Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Alasan Semu Pemerataan Pertumbuhan

Pemindahan IKN ke Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, diprediksi tak akan berdampak pada pemerataan pertumbuhan ekonomi. Dominasi Pulau Jawa sebagai pusat infrastruktur dan ekosistem industri sulit tergoyahkan.

16 Maret 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Pemindahan IKN ke Penajam Paser Utara tak akan berdampak pada pemerataan pertumbuhan.

  • Dominasi Pulau Jawa sulit tergoyahkan.

  • Sebagian besar proyek infrastruktur prioritas masih berlokasi di Pulau Jawa.

JAKARTA – Proyek pemindahan ibu kota negara (IKN) ke Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, diprediksi belum akan berdampak pada pemerataan pertumbuhan ekonomi. Direktur Eksekutif Institute for Development on Economics and Finance (Indef), Tauhid Ahmad, mengatakan dominasi Pulau Jawa yang menjadi pusat infrastruktur, ekosistem industri, serta konsumsi masyarakat sulit tergoyahkan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Pengaruh IKN masih sangat sulit mendorong pemerataan,” ucap Tauhid kepada Tempo, kemarin. Menurut dia, hasil proyek pemindahan pusat negara yang membutuhkan biaya Rp 466-486 triliun itu pun belum akan mendongkrak pertumbuhan ekonomi nasional. Untuk Kalimantan Timur saja, proyek IKN hanya akan menyumbang pertumbuhan 0,02 persen. “Sangat kecil,” ujar Tauhid.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Alih-alih membangun pengganti Jakarta, Tauhid menyarankan agar pemerintah menggencarkan pengembangan infrastruktur industri yang memadai di luar Jawa, termasuk fasilitas publik, seperti pendidikan dan kesehatan. Hal itu belum bisa dijumpai di kawasan IKN Nusantara, yang mengiris Kabupaten Kutai Kartanegara dan Penajam Paser Utara. Apalagi pengerjaan konstruksi di area inti pemerintahan seluas 6.671 hektare baru dimulai pada tahun ini.

“Infrastruktur memiliki dampak ekonomi lebih tinggi ketimbang kompleks atau kantor pemerintahan,” tutur Tauhid.

Direktur Lembaga Riset Institute for Demographic and Poverty Studies (Ideas), Yusuf Wibisono, turut mempertanyakan urgensi pengerjaan proyek IKN yang terkesan diburu-buru oleh pemerintah. Di tengah krisis ekonomi dan kesehatan akibat pandemi Covid-19, kata dia, pemerintah malah menelurkan proyek mercusuar baru. “Menjadikan pemerataan pembangunan ke luar Jawa sebagai alasan ngotot memindahkan ibu kota adalah sesat pikir,” ujarnya.

Alasan pemerataan ekonomi pun dianggap Tauhid berbanding terbalik dengan realisasi program strategis pemerintahan Presiden Joko Widodo, baik pada periode pertama maupun kedua. Dalam sepuluh tahun terakhir, Yusuf menambahkan, sebagian besar proyek prioritas negara berlokasi di Jawa, dari kereta bandara, jalan tol dalam kota, kereta cepat, hingga pembangunan gedung kampus.

Jokowi sebelumnya menyebutkan pemerataan diperlukan karena Jawa sudah menampung 156 juta penduduk. Sebanyak 58 persen perekonomian pun berputar di Jawa, khususnya di DKI Jakarta. “Perpindahan ini untuk pemerataan, untuk keadilan.”


Warga menjaga warungnya yang berada di Kawasan Inti Pusat Pemerintahan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara, di Sepaku, Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, 15 Maret 2022. ANTARA/Hafidz Mubarak A.

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira Adhinegara, sudah beberapa kali memaparkan risiko megaproyek IKN Nusantara. Berdasarkan hitungan Celios, tingkat keterlibatan perusahaan swasta dalam program infrastruktur dengan skema kemitraan pemerintah dan badan usaha (KPBU) hanya 7 persen dari keseluruhan proyek di Tanah Air. Hal ini berbahaya bagi IKN, yang 81 persen porsi pendanaannya berasal dari pihak swasta.

Jika durasi pembangunan IKN di Kalimantan Timur memakan waktu 15-20 tahun, proyek IKN membutuhkan dana Rp 32,4 triliun per tahun. “Jangan sampai harus memakai APBN lagi. Saat ini skenario pemerintah masih sangat optimistis bahwa pihak swasta tertarik.”

Sementara itu, ekonom dari Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Yusuf Rendy Manilet, meminta pemerintah lebih teliti dalam mengukur tingkat keberhasilan proyek IKN. Alasan kegagalan proyek serupa di sejumlah negara harus masuk dalam kajian. “Tidak sepenuhnya rencana pemindahan ibu kota selalu berhasil.”

Putrajaya, ibu kota baru Malaysia, Rendy mencontohkan, tak menggambarkan pemindahan pusat ekonomi yang signifikan. Hingga 2020, populasi di kota yang dulunya merupakan kebun kelapa sawit itu hanya sekitar 0,28 persen dari total penduduk Malaysia. Putrajaya akhirnya menjadi sekadar kompleks baru pemerintahan, sementara laju ekonomi tetap bergantung pada Kuala Lumpur, yang jaraknya hanya terpisah 25 kilometer.

Ibu kota baru Myanmar, Naypyidaw, pun kerap disindir sebagai kota hantu karena terlihat sepi. Padahal luas kota yang resmi menggantikan Yangon sejak November 2005 itu menembus 7.000 kilometer persegi. Pemerintah Myanmar sudah menggelontorkan dana US$ 4 miliar (sekitar Rp 57,3 triliun) untuk membangun jalan, infrastruktur kelistrikan, dan pusat kegiatan publik di Naypyidaw.

CAESAR AKBAR | YOHANES PASKALIS
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus