Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Ada Flat, Jangan Minggir Terus

Jakarta siap memperkenalkan rumah susun/flat. tapi sewa cicilannya mahal. masalah yang timbul dapat di pecahkan oleh para penghuninya sendiri. (kt)

18 Oktober 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JAKARTA sudah siap memperkenalkan rumah susun alias flat. Beberapa bangunan bertingkat 4, berdinding dan berlangit-langit beton, saat ini telah berdiri di Kebon Kacang, Jakarta Pusat. Dan akhir bulan ini, rumah-rumah susun itu siap menerima calon penghuni. Berdiri di atas tanah seluas 4 hektar rumah susun buatan Perumnas itu direncanakan akan terdiri dari 60 blok-tiap blok terdiri dari 16 unit. Dan tiap unit yang disediakan untuk satu keluarga berukuran 36 mÿFD -- terdiri dari 2 kamar tidur, ruang tamu, dapur, kamar mandi ditambah tempat menjemur pakaian, dilengkapi listrik 450 wat, air ledeng dan instalasi gas. Menurut Kepala Urusan Pembangunan Proyek Perumnas Jakarta, Kelana Asikin, rumah susun itu akan dilengkapi pula dengan taman, tempat parkir dan penitipan kendaraan, berikut ruang serba guna -- misalnya untuk pertemuan warga flat. Sebegitu jauh, sudah adakah yang berminat tinggal di situ? "Setelah bangunan berdiri, rata-rata 10 orang tiap hari datang menanyakan syarat-syarat tinggal di sini," jawab Humas Perumnas, Drs. Wihara Gumelar. Mereka terdiri dari berbagai golongan masyarakat pedagang, ABRI dan pegawai negeri sipil. Biro Konsultasi Syarat-syarat penghunian rumah susun itu sendiri baru akan diumumkan akhir Oktober ini. Yang jelas, kata Menteri Muda Urusan Perumahan Rakyat Cosmas Batubara, sewa cicil bagi tiap unit diperkirakan Rp 40.000 sebulan. Jika dihitung, bahwa sewa rumah-rumah Perumnas umumnya ditetapkan 30% dari jumlah penghasilan si penghuni tiap bulan, diperkirakan hanya mereka yang berpenghasilan sekitar Rp 120.000 tiap bulan yang mampu menempati rumah susun itu. Dengan perkiraan sewa sebesar itu, sudah pasti bahwa rumah susun itu belum mungkin dihuni oleh warga Jakarta yang berpenghasilan rendah -- apalagi mereka yang tergolong tak mampu. Cosmas mengakui hal itu, dengan tak lupa menambahkan, bahwa gagasan untuk mendirikan flat-flat bagi mereka yang tak mampu memang ada. Ia menunjuk warga kota yang kini masih tinggal di rumah-rumah gubuk atau rumah-rumah petak yang reot dengan lingkungan yang tak sehat. Untuk mereka itu, kata Cosmas, suatu saat nanti pemerintah akan meminta agar di areal rumah-rumah gubuk itu dibangun flat untuk mereka yang sekarang menghuninya dengan sewa semurah mungkin. "Untuk itu harus ditumbuhkan dulu kesadaran mereka untuk hidup sehat," tambah Cosmas. Tapi lebih penting dari itu, menurut Menmud Urusan Perumahan Rakyat itu pada akhirnya nanti perluasan kota dengan membuat rumah-rumah sederhana di pinggiran Jakarta seperti di Depok Klender, Bekasi dan Tangerang, harus dihentikan. Sebab perluasan itu akhirnya akan mengganggu keseimbangan lingkungan hidup: tanah pertanian berkurang, resapan air ke dalam tanah berkurang dan banjir makin sulit dikendalikan. Karena itu mendirikan rumah-rumah susun harus dimulai dari sekarang. Cosmas mengakui memang mungkin timbul problem sosial maupun kejiwaan di kalangan penghuni rumah susun -- seperti terjadi di Hongkong dan Singapura. "Dengan fat di Kebon Kacang itu kami masih belajar tentang masalah pembangunannya," kata Cosmas, "aki bat sampingan penghuniannya kami pelajari untuk diperbaiki pada tahap berikutnya. " Ia juga menyadari, para penghuni flat tak mungkin misalnya membuat warung sebagaimana yang dapat dilakukan bila mereka tinggal di rumah-rumah biasa. Tetapi, menurut Menmud Urusan Perumahan Rakyat itu, segi positif tinggal di rumah susun dapat dipelajari juga dari Hongkong maupun Singapura. Di kedua negeri itu, katanya, para penghuni flat dapat mengembangkan industri rumah tangga. Sedangkan masalah lain yang mungkin timbul di antara sesama penghuni, tambah Cosmas, dapat dipecahkan dengan membentuk satu biro konsultasi di lingkungan mereka. "Jika negara lain dapat mengatasi berbagai problem itu, mengapa kita tidak," kata Cosmas.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus