Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SEKILAS, karangan bunga yang dikirim khusus itu tak tampak istimewa. Bentuk dan ragam bunga yang dirangkai tak beda dengan puluhan bingkisan kembang lainnya yang berjejer manis di dalam rumah yang dihuni Presiden Megawati di Jalan Teuku Umar, Jakarta. Kamis pekan silam, Mega berulang tahun ke-56. Yang membuat istimewa adalah pengirimnya: Jenderal TNI (Purn.) Wiranto.
Rangkaian kembang warna-warni ini seolah memberi nuansa lain pada hubungan kedua tokoh yang belakangan ini menegang. Pemerintahan Megawati menuding bekas Panglima TNI ini sebagai cukong sejumlah aksi demonstrasi mahasiswa menentang kenaikan berbagai tarif, beberapa waktu lalu. Berdasarkan informasi Badan Intelijen Negara (BIN), bersama tiga tokoh lainnya ia dituding punya niat menggoyang pemerintah. ?Saya sudah kebal dengan isu seperti itu,? ia menandaskan.
Boleh jadi, Wiranto memang sudah kebal dengan berbagai tuduhan. Namanya nyaris selalu bergandengan dengan berita-berita miring. Sebut saja dalam kasus kerusuhan di Ambon, misalnya, nama Wiranto, yang saat itu masih menjabat Menteri Pertahanan dan Keamanan, mencuat ke permukaan. ?Setelah pensiun, saya pikir semua itu akan berhenti. Tetapi tidak, semua itu masih terus berlangsung,? tuturnya.
Namun, bak pepatah, tak ada asap bila tanpa api. Sosok pejudo ini memang berlumuran cerita nan tak sedap. Berbagai peristiwa berdarah seperti kasus penembakan mahasiswa Trisakti, huru-hara 13 Mei, kasus penembakan mahasiswa yang dikenal dengan Tragedi Semanggi I dan II, hingga pembumihangusan Timor Timur, semua terjadi tatkala Wiranto menjadi orang yang bertanggung jawab di kancah keamanan nasional.
Hebatnya, tak satu pun membuat ia kena jerat. Alumni AMN tahun 1968 ini lincah. Hasilnya, dia pun dapat bertahan di pemerintahan hingga Abdurrahman Wahid memberhentikannya tiga tahun lalu. Saat itu, memang ramai kabar tentang masuknya nama Wiranto dalam daftar orang yang bakal diseret ke pengadilan pada kasus pembumihangusan Timor Timur seusai jajak pendapat.
Menurut cerita kalangan di Istana saat itu, sejatinya Wiranto tidak begitu saja menerima putusan itu. Ia ngotot melobi Gus Dur agar membatalkan keputusan itu. Tapi tentangan dari dalam juga kuat. Bahkan, agar tidak bisa bertemu dengan sang Presiden, menurut sumber TEMPO, seorang anggota kabinet sempat mengunci Wiranto di dalam kamar mandi. Usaha si suara empuk itu pun kandas.
Peristiwa ini tak pelak membuatnya terhuyung. Namun, itu tak berlangsung lama. Beberapa hari, dia langsung melakukan manuver. Suara dan tampangnya, dengan sisiran khasnya, muncul di beberapa radio swasta dan layar televisi. Sikapnya drastis berubah. Sementara sebelumnya dia amat sulit ditemui wartawan, saat itu ia justru rajin mengobral senyum.
Rupanya, semua itu sengaja dilakukan. Untuk membentuk opini dan menarik simpati publik, ayah tiga anak ini sengaja menyewa sebuah perusahaan humas, Kita Communications. Usaha itu amatlah penting. Maklum, kala itu dia tengah menghadapi peradilan hak asasi manusia untuk kasus Timor Timur. Sejumlah dana besar?disebut-sebut mencapai Rp 20 miliar?pun telah disediakan untuk menyukseskan langkah tersebut. Dari mana uang sebanyak itu? Seorang perwira tinggi pernah berujar, Wiranto memiliki hubungan dekat dengan beberapa pengusaha papan atas negeri ini. Bos Lippo, James Riady, salah satunya. ?Kalau James berulang tahun, Wiranto pasti hadir. Begitu juga sebaliknya,? ujarnya.
Nah, setelah badai ancaman untuk duduk di kursi pesakitan kasus Tim-Tim mereda, itu tak membuatnya diam. Agaknya Wiranto gatal juga untuk kembali masuk ke dunia politik. Setahun silam, ia turut mendeklarasikan Garda Muda Merah Putih (GMMP), sebuah organisasi massa yang ketika itu disebut-sebut akan menjadi kendaraan politiknya. ??Karena setelah reformasi berjalan sekian lama, kelihatannya tidak ada pembaharuan terencana. Untuk itu, kita perlu gerakan moral untuk kembali menyatukan potensi bangsa agar terhindar dari keterpurukan,?? tuturnya ketika deklarasi organisasi massa itu.
Tak hanya itu. Belakangan, lelaki kelahiran Yogyakarta 56 tahun lalu ini juga sesekali hadir dalam acara Indemo atau Indonesian Democracy Monitor, lembaga yang digawanginya bersama beberapa aktivis seperti Mulyana W. Kusumah dan Hariman Siregar. Dua pekan silam, Wiranto hadir dalam peringatan Peristiwa Malari. Awalnya, Mas Wir?begitu panggilan Megawati kepadanya?ingin sekali membentuk partai. Namun bekas Ketua KNPI, N. Adhyaksa, yang juga dikenal dekat dengannya, mencegahnya. ?Aku bilang bikin partai enggak ada gunanya,? katanya. Wiranto memang tak perlu bikin partai. Pekan silam, Partai Kongres Pekerja Indonesia sudah mencalonkannya menjadi presiden.
Lantas, sebenarnya apa yang membuatnya begitu lihai? Soeharto, jawabnya. Saat menjadi ajudannya, Wiranto?terkenal dengan julukan Mister Whisky (merujuk pada sandi huruf terdepan namanya) di kalangan militer?mendapat banyak pelajaran dari bekas presiden itu. ?Soeharto mengajarkan segala hal kepada Wiranto,? kata seorang petinggi Partai Golkar. Wiranto, lulusan terbaik Lemhanas 1995, juga menerapkan apa yang dilakukan Soeharto. Ia suka berkeliling ke pesantren, bertemu tokoh agama, juga para tokoh spiritual dari berbagai kalangan.
Setelah mondok selama empat tahun di Cendana, kariernya langsung tancap gas. Hampir seluruh tongkat komando strategis di lingkungan militer, dari Pangdam Jaya sampai Panglima ABRI, diraupnya dalam jangka waktu empat tahun. Sebuah perjalanan yang amat berbeda dengan awal kariernya.
Saat lulus dari Akademi Militer Nasional pada 1968, putra kelima pasangan R.S. Wirowijoto dan Suwarsijah ini langsung terjun di Manado sebagai Komandan Peleton 1, Kompi C, Batalion 713. Di sana ia diangkat sebagai komandan batalion. Di sela-sela tugas rutinnya di Manado ini Wiranto sempat dua kali terjun dalam operasi di Timor Timur, pada 1978 dan 1981.
Bukan hanya karier yang melesat, ia juga menjadi sangat dekat dengan keluarga Soeharto dan para kolega sang bos. Bukti kesetiaan Wiranto terhadap Soeharto bisa dilihat dalam sebuah kejadian pada 21 Mei 1998. Selepas jenderal besar itu mengumumkan pengunduran dirinya, sang Panglima ABRI (saat itu) langsung menyambar mikrofon dan menyatakan akan melindungi mantan presiden itu dan keluarganya.
Namun, di antara berbagai catatan perjalanan hidupnya, Wiranto terkesan kontroversial. Saat menjabat Menhankam/Panglima TNI pada era B.J. Habibie, para wakil rakyat berhasil mengegolkan usulan pengurangan kursi Fraksi ABRI dari 75 menjadi 38 di Senayan. Dia juga disebut-sebut yang meminta penundaan pengesahan Undang-Undang Penanggulangan Keadaan Bahaya, yang sebelumnya mengundang protes luas di masyarakat.
Tidak itu saja. Wiranto juga memilih mengundurkan diri dari pencalonan sebagai wakil presiden, meskipun sebenarnya dia telah beroleh dukungan Fraksi Golongan Karya, dalam Sidang Umum MPR. Meski banyak orang menilai sikapnya sebagai sikap netralitas TNI, toh langkah itu dilakukannya bukan tanpa pamrih.
Paling tidak, hal itu kelihatan dari susunan kabinet yang dipimpin Gus Dur. Empat orang jenderal bertengger di kabinet, dan Wiranto termasuk yang diundang Presiden Abdurrahman Wahid untuk membicarakan susunan kabinet?selain Wakil Presiden Megawati Soekarnoputri, Ketua MPR Amien Rais, dan Ketua DPR Akbar Tandjung?meski akhirnya ia terlempar.
Irfan Budiman, Fajar W.H.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo