Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Sebelum menggeledah rumah dinas Menteri Syahrul Yasin Limpo, KPK telah menetapkan tiga tersangka dalam kasus dugaan saweran pejabat di lingkungan Kementerian Pertanian.
Kasus dugaan saweran pejabat bukan satu-satunya perkara yang tengah diusul KPK. Dua kluster dugaan tindak pidana lainnya masih ditelusuri penyidik.
Lambannya penetapan status penyidikan dan tersangka di kasus Menteri Syahrul jadi kasak-kusuk di internal komisi antikorupsi. Ada pimpinan KPK yang menolak.
JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi dikabarkan telah menetapkan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo sebagai tersangka kasus dugaan korupsi di lingkungan Kementerian Pertanian. Status yang sama juga disematkan kepada Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian, Kasdi Subagyono; dan Direktur Alat Mesin Pertanian, Muhammad Hatta.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sumber Tempo yang mengetahui penanganan kasus ini mengungkapkan surat penetapan tersangka Syahrul dan dua anak buahnya tersebut telah diteken pimpinan KPK pada Selasa lalu. Syahrul diduga menerima fulus dari para pejabat eselon di lingkungan Kementerian Pertanian. Duit “saweran” itu disinyalir dikoordinasi oleh Kasdi Subagyono dan dipungut oleh Muhammad Hatta.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Kasusnya pemerasan terkait dengan jabatan,” kata penegak hukum di KPK itu, Kamis, 28 September 2023.
Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri, membenarkan bahwa lembaganya telah menyidik dan menetapkan tersangka dalam kasus dugaan korupsi di Kementerian Pertanian. Namun dia enggan membeberkan ihwal tersangka yang dimaksudkan.
Ali hanya menjelaskan bahwa tim penyidik masih terus mengumpulkan bukti dalam kasus ini, termasuk dengan menggeledah rumah dinas Menteri Syahrul di Kompleks Widya Chandra, Jakarta Selatan, kemarin. “Kami akan sampaikan seluruh proses penanganan perkara secara utuh pada saatnya,” ujar Ali.
Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah salah satu mobil di rumah dinas Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo di Jakarta, 28 September 2023. TEMPO/Hilman Fathurrahman W.
Penggeledahan di rumah dinas Menteri Syahrul Yasin Limpo berlangsung hingga tadi malam dengan penjagaan sejumlah polisi yang menenteng senjata laras panjang. Sembilan mobil berderet di halaman rumah itu, dua di antaranya terparkir di garasi. Sejumlah penyidik yang mengenakan rompi KPK terlihat menggeledah dua kendaraan tersebut.
Adapun Syahrul tengah berada di Roma, Italia, untuk mengikuti acara Global Conference on Sustainable Livestock Transformation yang digelar oleh Badan Pangan Dunia (FAO). Wakil Ketua Dewan Pakar Pusat Partai NasDem itu tak merespons panggilan telepon dan pesan permintaan klarifikasi yang dikirim Tempo ihwal kabar KPK yang telah menetapkannya sebagai tersangka. Kasdi Subagyono serta Kepala Biro Humas dan Informasi Publik Kementerian Pertanian, Kuntoro Boga Andri, setali tiga uang.
Kemarin, di tengah berlangsungnya penggeledahan, dua pria yang ditengarai sebagai pengacara tampak berniat masuk ke rumah dinas Syahrul. Mereka mengaku dimintai tolong oleh seorang kolega yang juga politikus NasDem agar ikut memantau jalannya penggeledahan. Namun petugas tak mengizinkan mereka.
“Kami ditolak karena belum resmi jadi kuasa hukumnya,” kata seorang di antaranya. Sebuah papan nama bertulisan Sugandi menempel di bagian dada kemeja biru lengan panjang yang dikenakan pria itu.
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (kanan) dan Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian, Kasdi Subagyono, di Jakarta, 17 Agustus 2022. Dok. Bayer
Pangkal Perkara Penjerat Menteri Syahrul
KPK menyelidiki dugaan korupsi di lingkungan Kementerian Pertanian sejak 16 Januari lalu lewat penerbitan Surat Perintah Penyelidikan Nomor 05/Lid.01.00/01/01/2023. Namun kasus yang bermula dari laporan masyarakat pada pertengahan 2020 ini baru mencuat pada Juli lalu. Kala itu, gelar perkara yang diikuti pimpinan KPK setuju untuk meningkatkan penanganan kasus ke tahap penyidikan.
Catatan gelar perkara tersebut, yang diperoleh Tempo, juga menyebutkan tiga inisial calon tersangka: SYL, KSD, dan HTA. Jabatan para calon tersangka itu jelas menunjuk Syahrul Yasin Limpo, Kasdi Subagyono, dan Muhammad Hatta.
Sumber Tempo mengungkapkan, sebelum naik ke penyidikan, penanganan kasus ini di tahap penyelidikan juga telah menemukan bukti yang cukup lengkap. KPK, kata dia, telah mendapatkan keterangan dari saksi kunci ihwal praktik saweran dari para pejabat eselon Kementerian Pertanian melalui Kasdi dan Hatta. “Diduga untuk keperluan menteri pribadi atau keluarga dan lainnya,” kata penegak hukum di KPK tersebut.
Menurut dia, peran Hatta sangat sentral dalam kasus ini. “Dia pemetiknya, yang ngambilin duit-duitnya,” ujarnya.
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (keempat dari kiri) serta Direktur Pupuk dan Pestisida Muhammad Hatta (kedua dari kiri) saat inspeksi dadakan di gudang pupuk di Indramayu, Jawa Barat, 5 September 2020. Dok. Kementan
Di lingkungan Kementerian Pertanian, Hatta dikenal sebagai “orang kepercayaan” Menteri Syahrul. Dia awalnya bukan pegawai Kementerian, melainkan pegawai Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan, yang sebelumnya juga dipimpin Syahrul pada periode 2008-2018. Hatta diboyong ke Jakarta oleh Syahrul, yang didapuk menjadi Menteri Pertanian.
Baca:
Terjerat Skandal Saweran di Ragunan
Dugaan Gratifikasi Menteri Syahrul
Kepada Tempo, sejumlah pejabat di Kementan membenarkan ihwal praktik saweran yang berlangsung beberapa tahun terakhir. Setiap direktorat yang dipimpin eselon II, misalnya, menyetor sedikitnya Rp 250 juta dalam setahun. Dengan angka tersebut, uang saweran dari semua direktorat di Kementan bisa mencapai Rp 23 miliar per tahun. Duit itu diduga dikumpulkan secara berjenjang dari banyak sumber, seperti lewat pemalsuan surat perintah perjalanan dinas (SPPD) atau pemangkasan belanja perjalanan dinas.
Sejauh ini, KPK telah meminta keterangan sedikitnya 30 pejabat Kementan. Pemeriksaan juga telah dilakukan terhadap Menteri Syahrul pada 19 Juni lalu. Kala itu, Syahrul enggan menanggapi pertanyaan wartawan ihwal sejumlah tudingan kepadanya. Dia hanya menyatakan akan bersikap kooperatif dan telah menjawab pertanyaan tim KPK. “Semoga bisa membuat terang peristiwa yang sebenarnya,” kata Syahrul seusai pemeriksaan di gedung KPK lama, Kavling C1, Kuningan, Jakarta Selatan.
Belakangan, selepas pemeriksaan itu, terungkap bahwa dugaan rasuah yang menjerat Menteri Syahrul tidak hanya berupa duit saweran dari pejabat eselon. Pelaksana tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, mengungkapkan timnya mengusut tiga kluster rasuah di Kementerian Pertanian. Menurut dia, penyelidikan yang dimulai pada Januari lalu itu menyisir kluster pertama, yakni dugaan jual-beli jabatan. “Praktik ini menggunakan dana saweran saat proses mutasi jabatan setingkat direktur jenderal,” kata Asep pada Rabu, 21 Juni lalu.
Namun Asep enggan membeberkan dua kluster dugaan pidana korupsi lainnya yang juga diusut KPK di Kementan. “Mohon rekan-rekan bersabar karena masih penanganan kluster kedua dan ketiga,” ujarnya.
Kasak-kusuk Lambatnya Penetapan Tersangka
Meski gelar perkara pada Juni lalu telah setuju untuk meningkatkan penanganan kasus ini ke tahap penyidikan, KPK belum secara resmi mengumumkan penerbitan surat perintah penyidikan. Begitu pula hingga saat ini belum ada wara-wara ihwal tersangka yang dikabarkan telah ditetapkan sejak Selasa lalu.
Lambatnya penanganan kasus ini, terutama pada penetapan tersangka, menjadi kasak-kusuk di lingkungan KPK. Seorang penyidik mengatakan, di era kepemimpinan Ketua KPK Firli Bahuri, memang ada tradisi baru untuk mengumumkan tersangka ketika telah ada penahanan. Masalahnya, penetapan penyidikan dalam kasus ini juga tak seperti kebiasaan sebelumnya. Biasanya, kata dia, status penyidikan paling lama ditetapkan dalam kurun waktu dua pekan setelah gelar perkara terakhir sepakat untuk menaikkan status penanganan perkara.
Sumber Tempo lainnya di KPK mengungkapkan, selama tiga bulan terakhir, penanganan kasus ini diwarnai dinamika di antara pimpinan lembaga, terutama ihwal penetapan tersangka Menteri Syahrul Yasin Limpo. “Ada yang menolak karena tak mau bikin gaduh pada tahun politik,” kata dia. “Namun sebagian besar pemimpin setuju untuk segera naik karena buktinya lengkap.”
Ali Fikri enggan menjawab ketika dimintai konfirmasi tentang kabar adanya perbedaan sikap di antara pemimpin KPK. Dia hanya memastikan bahwa penyidikan yang dilakoni lembaganya sepenuhnya atas kepentingan penegakan hukum yang dilakukan secara profesional. “Penyidik KPK tidak ada urusan dengan politik,” kata Ali.
IMAM HAMDI | AVIT HIDAYAT | IHSAN RELIUBUN
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo