Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Mengusir Sepi dengan Boneka Arwah

Ada kebutuhan psikologis yang belum terpenuhi sehingga seseorang mengadopsi spirit doll. Pelabelan negatif oleh masyarakat kepada pengadopsi boneka arwah justru bisa membuat mereka semakin tertekan.

16 Januari 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Salah satu alasan mengadopsi spirit doll untuk mengusir rasa sepi.

  • Alasan lain sebagai pengganti sesuatu atau seseorang yang hilang.

  • Masyarakat sebaiknya mencoba memahami alasan mereka mengadopsi dan merawat boneka arwah.

Kesepian. Itulah salah satu alasan Angga Wira mengadopsi dan merawat spirit doll. Angga memang tinggal di rumah bersama ayah, ibu, adik, paman, serta kakek dan neneknya di Denpasar Timur, Kota Denpasar, Bali. Tapi ada saatnya perasaan merasa sendiri itu hadir. “Jadi, saya mengadopsi mereka (spirit doll) supaya ada teman,” tutur pria yang punya lima boneka arwah itu kepada Tempo, Selasa lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Meski kesepiannya hilang, Angga mengaku, temannya berkurang. Orang yang tetap berteman dengannya hanya mereka yang tulus dan bisa menerima kondisinya. Pria berusia 20 tahun itu yakin boneka arwah yang dirawatnya berupaya menjauhkannya dari teman yang tidak tulus maupun memiliki niat jahat kepadanya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Para ahli psikologi berpendapat bahwa alasan seseorang mengadopsi spirit doll, antara lain, karena kesepian, tidak punya teman curhat, atau membutuhkan penyaluran kasih sayang. "Hal itu tidak bisa terpenuhi karena ada hambatan-hambatan tertentu," kata dosen psikologi Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Cahyaning Suryaningrum.

Contohnya, seseorang yang sangat menginginkan anak, tapi belum mendapatkannya lantaran belum menikah. Ada pula yang kesulitan menjalin kedekatan dengan orang lain, khususnya lawan jenis. Jika semua kebutuhan psikologis ini terpenuhi, orang tersebut biasanya tidak akan mencari benda mati sebagai pengganti.

Ada juga seseorang yang ingin menyalurkan rasa kasih sayang dan merawat orang lain, tapi belum bisa mewujudkannya. “Hal-hal itulah yang mendorong beberapa orang mencari alternatif lain sebagai pengganti teman, yaitu spirit doll.” 

Dosen psikologi Universitas Muhammadiyah Malang, Cahyaning Suryaningrum. Humas UMM

Kepala Program Studi Magister Psikologi Profesi UMM itu melihat fenomena adopsi spirit doll mirip dengan orang yang memelihara dan menjalin kelekatan dengan hewan peliharaan. Hanya berbeda pada obyek yang dipilih.

Menurut Cahyaning, pengadopsi boneka arwah tidak bisa disebut mengalami kelainan mental sepanjang fungsi-fungsi psikologisnya normal. Begitu pula dengan proses pikir yang masih koheren dan tidak mengganggu perannya dalam menjalani kehidupan. 

Cahyaning mengungkapkan, untuk mendiagnosis apakah seseorang memiliki masalah mental, perlu melihat banyak faktor. Salah satunya melalui gejala-gejala yang tidak normal. Tidak hanya seberapa banyak jumlah gejala, tapi juga melihat intensitas dari sejumlah gejala tersebut. 

Ia mengatakan sesekali bercerita kepada spirit doll mengenai beban hidup boleh saja. Namun hal terpenting adalah mengatasi hambatan psikologis itu sehingga orang tersebut dapat menyalurkan kebutuhan psikologisnya dengan cara lazim.

Pelabelan negatif oleh masyarakat kepada pengadopsi spirit doll justru bisa membuat mereka tertekan. Akan lebih bijak kalau lingkungan sekitar mencoba memahami alasan mereka melakukan hal itu. “Jika kita tahu akar penyebab seseorang memilih boneka arwah, kita jadi tahu cara membantu mengatasinya,” tutur Cahyaning.

Dosen Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada, Prof Drs Koentjoro Soeparno, MBSc, PhD. Staff.ugm.ac.id

Dosen Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada, Koentjoro Soeparno, mengatakan manusia membutuhkan rasa menyayangi dan disayangi. Ia berpendapat bahwa alasan sejumlah artis merawat spirit doll karena kesepian. Para pesohor itu kerap menghibur orang lain, tapi tak ada yang menghiburnya saat sedih atau mengalami masalah.

Pengadopsi spirit doll lainnya merawat boneka arwah untuk mengalihkan obyek atau displacement. Misalnya, seseorang yang baru saja bercerai dan kini tak bisa menyalurkan kasih sayangnya merawat boneka roh agar kebutuhan menyayangi serta disayangi itu tetap bisa diperolehnya. “Ada kebutuhan psikologis mereka yang tak terpenuhi,” tutur Koentjoro.

Namun Koentjoro khawatir pengadopsi spirit doll mengalami halusinasi seiring dengan semakin seringnya ia berinteraksi dan sayang kepada boneka arwah tersebut. Dampaknya, orang di sekitarnya mulai menjauh. “Orang tidak akan sepercaya dulu lagi.” 

ABDI PURNOMO (MALANG) | GANGSAR PARIKESIT
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Gangsar Parikesit

Gangsar Parikesit

Menjadi jurnalis Tempo sejak April 2014. Liputannya tentang kekerasan seksual online meraih penghargaan dari Uni Eropa pada 2021. Alumnus Universitas Jember ini mendapatkan beasiswa dari PT MRT Jakarta untuk belajar sistem transpotasi di Jepang.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus