Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Salah satu alasan mengadopsi spirit doll untuk mengusir rasa sepi.
Alasan lain sebagai pengganti sesuatu atau seseorang yang hilang.
Masyarakat sebaiknya mencoba memahami alasan mereka mengadopsi dan merawat boneka arwah.
Kesepian. Itulah salah satu alasan Angga Wira mengadopsi dan merawat spirit doll. Angga memang tinggal di rumah bersama ayah, ibu, adik, paman, serta kakek dan neneknya di Denpasar Timur, Kota Denpasar, Bali. Tapi ada saatnya perasaan merasa sendiri itu hadir. “Jadi, saya mengadopsi mereka (spirit doll) supaya ada teman,” tutur pria yang punya lima boneka arwah itu kepada Tempo, Selasa lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Meski kesepiannya hilang, Angga mengaku, temannya berkurang. Orang yang tetap berteman dengannya hanya mereka yang tulus dan bisa menerima kondisinya. Pria berusia 20 tahun itu yakin boneka arwah yang dirawatnya berupaya menjauhkannya dari teman yang tidak tulus maupun memiliki niat jahat kepadanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Para ahli psikologi berpendapat bahwa alasan seseorang mengadopsi spirit doll, antara lain, karena kesepian, tidak punya teman curhat, atau membutuhkan penyaluran kasih sayang. "Hal itu tidak bisa terpenuhi karena ada hambatan-hambatan tertentu," kata dosen psikologi Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Cahyaning Suryaningrum.
Contohnya, seseorang yang sangat menginginkan anak, tapi belum mendapatkannya lantaran belum menikah. Ada pula yang kesulitan menjalin kedekatan dengan orang lain, khususnya lawan jenis. Jika semua kebutuhan psikologis ini terpenuhi, orang tersebut biasanya tidak akan mencari benda mati sebagai pengganti.
Ada juga seseorang yang ingin menyalurkan rasa kasih sayang dan merawat orang lain, tapi belum bisa mewujudkannya. “Hal-hal itulah yang mendorong beberapa orang mencari alternatif lain sebagai pengganti teman, yaitu spirit doll.”
Dosen psikologi Universitas Muhammadiyah Malang, Cahyaning Suryaningrum. Humas UMM
Kepala Program Studi Magister Psikologi Profesi UMM itu melihat fenomena adopsi spirit doll mirip dengan orang yang memelihara dan menjalin kelekatan dengan hewan peliharaan. Hanya berbeda pada obyek yang dipilih.
Menurut Cahyaning, pengadopsi boneka arwah tidak bisa disebut mengalami kelainan mental sepanjang fungsi-fungsi psikologisnya normal. Begitu pula dengan proses pikir yang masih koheren dan tidak mengganggu perannya dalam menjalani kehidupan.
Cahyaning mengungkapkan, untuk mendiagnosis apakah seseorang memiliki masalah mental, perlu melihat banyak faktor. Salah satunya melalui gejala-gejala yang tidak normal. Tidak hanya seberapa banyak jumlah gejala, tapi juga melihat intensitas dari sejumlah gejala tersebut.
Ia mengatakan sesekali bercerita kepada spirit doll mengenai beban hidup boleh saja. Namun hal terpenting adalah mengatasi hambatan psikologis itu sehingga orang tersebut dapat menyalurkan kebutuhan psikologisnya dengan cara lazim.
Pelabelan negatif oleh masyarakat kepada pengadopsi spirit doll justru bisa membuat mereka tertekan. Akan lebih bijak kalau lingkungan sekitar mencoba memahami alasan mereka melakukan hal itu. “Jika kita tahu akar penyebab seseorang memilih boneka arwah, kita jadi tahu cara membantu mengatasinya,” tutur Cahyaning.
Dosen Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada, Prof Drs Koentjoro Soeparno, MBSc, PhD. Staff.ugm.ac.id
Dosen Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada, Koentjoro Soeparno, mengatakan manusia membutuhkan rasa menyayangi dan disayangi. Ia berpendapat bahwa alasan sejumlah artis merawat spirit doll karena kesepian. Para pesohor itu kerap menghibur orang lain, tapi tak ada yang menghiburnya saat sedih atau mengalami masalah.
Pengadopsi spirit doll lainnya merawat boneka arwah untuk mengalihkan obyek atau displacement. Misalnya, seseorang yang baru saja bercerai dan kini tak bisa menyalurkan kasih sayangnya merawat boneka roh agar kebutuhan menyayangi serta disayangi itu tetap bisa diperolehnya. “Ada kebutuhan psikologis mereka yang tak terpenuhi,” tutur Koentjoro.
Namun Koentjoro khawatir pengadopsi spirit doll mengalami halusinasi seiring dengan semakin seringnya ia berinteraksi dan sayang kepada boneka arwah tersebut. Dampaknya, orang di sekitarnya mulai menjauh. “Orang tidak akan sepercaya dulu lagi.”
ABDI PURNOMO (MALANG) | GANGSAR PARIKESIT
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo