Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JONGGI Goeltom, adik Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Miranda Goeltom, tahu betul bagaimana caranya membawakan diri. Meski bersahabat dengan banyak kalangan—terutama pengusaha dan politikus—ia tak pernah menampakkan wajah. Namanya bisa dikatakan tak pernah muncul di koran-koran. Satu-satunya berita yang pernah ada tentang dia adalah ketika ia menang dalam kejuaraan Golf Goes to School di lapangan golf Rancamaya, Bogor, Januari lalu. Acara ini digagas Miranda untuk mempopulerkan golf di sekolah-sekolah. Selebihnya tak ada. Pria 50-an tahun itu memang bukan orang di panggung depan. Ia beredar di belakang layar.
Sejumlah orang menjuluki Jonggi sebagai operator Miranda. Naiknya Miranda sebagai Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia pada 2004 disebut-sebut berkat usaha Jonggi. Sang adik pulalah yang membantu kakaknya memperebutkan kursi gubernur bank sentral, setahun sebelumnya, untuk menggantikan Syahril Sabirin, yang habis masa jabatannya. Dalam pemilihan itu Miranda gagal bersaing dengan Burhanuddin Abdullah, Gubernur Bank Indonesia 2003-2008. ”Ia penghubung yang pintar dan efektif,” kata sumber Tempo di legislatif.
Tak mudah menggali profil Jonggi dari orang yang selama ini dikenal berkawan baik dengannya. Bekas anggota Dewan, Ichsanuddin Noorsy, yang disebut-sebut sering diajak ngobrol Jonggi, misalnya. Ia mengaku, ”Saya tahu saja, ketemu dalam berbagai kesempatan,” kata Noorsy, Jumat pekan lalu.
Direktur Utama Sinar Mas Group, Gandhi Sulistyanto, setali tiga uang. ”Saya kenal dia karena golf dan kegiatan sosial lainnya. Tak lebih dari itu,” katanya. Sinar Mas adalah kelompok usaha yang diizinkan bank sentral memiliki bank meski petingginya tercatat tak laik memiliki lembaga keuangan itu. Disebut-sebut, Miranda adalah orang yang memberikan rekomendasi buat Sinar Mas.
Berjasa untuk sang kakak, timbal-baliknya Jonggi mendapat sejumlah proyek di Bank Indonesia. Setidaknya empat sumber Tempo di legislatif dan lembaga pemantau korupsi—yang sayangnya enggan disebut namanya—membenarkan soal keistimewaan yang diberikan Miranda untuk sang adik.
Jonggi, misalnya, mendapat proyek pengadaan dan pemeliharaan peranti teknologi informasi Bank Indonesia. Pembuatan taman dan air mancur di halaman kantor bank sentral di kawasan Kebon Sirih, Jakarta, juga dikerjakannya. Di luar itu, ada pula proyek renovasi ruangan dan pengadaan lukisan serta benda-benda hias di ruangan Miranda. ”Nilai proyeknya besar, miliaran rupiah,” kata sumber Tempo.
Sayangnya, Jonggi mengunci mulut. Kepada Tempo, yang menghubunginya via telepon, ia mengaku sedang di Palangkaraya. ”Nanti saja kita bicara setelah saya di Jakarta,” katanya. Setelah itu, teleponnya tak berjawab. Tentang prahara yang menimpa Miranda, ia sempat berkomentar pendek. ”Saya tidak tahu-menahu.” Miranda juga menampik segala tudingan terhadap sang adik. ”Tidak ada itu,” katanya.
Sunudyantoro, Sahala Lumbanraja
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo