Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Penyidikan terhadap perkara pokok, yaitu korupsi dalam pengadaan dan pembangunan BTS 4G beserta infrastruktur pendukungnya, dinilai mengendur.
Achsanul Qosasi ditetapkan sebagai tersangka dalam kluster kasus pengamanan perkara.
Para pemilik perusahaan penggarap proyek ada kemungkinan memiliki kedekatan dengan pejabat yang terlibat korupsi BTS 4G.
JAKARTA — Kasus dugaan korupsi base transceiver station (BTS) 4G kembali menyeret nama kondang. Kejaksaan Agung menetapkan Achsanul Qosasi, anggota III Badan Pemeriksa Keuangan, sebagai tersangka karena diduga menerima duit dari para tersangka dan terdakwa perkara ini untuk meredam sorotan auditor negara terhadap proyek BTS 4G yang bermasalah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Namun kritik tajam masih mengarah ke Korps Adhyaksa—julukan kejaksaan. Penyidikan kejaksaan terhadap perkara pokok, yaitu korupsi dalam pengadaan dan pembangunan BTS 4G beserta infrastruktur pendukungnya, dinilai mengendur.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Koordinator Divisi Kampanye Publik Indonesia Corruption Watch, Tibiko Zabar Pradano, menilai penegakan hukum penyidik kejaksaan belakangan ini terlihat lebih mengarah pada pengusutan kasus dugaan pengamanan perkara korupsi BTS 4G. Padahal, kata dia, masih banyak yang belum diungkap pada perkara utama dalam korupsi yang ditaksir telah merugikan keuangan negara hingga Rp 8,03 triliun ini.
"Kami berharap jaksa dan penyidik tak lupa terhadap perkara utama yang berkaitan dengan kasus ini," kata Tibiko pada Jumat, 3 November 2023.
Perkara utama dalam kasus dugaan korupsi BTS 4G berkaitan dengan pembangunan menara telekomunikasi dan infrastruktur pendukungnya di 9.000 titik lokasi. Diinisiasi pemerintah pada 2020, proyek BTS 4G dijalankan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) melalui Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti).
Namun tahap I proyek tersebut, berupa pembangunan BTS 4G di 4.200 titik lokasi dengan anggaran Rp 10,8 triliun, jauh-jauh hari sudah sarat masalah. Hingga Maret 2022, hanya 958 menara yang rampung dibangun.
Hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menaksir korupsi proyek ini telah merugikan keuangan negara senilai Rp 8,03 triliun. Nilai kerugian dihitung dari biaya penyusunan kajian pendukung yang disinyalir hanya akal-akalan, penggelembungan harga (mark up), dan pembayaran kepada kontraktor kendati BTS tidak atau belum terbangun.
Anggota III Badan Pemeriksa Keuangan Achsanul Qosasi bersama Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate di Konferensi Tingkat Tinggi Supreme Audit Institution 20 (SAI20), Nusa Dua, Bali, 30 Agustus 2022. Bpk.go.id
Perkara inilah yang mendudukkan Johnny Gerard Plate, bekas Menteri Kominfo, ke kursi terdakwa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta. Jaksa juga telah mendakwa lima tersangka awal lainnya, yaitu Anang Achmad Latif; mantan Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia Tbk, Galumbang Menak Simanjuntak; Tenaga Ahli Human Development Universitas Indonesia, Yohan Suryanto; Account Director PT Huawei Tech Investment, Mukti Ali; dan mantan komisaris PT Solitechmedia Synergy, Irwan Hermawan. Persidangan mereka kini memasuki tahap akhir setelah jaksa membacakan tuntutan.
Sedangkan kasus yang menyeret Achsanul Qosasi merupakan perkara berbeda, meski berkaitan. Mantan anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrat itu ditetapkan sebagai tersangka dalam kluster kasus "pengamanan perkara". Kasus ini mencuat sejak Mei lalu ketika Irwan Hermawan, dalam proses penyidikan korupsi BTS 4G, membeberkan adanya aliran dana ke sejumlah pihak untuk meredam sorotan penegak hukum, BPK, serta DPR terhadap pelaksanaan proyek yang bermasalah.
Achsanul merupakan tersangka ketiga dalam kluster kasus pengamanan perkara. Sebelumnya, pada pertengahan Oktober lalu, kejaksaan lebih dulu menjerat Naek Parulian Washington Hutahaean alias Edward Hutahaean dan Sadikin Rusli. Nama yang terakhir diduga menerima fulus sebesar Rp 40 miliar untuk disetorkan ke pihak di BPK.
Terdakwa kasus dugaan korupsi BTS 4G, mantan komisaris PT Solitechmedia Synergy Irwan Hermawan (kanan) dan Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia Tbk Galumbang Menak Simanjuntak, di Pengadilan Tipikor, Jakarta, 17 Oktober 2023. TEMPO/Hilman Fathurrahman W.
Tibiko mengatakan sejauh ini penyidikan kejaksaan baru menyasar para pelaku pada kluster perencanaan pengadaan dan pengamanan perkara. Padahal, kata dia, megaproyek bermasalah ini juga melibatkan pelaksana proyek, baik konsorsium pemenang tender maupun subkontraktor barang dan jasa.
Menurut dia, kejaksaan seharusnya menggeber penyidikan pada perkara utama dengan cara mengejar dugaan keterlibatan para pelaksana proyek BTS 4G. Pengusutan terhadap kluster penerima proyek diharapkan bisa membuat kasus ini semakin terang. Upaya pengembalian kerugian negara juga bakal lebih optimal.
Tibiko khawatir berlarutnya penanganan perkara pokok dalam kasus ini justru akan menyulitkan penyidik karena para pelaku lain yang belum terjerat bisa leluasa menghilangkan barang bukti. "Jangan sampai tindakan kejaksaan justru menangguhkan fakta-fakta lain bahwa ada pihak yang menikmati proyek ini," ujarnya.
Sederet Nama Tenar Masih Pudar
Sebetulnya, selain enam terdakwa di kluster perencanaan dan tiga tersangka di kluster pengamanan perkara, kejaksaan juga telah menetapkan tujuh tersangka lain di pusaran korupsi BTS 4G. Empat di antaranya adalah tersangka pada kluster pelaksana proyek, yaitu Direktur Utama PT Basis Utama Prima, Muhammad Yusrizki; Direktur Utama PT Sansaine Exindo, Jemmy Sutjiawan; pejabat pembuat komitmen Bakti, Elvano Hatorangan; serta Kepala Divisi Lastmile dan Backhaul Bakti, Muhammad Feriandi Mirza.
Penetapan tersangka Yusrizki pada pertengahan Juni lalu menarik perhatian. Kejaksaan menyebutkan PT Basis Utama Prima (BUP) yang dipimpin Yusrizki merupakan pemasok sistem catu daya dan panel surya proyek BTS 4G. Persoalannya, dia hanya pengurus perusahaan. Adapun mayoritas saham perusahaan ini dimiliki oleh Hapsoro Sukmonohadi, suami Ketua DPR Puan Maharani. Sebesar 0,01 persen saham perseroan dimiliki PT Mohammad Mangkuningrat, perusahaan milik Mohammad Arsjad Rasjid Prabu Mangkuningrat, Ketua Umum Kadin non-aktif yang kini menjadi Ketua Tim Pemenangan Nasional Ganjar Pranowo-Mahfud Md.
Hingga saat ini, belum diperoleh informasi detail mengenai kasus Yusrizki yang berkas pemeriksaannya telah lengkap dan akan dilimpahkan ke pengadilan. Kejaksaan Agung juga belum pernah menggelar pemeriksaan terhadap pemegang saham PT BUP, Hapsoro dan Arsjad Rasjid.
Terdakwa kasus dugaan korupsi menara pemancar sinyal atau BTS 4G Kominfo Muhammad Yusrizki menghadiri sidang lanjutan kasus di Pengadilan Tipikor, Jakarta, 4 Oktober 2023. ANTARA/Muhammad Adimaja
Yang jelas, sejumlah saksi di persidangan terdakwa Johnny Plate mengakui memberikan dana senilai puluhan miliar rupiah kepada Yusrizki. Duit itu mereka setorkan karena mendapat untung gede setelah menjadi vendor proyek BTS 4G di bawah koordinasi PT BUP. Direktur PT Bintang Komunikasi Utama, Rohadi, misalnya, mengaku menyetorkan Rp 75 miliar secara bertahap kepada Yusrizki. Menurut Rohadi, Yusrizki mengembalikan Rp 56,4 miliar setelah kejaksaan menyidik kasus ini.
Yanar Wasesa, kuasa hukum PDI Perjuangan yang mewakili Hapsoro, sebelumnya membantah dugaan keterlibatan Hapsoro dalam proyek BTS 4G. “Mas Happy—begitu Hapsoro dipanggil—tidak pernah cawe-cawe urusan proyek BTS Bakti. PT BUP tidak pernah mendapat pekerjaan proyek BTS 4G itu,” kata Yanuar ketika dimintai konfirmasi pada Jumat, 16 Juni lalu.
Arsjad Rasjid pernah membenarkan perusahaannya merupakan salah satu pemegang saham PT BUP. Namun dia menyatakan tak mengetahui kegiatan operasional PT BUP dan keterkaitannya dengan proyek BTS 4G.
Menurut dia, kepemilikan saham oleh PT Mohammad Mangkuningrat itu hanya untuk memenuhi batas minimum jumlah pemegang saham yang dipersyaratkan oleh Undang-Undang Perseroan Terbatas. Dia menjadi pemegang saham karena diminta Happy, teman dekatnya. "Saya hanya sebagai pendamping," kata Arsjad ketika ditemui di kantornya di Karet Semanggi, Jakarta Selatan, pada Rabu, 21 Juni lalu.
Menteri Pemuda dan Olahraga Dito Ariotedjo memberikan keterangan sebagai saksi dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam proyek pengadaan menara BTS 4G BAKTI Kominfo di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, 11 Oktober 2023. TEMPO/ Hilman Fathurrahman W.
Penanganan kasus pada kluster pengamanan perkara juga masih menyisakan tanda tanya ihwal dugaan aliran dana dari para tersangka kepada Ario Bimo Nandito Ariotedjo. Nama Menteri Pemuda dan Olahraga ini disebut dalam pemeriksaan terhadap Irwan Hermawan yang menyatakan Dito Ariotedjo menerima fulus Rp 27 miliar.
Dalam proses penyidikan dan ketika bersaksi di persidangan, Dito membantah tuduhan tersebut. Namun saksi lainnya, seperti Resi Yuki Bramani, mengaku menyerahkan uang tersebut dalam dua tahap di rumah Jalan Denpasar Nomor 34, Jakarta Selatan. Resi adalah anak buah terdakwa Galumbang Menak di Moratelindo.
Dan yang paling misterius adalah dugaan pemberian dana senilai Rp 70 miliar untuk Senayan. Tersangka Windi Purnama, orang kepercayaan Irwan Hermawan, menyatakan memberikan dana itu dalam dua tahap kepada Nistra Yohan, mantan staf ahli Komisi I DPR—alat kelengkapan Dewan yang menjadi mitra Kementerian Kominfo. Persoalannya, Nistra telah mangkir tiga kali dari panggilan penyidik. Kejaksaan juga sempat mengungkapkan bahwa mereka belum bisa menemukan keberadaannya.
Desakan Menjerat Konsorsium Pemenang Tender
Sependapat dengan Tibiko, pakar hukum pidana Universitas Islam Indonesia (UII) Mudzakir menilai kejaksaan belum berfokus mengusut kluster pelaksana proyek. Mengingat besarnya kasus ini, dia menduga para aktor dalam proyek bermasalah ini bukan orang sembarangan. Para pemilik ataupun pengurus perusahaan penggarap proyek, kata dia, ada kemungkinan memiliki kedekatan dengan pejabat yang terlibat korupsi BTS 4G.
"Jadi, penting bagi kejaksaan untuk mengusut bagaimana keterlibatan konsorsium pemenang proyek dalam kasus ini," kata Mudjakir, kemarin. "Jika terlibat, mereka bisa dijerat dengan pidana korporasi."
Menurut Mudzakir, kejaksaan bisa menggunakan Peraturan Mahkamah Agung Nomor Tahun 2016 tentang Tata Cara Penanganan Perkara Tindak Pidana oleh Korporasi. Dalam peraturan ini, ada tiga syarat untuk bisa menjerat konsorsium. Pertama, korporasi telah menerima keuntungan dari tindak pidana. Kedua, korporasi membiarkan adanya tindak pidana terjadi. Dan ketiga, korporasi tidak melakukan pencegahan. “Semua syarat itu sudah dipenuhi sehingga penyidik bisa memeriksa,” ujarnya.
Menara BTS 4G Bakti Kominfo di Desa Nonotbatan, Kabupaten Timor Tengah Utara, Nusa Tenggara Timur. Foto: Marcel Manek
Pakar hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, bisa memahami kejaksaan perlu membagi fokus penanganan di setiap kluster kasus korupsi BTS 4G. Dengan begitu, pengusutan perkara bisa efisien.
Namun, sependapat dengan Mudzakir, Firckar juga berharap penyidik terus menelusuri relasi antar-aktor, dari pejabat, konsorsium pemenang tender, hingga perusahaan-perusahaan lain yang kebagian pekerjaan. "Karena nilai kerugian negara yang cukup besar, saya yakin aliran dana dalam kasus ini tidak hanya ke konsorsium proyek, tapi juga banyak korporasi lainnya," kata dia.
Proyek BTS 4G dan infrastruktur pendukungnya dikerjakan dalam dua tahap. Pada dua tahapan itu, pengadaan dibagi dalam paket pekerjaan sesuai dengan wilayah proyek. Tiga konsorsium menjadi pemenang tender di dua tahapan proyek tersebut. Paket 1-2 dimenangi konsorsium PT Fiberhome, PT Infrastruktur Telekomunikasi Indonesia, dan PT Multi Trans Data. Paket 3 digarap oleh konsorsium PT Aplikasi Lintasarta, PT Huawei Tech Investment, dan PT Surya Energi Indonesia. Adapun paket 4-5 dikantongi konsorsium PT Infrastruktur Bisnis Indonesia dan PT ZTE Indonesia.
Kemarin, setelah mengumumkan penetapan tersangka Achsanul Qosasi, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana, belum bisa memaparkan perkembangan penyidikan lain dalam kasus ini. Dia hanya menegaskan bahwa penyidik sudah memeriksa semua kluster di pusaran kasus korupsi BTS 4G, termasuk penerima dana penghalangan penyidikan (obstruction of justice).
Menurut Ketut, penyidik terus memeriksa perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam tiga konsorsium pelaksana proyek BTS 4G. Rabu, 1 November lalu, kejaksaan juga telah memanggil enam saksi. Dua di antaranya adalah Dirut PT Infrastruktur Bisnis Sejahtera, Makmur Jauhari; serta Direktur PT Bintang Komunikasi Utama, Rohadi. “Jadi, harap bersabar. Semua kami periksa,” ujarnya.
HENDRIK YAPUTRA | EKA YUDHA SAPUTRA | ANDI ADAM FATHURAHMAN | AVIT HIDAYAT | JIHAN RISTIYANTI | IMAM HAMDI
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo