Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Agar Limbah Bernilai Tambah

Limbah plastik diolah menjadi bahan bakar alternatif dan ecobrick.

4 Agustus 2018 | 00.00 WIB

Limbah plastik diolah menjadi bahan bakar alternatif dan ecobrick.
Perbesar
Limbah plastik diolah menjadi bahan bakar alternatif dan ecobrick.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Dimas Bagus Wijanarko, 41 tahun, tengah menyelesaikan tur Jawa-Bali dengan jarak sekitar 1.200 kilometer mengendarai Vespa kesayangannya yang diisi bahan bakar alternatif. Sembari touring, Dimas menunjukkan kepada masyarakat bahwa limbah plastik dapat disulap menjadi bahan bakar untuk Vespa yang ia kendarai. "Saya membutuhkan sekitar 60 liter bahan bakar yang dihasilkan dari 100 kilogram limbah plastik," kata dia, Rabu lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Ia menjelaskan, setiap satu kilogram limbah plastik dapat menghasilkan satu liter minyak mentah, dan sekitar 400 mililiter jenis Premium atau bensin. "Tidak ada keunggulan tertentu, karena pada dasarnya bahan bakar dari plastik ini sama dengan BBM fosil. Plastik itu sendiri diproses dari BBM fosil. Tapi ini menjadi salah satu cara untuk menyelesaikan permasalahan limbah plastik," kata dia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Dia berujar, kandungan oktan yang dihasilkan dari alat yang ia rancang masih rendah. Untuk itu, ia menambahkan zat aditif eter sebanyak 10 persen di setiap satu liter minyak. Lain halnya dengan solar yang dihasilkan dari limbah plastik ini. Dia mengklaim solar yang dihasilkan lebih baik daripada solar yang diproduksi Pertamina. "Kami sudah uji di laboratorium Sucofindo," kata pendiri komunitas Getplastic.id ini.

Menurut Dimas, pada dasarnya hampir semua tipe sampah plastik dapat diolah menjadi minyak. Meski demikian, plastik jenis HDPE, LDPE, PP, PVC, dan PS adalah golongan plastik yang banyak memiliki kandungan minyak. "Dari semua itu, yang paling banyak menghasilkan minyak jenis Premium adalah jenis PP," kata dia. Untuk menyebarkan pengetahuannya, Dimas mengadakan workshop di setiap kota yang ia singgahi.

Dalam workshop tersebut, Dimas akan menjelaskan proses pengolahan limbah plastik menjadi bahan bakar. "Plastik dimasukkan ke dalam tabung reaktor, lalu ditutup rapat sehingga tidak ada oksigen atau udara yang masuk," kata dia. Setelah itu, dipanaskan hingga mencapai suhu 400 derajat Celsius. Plastik perlahan-lahan akan berubah menjadi gas, lalu didinginkan sehingga berubah menjadi cair. Cairan inilah yang kelak akan menjadi minyak.

Modal utama yang diperlukan untuk melakukan proses pirolisis ini adalah tabung reaktor, pipa besi untuk instalasi gas, pompa air akuarium, kompor sebagai pemanas, dan beberapa material kecil pendukung lainnya. Dimas menemui banyak kendala saat pertama kali mencoba karena sangat awam tentang plastik.

Dia banyak mendapat bantuan dari temannya, Jalaludin Rumi Prasat, yang banyak berperan sebagai konsultan hingga alat tersebut selesai dan dapat digunakan dengan baik. "Selama proses tersebut, saya juga banyak membaca artikel yang mengulas tentang pirolisis ini," kata dia.

Limbah plastik di Indonesia memang sudah dalam taraf mengkhawatirkan. Saat ini Indonesia memproduksi sampah plastik sebanyak 175 ribu ton per hari. Angka ini menjadikan Indonesia penyumbang sampah terbesar kedua di dunia setelah Cina. Dua tahun lalu Indonesia juga dinobatkan sebagai negara kedua penyumbang sampah plastik terbesar ke laut.

Menggunungnya sampah plastik membuat sejumlah orang berikhtiar mengolahnya kembali. Tak cuma disulap menjadi bahan bakar, komunitas nol sampah yang berada di Surabaya mulai serius mengelola sampah plastik menjadi material padat sejak 2016. Mereka mendapat ide dari seorang pengelola sampah plastik di Yogyakarta yang berupaya menjadikan plastik-plastik itu sebagai ecobrick.

Community Organizer Komunitas Nol Sampah, Hanny Ismail, mengatakan membuat ecobrick memiliki daya gebrak lebih luas daripada sekadar menolak kantong plastik. Dalam ecobrick, misalnya, ada upaya "menghadang" sampah plastik lolos hingga ke tempat pembuangan akhir, ke laut, atau dibakar. Bahannya pun cukup mudah didapat, yakni botol air mineral, plastik, dan stik kayu.

Pengerjaannya relatif mudah, sampah plastik itu dimasukkan ke dalam botol air mineral, lalu ditusuk dengan stik kayu dari pinggir hingga padat. Sampah plastik yang digunakan harus halus, bukan jenis plastik kasar seperti bungkus camilan. "Kalau plastiknya kasar, harus dipotong dulu," kata dia.

Sampah plastik yang dipadatkan dalam botol harus berukuran 600 miligram, atau minimal 200 miligram. Ukuran itu setara dengan 300 bungkus mi instan. "Jika gagal, risikonya kita membuat sampah plastik makin banyak," ucap dia. Ecobrick yang dihasilkan Komunitas Nol Sampah ini baru dapat dipakai untuk meja dan kursi, serta permukaannya dapat dilapisi kaca.

Mereka juga berupaya mengembangkan ecobrick sebagai batu bata alternatif. Hanny mengatakan saat ini mereka belum mampu membuat ecobrick dalam skala besar yang dapat dijadikan rumah seperti yang sudah banyak diaplikasikan di negara maju. "Kami belum mampu. Karena, jika dibuat batu bata, mesti ada campuran tanah liat dan jerami. Tapi ada upaya ke sana," kata dia.

Kini, komunitas ini membagikan pengetahuan membuat ecobrick ke sekolah-sekolah sebagai trainer. Di antaranya SMP Negeri 5 Surabaya dan sebuah SMA di Mojoagung, Kabupaten Jombang. Di SMA itu, ecobrick bahkan telah dimasukkan ke kurikulum tersendiri. "Semangatnya adalah mendidik siswa untuk tidak memproduksi sampah plastik," kata dia. KUKUH S. WIBOWO | DIAN YULIASTUTI


Indonesia Juara II

Indonesia menempati peringkat kedua sebagai negara penghasil limbah plastik terbesar di dunia. Lima besar negara penghasil sampah plastik ke laut terbesar di dunia ini diurutkan berdasarkan hasil riset Jenna Jambeck, peneliti dari Universitas Georgia, Amerika Serikat, yang dipublikasikan pada 2015.
1. Cina: 262,9 juta ton
2. Indonesia: 187,2 juta ton
3. Filipina: 83,4 juta ton
4. Vietnam: 55,9 juta ton
5. Sri Lanka: 14,6 juta ton

Di dunia: 1 juta kantong plastik digunakan tiap menit, separuhnya sekali pakai.

Di Indonesia: 10,95 juta kantong plastik digunakan selama setahun dari 100 toko anggota Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (data Kementerian Lingkungan Hidup 2016).

Jenis-jenis plastik berdasarkan kode daur ulangnya:

1. Polyethylene Terephthalate (PETE atau PET)
Plastik jenis ini aman digunakan satu kali pakai. Warnanya jernih atau transparan dan berbahaya jika terkena air panas karena dapat meleleh dan mengeluarkan zat karsinogenik.
Contoh penggunaan: air mineral dalam kemasan, soda, minuman ringan rasa buah.

2. High Density Polyethylene (HDPE)
Plastik jenis ini bersifat lebih tahan panas ketimbang plastik PET dan berwarna buram, umumnya berwarna putih susu. Plastik ini juga bersifat lebih kuat, keras, dan kandungan plastiknya dapat mencegah reaksi kimia antara kemasan dan makanan atau minuman yang dikemas. Sama seperti PET, plastik ini aman digunakan satu kali pakai saja karena dibuat menggunakan antimoni trioksida yang dapat menyebabkan iritasi kulit dan pernapasan jika digunakan dalam waktu lama.
Contoh penggunaan: botol sampo, botol susu.

3. Polyvinyl Chloride (PVC)
Plastik jenis ini paling sulit didaur ulang dan kerap ditemukan pada pembungkus dan beberapa jenis botol minuman kemasan. Plastik ini berbahaya karena mengandung Di-2-etil-heksiladipat, yang dapat bereaksi dengan makanan saat bersentuhan langsung dan berisiko tinggi bagi ginjal dan hati. Plastik ini juga bisa meleleh pada suhu 15 derajat Celsius.
Contoh penggunaan: pipa, kursi plastik.

4. Low Density Polyethylene (LDPE)
Plastik jenis ini aman untuk menyimpan makanan karena tidak menimbulkan reaksi kimia ketika menyentuh obyek makanan ataupun minuman. Plastik ini bersifat kuat, permukaannya agak berlemak, sedikit tembus cahaya, dan daya proteksinya terhadap uap air baik. LDPE sulit dihancurkan tapi dapat didaur ulang.
Contoh penggunaan: wadah makanan, tumbler.
Contoh daur ulang: aneka peralatan penyimpanan rumah tangga.

5. Polypropylene (PP)
Plastik ini merupakan jenis terbaik untuk menyimpan makanan dan minuman karena sifatnya yang kuat, memiliki ketahanan terhadap lemak, stabil terhadap suhu tinggi sehingga dapat dipanaskan dalam pemanas elektrik.
Contoh penggunaan: wadah makanan tahan panas, tumbler, dot bayi.

6. Polystyrene (PS)
Kita biasa menemukannya pada styrofoam atau cup minum sekali pakai. Plastik ini harus dihindari penggunaannya karena berbahaya bagi otak, sistem saraf, dan sistem reproduksi perempuan. Polystyrene dapat mengeluarkan bahan styrene yang dapat ditemui pada asap rokok, asap kendaraan, dan bahan konstruksi gedung. Proses daur ulang plastik ini sangat sulit dan membutuhkan waktu yang sangat lama.
Contoh penggunaan: wadah dan gelas styrofoam.

7. Lain-lain
Terdiri atas PC (polycarbonate), SAN (styrene acrylonitrile), ABS (acrylonitrile butadiene styrene), dan nylon. Plastik jenis PC tidak dianjurkan sebagai wadah karena mengandung Bisphenol A yang bisa merusak sistem hormon dan mengubah fungsi imunitas. Sedangkan SAN dan ABS yang memiliki resistansi tinggi terhadap reaksi kimia dan suhu, baik digunakan sebagai kemasan misalnya untuk sikat gigi dan pembungkus termos.
Contoh penggunaan: sikat gigi, penyaring kopi, peralatan makan, lego.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus