Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA - Kementerian Kelautan dan Perikanan menyatakan aksi pencurian ikan oleh nelayan dalam dan luar negeri tak pernah surut. "Sampai 22 Maret saja, ada 21 tangkapan kapal ilegal," kata pelaksana tugas Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan, Agus Suherman, akhir pekan lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam lima tahun terakhir, Kementerian menenggelamkan 488 kapal ikan yang kedapatan mencuri ikan di perairan Indonesia. Dari tahun ke tahun, jumlah penenggelaman kapal terus meningkat, dari hanya 8 unit pada 2014 menjadi 127 pada 2017. Namun, jumlah penenggelaman kapal pada 2018 menurun dibanding tahun sebelumnya dengan realisasi 125 unit kapal. "Area laut Indonesia sangat luas. Kalau dibilang pengawasan tak sempurna, kami tak membantah hal itu," ujar Agus.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Satuan Tugas Illegal Fishing (Satuan Tugas 115), yang diinisiasi Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, membuat pengawasan lebih baik. Sebab, dalam tim tersebut juga melibatkan tentara, kepolisian, Badan Keamanan Laut (Bakamla), serta kejaksaan untuk meningkatkan pengawasan.
"Jadi, beban lebih ringan, tapi pengawasan makin bagus," kata Agus. Peralatan mutakhir, seperti radar dan kapal patroli yang dimiliki kepolisian, tentara, dan Bakamla, membuat banyak strategi pengawasan makin bervariasi.
Angkatan Laut Tentara Nasional Indonesia berkomitmen turut menegakkan tupoksi Satgas 115. "Kami tak ragu menindak segala bentuk pelanggaran yang dilakukan di perairan Indonesia," kata Panglima Komando Armada I, Laksamana Muda TNI Yudo Margono, pekan lalu. Yudo mendapat penghargaan khusus dari Menteri Susi karena menindak tegas belasan pelanggaran perikanan di wilayah barat Indonesia.
Namun, belakangan, Menteri Susi menyadari penggalakan penangkapan aksi illegal fishing masih bercelah. Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan mendapati tangkapan beridentitas KM KHF 1980 di Balawan, awal Februari lalu, misalnya, merupakan bahtera yang sama yang ditangkap pada Agustus 2017. "Ternyata kapal itu dilelang dan digunakan lagi untuk maling sumber daya laut Indonesia," ujar Susi.
Kementerian menduga ada banyak kapal lain yang bebas mengeruk sumber daya laut layaknya KM KHF 1980. Dugaan tersebut ternyata benar, Kejaksaan Negeri Moro, Kepulauan Riau, pada tahun ini akan melelang kapal tangkapan layaknya Kejaksaan Negeri Belawan. "Lihat saja Twitter saya, saya berdiskusi dengan orang Kejaksaan Negeri Moro," ucap Susi.
Orang yang dimaksud Susi adalah Winro Haro. Pria bernama lengkap Winro Tumpal Halomoan Haro Munte ini merupakan Kepala Cabang Kejaksaan Negeri Moro, Kepulauan Riau. Dia pun menjelaskan sulit untuk mencegah adanya lelang lantaran tidak bersumbu pada undang-undang.
"Bahkan tahun ini masih ada puluhan yang bakal dilelang di tempat saya. Teman-teman silakan kawal. Saya jamin persyaratannya cuma KTP dan NPWP. Semua bisa ikut peserta lelang," demikian cuit Winro membalas pertanyaan Susi untuk membatalkan lelang kapal maling ikan tersebut.
Kepala Seksi Penegakan Hukum Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara, Sumanggar Siagian, mengatakan tak ada yang salah terhadap proses lelang KM KHF 1980 pada Desember 2017. "Kami tidak lapor ke Kementerian Kelautan dan Perikanan, tapi pasti lapor ke Kejaksaan Agung," kata dia.
Jaksa Agung H.M. Prasetyo mengatakan sah dilakukan karena merupakan perintah dari putusan pengadilan. "Dirampas untuk negara, bukan dirampas untuk dimusnahkan," ujarnya. YOHANES PASKALIS | IIL ASKAR MONDZA | ANDI IBNU
Tangkapan Awal Tahun
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo