Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA - Pelemahan nilai tukar rupiah hingga mendekati 15 ribu per dolar Amerika Serikat menjadi tanda bahaya bagi kemampuan pembayaran utang luar negeri pemerintah dan swasta. Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Bhima Yudhistira Adhinegara, mengatakan uji ketahanan (stress test) yang dilakukan lembaga pemeringkat Standard and Poor menunjukkan ambang batas pelemahan rupiah yang bisa ditanggung korporasi maksimal adalah 15 ribu per dolar AS. "Jika di atas itu, tekanan keuangan perusahaan cukup besar sehingga akan memicu krisis sistemik gagal bayar utang," kata dia kepada Tempo, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bhima mengatakan tidak semua korporasi yang memiliki utang berbasis dolar mampu melakukan lindung nilai (hedging) di tengah kondisi saat ini. "Biayanya mahal," katanya. Menurut dia, opsi untuk menerbitkan utang baru juga tidak murah setelah bunga acuan bank sentral Amerika Serikat atau Fed Fund Rate naik. Imbal hasil obligasi swasta pun meningkat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Agar selamat di tengah tekanan terhadap rupiah, Bhima menyarankan supaya korporasi mencari tambahan modal atau utang dari sumber pendanaan dalam negeri, atau menerbitkan instrumen utang berdenominasi rupiah. "Pemerintah juga bisa membantu dengan memberi keringanan pajak untuk penerbitan obligasi berbasis rupiah," katanya.
Berdasarkan data Bank Indonesia, nilai utang luar negeri swasta jangka pendek di bawah satu tahun mencapai US$ 45,9 miliar. Adapun utang pemerintah yang jatuh tempo pada akhir tahun ini sebesar US$ 9,1 miliar. Bhima mengatakan, dengan pembengkakan kurs dolar dari Rp 13.400 (dalam asumsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) menjadi Rp 14.800 saat ini, utang yang harus dibayar pemerintah dan swasta bisa membengkak, masing-masing Rp 12,7 triliun dan Rp 64,3 triliun.
Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Piter Abdullah, mengatakan tambahan beban cicilan dan pokok bunga yang harus dibayar pemerintah akan mengikuti depresiasi nilai tukar, yakni sekitar 9 persen. Meski demikian, menurut dia, posisi utang pemerintah masih aman lantaran ada cadangan devisa US$ 118,3 miliar.
Direktur Strategi dan Portofolio Utang Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan, Schneider Siahaan, memastikan pemerintah mampu membayar seluruh beban utang luar negeri yang jatuh tempo akhir tahun ini. "Total yang jatuh tempo 10 persen dari outstanding. Dan enggak usah khawatir, kita sudah siap untuk membayar," ujarnya kepada Tempo, kemarin.
Untuk membayar utang jatuh tempo tahun ini, kata Schneider, pemerintah melakukan refinancing dalam bentuk penarikan pinjaman dolar atau penerbitan surat utang berdenominasi dolar. "Kami tarik semua dolar untuk menutup utang yang jatuh tempo, sejak semester I," katanya. Menurut dia, pemerintah telah memperhitungkan kemungkinan fluktuasi kurs rupiah yang lebih tajam. "Walaupun nanti dolar naik sampai Rp 15 ribu, masih ada dananya."
Kemarin kurs rupiah ditutup menguat di level 14.891 per dolar AS berdasarkan kurs tengah JISDOR Bank Indonesia, sedikit membaik dibanding hari sebelumnya pada level 14.910 per dolar AS.
Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan rasio utang luar negeri pemerintah cukup rendah, yakni 34 persen. "Jauh di bawah krisis 1997-1998 yang mencapai 60 persen," ujarnya. GHOIDA RAHMAH
Rupiah Lesu, Utang Membengkak
Cadangan dolar bakal terus mengalir deras hingga akhir tahun ini untuk membayar utang luar negeri. Lesunya kurs rupiah menyebabkan nilai utang yang harus dibayar dalam dolar kian mahal.
Utang luar negeri pemerintah yang jatuh tempo pada akhir 2018: US$ 9,1 miliar
Rinciannya:
- Utang pokok US$ 5,2 miliar
- Beban bunga US$ 3,8 miliar
Asumsi pembengkakan:
- Dengan kurs 13.400 per dolar AS (asumsi APBN 2018), pemerintah membayar Rp 121,9 triliun.
- Dengan kurs saat ini 14.800 per dolar AS, pemerintah membayar Rp 134,6 triliun.
Pembengkakan akibat kurs: Rp 12,7 triliun.
Utang swasta jangka pendek di bawah 1 tahun: US$ 45,9 miliar.
Asumsi pembengkakan:
- Dengan kurs (spot) waktu awal peminjaman 13.400 per dolar AS, utang yang dibayar Rp 615,0 triliun.
- Dengan kurs (spot) saat in 14.800 per dolar AS, utang yang harus dibayar Rp 679,3 triliun.
Pembengkakan akibat kurs: Rp 64,3 triliun.
Utang Luar Negeri( US$ miliar)
Peminjam | 2015 | 2016 | 2017 | Juni 2018 | Pemerintah dan bank sentral 142,60 | 158,28 | 180,62 | 179,73 | Swasta | 168,12 | 161,72 | 171,78 | 176 | Total | 310,73 | 320,00 | 352,40 | 355,7 |
Indikator Beban Utang Luar Negeri (%)
Rasio | 2015 | 2016 | 2017 | Kuartal 1 2018 | Rasio pembayaran utang tahunan Tier 1 | 30,57 | 35,35 | 25,62 | 25,67 | Rasio pembayaran utang tahunan Tier 2 | 62,95 | 61,56 | 53,05 | 52,37 | Rasio utang terhadap ekspor | 168,39 | 176,14 | 168,25 | 166,58 | Rasio utang terhadap PDB | 36,09 | 34,30 | 34,79 | 34,77 |
GHOIDA RAHMAH |ANDI IBNU | SUMBER: BANK INDONESIA, KEMENTERIAN KEUANGAN
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo