified opinion merupakan peringkat tertinggi, yang artinya laporan keuangan entitas yang diperiksa, menyajikan secara wajar dalam semua hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha, dan arus kas entitas tertentu sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.    

"Berdasarkan hasil pemeriksaan yang telah dilakukan BPK, termasuk implementasi atas perencanaan aksi yang telah dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, BPK memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian," kata Anggota V Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Ahmadi Noor Supit pada rapat paripurna DPRD DKI, Jakarta Pusat, Senin, 29 Mei 2023.

Kendati telah meraih opini WTP, Ahmadi Noor Supit yang menyerahkan Laporan Hasil Pemeriksaan BPK dalam rapat paripurna DPRD DKI mengungkapkan, masih adanya sejumlah masalah dalam pengelolaan anggaran Pemprov DKI.

Berikut sejumlah temuan BPK dalam anggaran Pemprov DKI:

1.Kelebihan pembayaran dan denda keterlambatan 

Terdapat kelebihan pembayaran atas belanja dan denda keterlambatan senilai Rp 45,87 miliar. Adapun kelebihan pembayaran atas belanja senilai Rp11,34 miliar terjadi karena adanya kelebihan perhitungan gaji dan tambahan penghasilan senilai Rp 6,9 miliar, kekurangan volume pengaadan barang dan jasa senilai Rp 5,06 miliar, kelebihan belanja hibah dan Bansos senilai Rp 8,78 juta. Sedangkan denda keterlambatan adalah senilai atas Rp 34,53 miliar. Atas permasalahan tersebut telah dikembalikan ke kas daerah sebesar Rp 14,66 miliar.

Bantuan sosial KJP Plus dan KJMU senilai Rp 197,55 miliar belum disalurkan 

2. Bansos KJP Plus dan KJMU belum disalurkan 

Bantuan sosial KJP Plus dan KJMU senilai Rp 197,55 miliar belum disalurkan kepada penerimanya dan bantuan sosial pemenuhan kebutuhan dasar senilai Rp15,18 miliar tidak sesuai ketentuan.

Plt Dinas Pendidikan DKI Jakarta Syaefuloh mengatakan pihaknya akan menindaklanjuti hal tersebut. "Itu tentu menjadi perhatian kami untuk kita tindak lanjuti sesuai dengan amanat dan rekomendasi BPK dalam waktu 60 hari ke depan," kata Syaefuloh saat ditemui usai rapat Paripurna di DPRD DKI.

Lebih lanjut, Syaefuloh menjelaskan pihaknya senantiasa berhati-hati  untuk memastikan bahwa penerima KJP tersebut memang benar ada dan bisa tepat sasaran.

"Tadi sudah saya lihat ada yang sudah pindah di luar Jakarta, dan juga meninggal. Itu salah satunya yang terus kita telusuri untuk memastikan bahwa penerima bantuan itu adalah yang bener-bener berhak," ungkapnya.

Temuan tentang kejanggalan dalam KJP ini juga diakui Syaefuloh pernah diungkap oleh BPK pada laporan keuangan Pemprov DKI tahun 2021 lalu. Meski begitu, Syaefuloh menegaskan bahwa pihaknya akan segera menindaklanjuti temuan BPK ini.

3.Pencatatan aset fasos dan fasum tidak tertib, dalam status sengketa

Penatausahaan penyerahan dan pencatatan aset tetap Fasos dan Fasum belum tertib. Ketidaktertiban tersebut antara lain adalah dua bidang tanah Fasos-Fasum yang telah diterima dari pemegang Surat Izin Penguasaan Penggunaan Tanah (SIPPT) Rp17,72 miliar berstatus sengketa, penerimaan aset Fasos-Fasum belum seluruhnya dilaporkan oleh Wali Kota ke BPAD.

Terdapat juga aset fasos fasum dikuasai dan/atau digunakan pihak lain tanpa perjanjian, pencatatan ganda aset fasos fasum dalam Kartu Inventaris Barang (KIB).

"Serta aset fasos fasum berupa gedung, jalan, saluran, dan jembatan dicatat dengan ukuran yang tidak wajar yaitu 0 meter persegi atau 1 meter persegi," ujarnya.

Ahmadi meminta agar Pemprov DKI Jakarta segera menindaklanjuti temuan-temuan BPK tersebut.

Opini Disclaimer atas laporan keuangan PAM Jaya 2022

4. Opini Disclaimer atas laporan keuangan PAM Jaya 2022

Selain itu, BPK juga telah melakukan pemeriksaan atas laporan keuangan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Perusahaan Umum Daerah Air Minum jaya (PAM Jaya) tahun buku 2022.

Berdasarkan hasil pemeriksaan yang telah dilakukan termasuk implementasi atas rencana aksi yang telah dilaksanakan oleh PAM Jaya, BPK memberikan opini tidak memberikan pendapat (Disclaimer) atas laporan keuangan PAM Jaya tahun buku 2022.

BPK menilai, Aset Tetap senilai Rp 867,23 miliar milik PAM Jaya tidak dapat diyakini kewajarannya. 

"Aset Tetap yang disajikan dan diungkapkan belum menggambarkan seluruh aset tetap yang digunakan untuk menghasilkan pendapatan," ungkap Ahmadi.

Kedua, pengelolaan persediaan dinilai tidak produktif dan tidak didukung catatan serta penyimpanan yang memadai. Kemudian tidak pernah dilakukan stock opname, sehingga saldo Persediaan Aset Tidak Produktif senilai Rp 30,42 miliar tidak dapat diyakini kewajarannya.

Selanjutnya, pencatatan hasil kerja sama antara PAM Jaya dengan mitra pada Rekening Escrow.

"Keempat, pencatatan Utang Uang Jaminan Langganan (UJL) tidak didukung dengan daftar rincian yang lengkap dan akurat, sehingga saldo Utang UJL sebesar Rp 53,32 miliar tidak dapat diyakini kewajarannya," jelas Ahmadi.

BPK meminta Pemprov DKI menindaklanjuti temuan tersebut terhitung selama 60 hari setelah laporan tersebut diberikan.

Tindak lanjut rekomendasi BPK

Ahmadi mengatakan, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah menindaklanjuti 9.432 rekomendasi dari 10.931 rekomendasi atau 86,29 persen.

"Dengan demikian masih terdapat 1.215 rekomendasi (11,11 persen) yang harus menjadi prioritas untuk segera ditindaklanjuti dan terdapat 284 rekomendasi (2,60 persen) tidak dapat ditindaklanjuti dengan alasan yang sah," kata Supit.

Penjabat Gubernur DKI Heru Budi Hartono mengatakan Opini WTP bukan tujuan akhir, namun bagian dari upaya peningkatan akuntabilitas pengelolaan keuangan di lingkup Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang telah dilakukan pada 2022,

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus