Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menyebut kelompok Jamaah Islamiyah (JI) dan Jamaah Ansharud Daulah (JAD) sebagai jaringan teroris yang paling mengancam.
Kelompok JAD dan jaringan lain yang terafiliasi dengan ISIS mempunyai empat tingkatan.
Pengaruh ISIS di Indonesia berkurang sejak 2104.
JAKARTA - Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menyebut kelompok Jamaah Islamiyah (JI) dan Jamaah Ansharut Daulah (JAD) sebagai jaringan teroris yang paling mengancam saat ini. Kedua kelompok ini dinilai punya gerakan dan propaganda yang berbeda tapi satu tujuan dalam menegakkan sistem khilafah dan aksi teror. "Mereka telah bertransformasi dan mempunyai cara masing-masing untuk mengembangkan diri," ujar Direktur Pencegahan BNPT Irfan Idris saat dihubungi, pekan lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kelompok JAD, yang terafiliasi dengan jaringan teror Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS), misalnya, banyak menyiarkan propaganda gerakan mereka di berbagai media. Mereka menyebarkan paham intoleransi, menjaring simpatisan lewat propaganda dengan isu ketauhidan, mendirikan syariat Islam, mengembangkan narasi akhir zaman, hingga menyebutkan adanya syirik demokrasi.
Adapun kelompok JI, yang terafiliasi dengan jaringan teror Al-Qaidah, beradaptasi dalam mengembangkan organisasinya. JI menginfiltrasi berbagai kegiatan yang bersentuhan langsung dengan masyarakat secara formal dan informal. Mereka mendekati masyarakat lewat berbagai kegiatan, seperti pengajian, pengumpulan sumbangan, bedah buku, dan kegiatan sosial.
Kegiatan tersebut merupakan strategi tamkin yang mereka kembangkan. Strategi tamkin merupakan upaya menempatkan dan menguasai wilayah dengan cara masuk ke institusi legal di pemerintahan dan masyarakat. "Bahkan kini mereka tidak membawa nama jaringan untuk merekrut dan mencekoki masyarakat dengan paham radikal dan intoleransi," ujar Irfan. "Tapi, begitu narasi propaganda diterima, mereka langsung masuk mendoktrinasi."
Juru bicara Detasemen Khusus Antiteror atau Densus 88, Komisaris Besar Aswin Siregar, mengatakan jaringan teroris memang semakin pintar bertransformasi di tengah masyarakat. JI dan JAD menjadi jaringan teroris yang masih aktif bergerak di Indonesia.
Pada 11-12 April lalu, tim Densus menangkap enam anggota Jamaah Islamiyah di Kabupaten Mesuji dan Pringsewu, Lampung. Aksi baku tembak sempat terjadi antara tim Densus dan para terduga teroris sebelum mereka ditangkap. "Dua di antaranya tewas," ujarnya. "Kami juga menyita senapan M-16." Mereka yang ditangkap adalah teroris yang berperan menyimpan dan merakit senjata hingga merencanakan aksi teror.
Sebelum menangkap para terduga teroris di Lampung, tim Densus membekuk empat warga Uzbekistan yang masuk kelompok Katibat al Tawhid wal Jihad. Kelompok ini bagian dari Al-Nusrah Front for the People of the Levant yang merupakan cabang Al-Qaidah. Mereka yang ditangkap adalah Bekhzod Anorbek Ugli Baytoev, Olimjon Mukhtor Ugli Makhmudov, Murodjon Ibrokhimjon Ugli Rakhimov, dan Bakhromjon Kabil Djanovich Azizov. "Mereka bagian media propaganda dan pengembangan jaringan dari kelompok Katibat al Tawhid," ucap Aswin.
Pegiat media Ruang Ngobrol, wadah mantan narapidana kasus terorisme, Arif Budi Setiawan, mengatakan kelompok yang terafiliasi dengan Al-Qaidah, seperti Jamaah Islamiyah, merupakan jaringan teroris yang mesti diwaspadai. Sebab, menurut dia, jaringan ini mempunyai sistem yang terstruktur dengan pembagian tugas yang rapi. Jaringan ini juga mempunyai ideologi dan cita-cita menegakkan syariat Islam melalui dakwah dan jihad.
Perjuangan dakwah adalah bagian yang terbuka, legal, dan bersentuhan langsung dengan umat Islam. Sedangkan bagian militer adalah perjuangan yang bersifat sirri atau dirahasiakan. "Bahkan bagian sirri ini tidak diketahui mayoritas anggotanya, apalagi simpatisannya," ujar eks narapidana teroris dari JI itu.
Bagi kelompok JI, kata Arif, jihad masih bisa ditunda sampai dibutuhkan. Hal ini berbeda dengan dakwah dan aktivitas sosial untuk membangun umat. Arif menambahkan, aktivitas dakwah dan membangun umat inilah yang terus digencarkan kelompok JI. Kelompok ini tidak berorientasi membuat aksi teror di dalam negeri. Orientasi jihad mereka bersifat global di wilayah konflik.
Dalam strategi jangka panjang perjuangan mereka, Arif mengimbuhkan, ada tahapan yang boleh menggunakan kekuatan bersenjata untuk meraih kekuasaan. "Inilah yang membuat mereka masih terus berlatih mempersiapkan diri atau i'dad untuk menghadapi kondisi ketika perjuangan mereka memerlukan kekuatan militer," ucap pria yang pernah digembleng di dalam kelompok JI pada 1995-2008 itu.
Kelompok Jamaah Islamiyah paling banyak tersebar di wilayah Jawa, Sumatera, Sulawesi, Nusa Tenggara Barat, dan Maluku. Basis kekuatan JI ada di Jawa Tengah dan Jakarta. Jaringan kelompok ini bisa terus berkembang karena dibangun atas kesadaran bersama bahwa mereka belum pada tahapan menegakkan syariat Islam dalam lingkup negara. "Mereka masih merintis jalan menuju ke sana. Itulah mengapa Jamaah Islamiyah terkesan tidak konfrontatif dan malah membaur dengan masyarakat," ujarnya.
Anggota kelompok Katibat al Tawhid wal Jihad ditangkap Layanan Keamanan Federal Rusia (FSB) di Moskow, Rusia, 25 Austus 2021. REUTERS
Empat Tingkat Garis Perjuangan
Berbeda dengan jaringan Al-Qaidah, Jamaah Ansharut Daulah yang terafiliasi dengan ISIS mempunyai garis perjuangan yang lebih terbuka dalam melakukan propaganda. Kelompok ini juga berpotensi langsung menyerang saat punya kesempatan. Dalam pembuktian keimanan, kelompok JAD ataupun jaringan lain yang terafiliasi dengan ISIS mempunyai empat tingkatan.
Pada level satu, kata Arif, mereka membuktikan keimanan dengan melancarkan aksi serangan kepada musuh meski dengan pisau, melempar batu, dan lainnya. Sumbangan dana untuk aksi menyerang musuh bagian dari pembuktian keimanan level dua. Level tiga, menyumbang untuk tiga keluarga yang mati atau dipenjara karena aksi terorisme. Adapun level keempat, menyebarkan paham dan narasi pembelaan terhadap ISIS. "Kecenderungan mereka bermain di propaganda," ucapnya.
Mantan narapidana kasus terorisme dari jaringan JAD, Hendro Fernando, menguatkan pernyataan Arif. Menurut Hendro, anggota ataupun simpatisan JAD cenderung bertindak reaktif selagi mempunyai kesempatan. Kelompok teror yang terafiliasi dengan ISIS itu berpotensi memberikan ancaman dalam jangka pendek. "Kalau ISIS, begitu ada kesempatan, langsung menghajar. Tidak seperti Jamaah Islamiyah yang mempunyai konsep matang dan jangka panjang," ujarnya.
Hendro menuturkan pengaruh ISIS di Indonesia pun berkurang sejak 2104. Satu per satu amir atau pemimpin wilayah mereka ditangkap. Saat ini, kekuatan kelompok teror yang terafiliasi dengan ISIS bergeser ke wilayah Afrika. Menurut dia, gerakan JAD kini sudah kurang diakui oleh ISIS. Bahkan aksi bom bunuh diri yang dilakukan anggota JAD di Bandung beberapa waktu lalu tidak diakui oleh ISIS. “Tapi jumlah simpatisan kelompok ini masih cukup besar di Jawa Tengah dan Jawa Barat," ujarnya.
Meski begitu, kelompok JAD ataupun ISIS tetap menjadi kelompok teror di Indonesia yang masih mengancam dan mesti diwaspadai. Apalagi kelompok tersebut masih terus beradaptasi dan melakukan propaganda, baik secara langsung maupun lewat media sosial. "Terutama Jamaah Islamiyah yang mempunyai jaringan yang lebih terstruktur dan program jangka panjang," ujarnya. "Kelompok Jamaah Islamiyah inilah yang bakal menjadi ancaman besar untuk jangka panjang."
IMAM HAMDI
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo