Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Mahkamah Konstitusi atau MK mengabulkan sebagian permohonan dari Haris Azhar, Fatia Maulidiyanti, Aliansi Jurnalis Independen Indonesia, dan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia. MK mengabulkan Pasal 14 dan Pasal 15 UU 1 Tahun 1946 tentang berita bohong dan Pasal 310 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) terkait pencemaran nama baik. Namun, MK menolak gugatan Pasal 27 ayat (3) dan Pasal 45 ayat (3) UU ITE.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Dalil-dalil para pemohon berkaitan dengan inkonstitusionalitas norma Pasal 14 dan Pasal 15 UU 1/1946 serta Pasal 310 ayat (1) KUHP adalah beralasan menurut hukum untuk sebagian,” kata Ketua MK, Suhartoyo saat membacakan amar putusan, pada 21 Maret 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hakim Konstitusi, Arsul Sani berpendapat, unsur berita bohong dalam Pasal 14 dan Pasal 15 UU 1 Tahun 1946 dapat memicu pasal karet yang melahirkan ketidakpastian hukum karena tidak memiliki tolok ukur jelas. Pada Pasal 14 dan Pasal 15 UU 1 Tahun 1946, terdapat kata “keonaran” yang menimbulkan multitafsir karena dalam KBBI memiliki banyak arti dengan gradasi berbeda.
“Sehingga berita dimaksud tersebar dengan cepat kepada masyarakat luas yang hal demikian dapat berakibat dikenakannya sanksi pidana kepada pelaku dengan mendasarkan Pasal 14 dan Pasal 15 UU 1/1946 tersebut,” kata Arsul, seperti dikutip mkri.id.
MK juga menilai, hak kebebasan berpendapat bagi warga negara yang dijamin UUD 1945 akan terancam aktualisasinya. Warga negara akan lebih mudah dianggap menyebarkan berita bohong yang tidak diperiksa berdasarkan fakta.
Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih juga membacakan amar putusan bahwa Pasal 14 KUHP sudah tidak relevan dengan perkembangan teknologi informasi saat ini. Pendapat dan kritik terkait kebijakan pemerintah melalui teknologi informasi menjadi dinamika demokrasi yang merupakan pengejawantahan partisipasi publik, bukan penyebab keonaran.
MK mencermati muatan ketentuan Pasal 433 UU 1/2023 (KUHP Baru) berbeda dengan Pasal 310 ayat (1) KUHP. Pasal 433 UU 1/2023 memiliki penegasan pelaku melakukan perbuatan pencemaran mencakup perbuatan dengan lisan, tetapi unsur tersebut tidak diatur dalam Pasal 310 ayat (1) KUHP. Akibatnya, MK berkesimpulan bahwa Pasal 310 ayat (1) KUHP inkonstitusional secara bersyarat.
Dengan demikian, ketentuan norma Pasal 14 dan Pasal 15 UU 1/1946 serta Pasal 310 ayat (1) KUHP tidak memberikan pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil. Selain itu, pasal-pasal itu juga tidak memberikan perlakuan sama di hadapan hukum bagi setiap warga negara. “Sebagaimana dijamin dalam Pasal 28D ayat 1 UUD 1945,” ujar Enny.
Berikut putusan Mahkamah Konstitusi:
1. Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk sebagian
2. Menyatakan permohonan para Pemohon berkenaan dengan Pasal 27 ayat (3) dan Pasal 45 ayat (3) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 251, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5952) tidak dapat diterima
3. Menyatakan Pasal 14 dan Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana (Berita Negara Republik Indonesia II Nomor 9 bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
4. Menyatakan Pasal 310 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang menyatakan, "Barang siapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah", bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai, "Barang siapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal dengan cara lisan, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah".
5. Menolak permohonan para Pemohon untuk selain dan selebihnya.
Berikut adalah bunyi pasal-pasal yang dikabulkan oleh MK:
Pasal 14 UU 1 Tahun 1946 (Berita Bohong)
(1) Barang siapa menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong dengan sengaja menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya 10 tahun.
(2) Barang siapa menyiarkan suatu berita atau mengeluarkan pemberitahuan yang menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, sedangkan ia patut menyangka bahwa berita atau pemberitahuan itu adalah bohong dihukum dengan penjara setinggi-tingginya 3 tahun.
Pasal 15 UU 1 Tahun 1946 (Berita Bohong)
Barang siapa menyiarkan kabar yang tidak pasti atau kabar berkelebihan atau yang tidak lengkap, sedangkan ia mengerti setidak-tidaknya patut dapat menduga, bahwa kabar demikian akan atau mudah menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya 2 tahun.
Pasal 310 KUHP ayat (1) (Pencemaran Nama Baik)
(1) Barang siapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
RACHEL FARAHDIBA R | IKHSAN RELIUBUN
Pilihan Editor: MK Hapus Pasal Pencemaran Nama Baik dan Berita Bohong