Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Partai Persatuan Pembangunan atau PPP DKI Jakarta Guruh Tirta Lunggana menanggapi kegaduhan yang timbul setelah Muhammad Romahurmuziy atau Romy kembali masuk dalam kepengurusan Dewan Pimpinan Pusat PPP.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Guruh pun meminta agar publik tidak menghakimi Romy, pasalnya mantan narapidana korupsi jual beli jabatan di Kementerian Agama itu sudah menjalani hukuman sebagaimana aturan hukum yang berlaku.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Anak almarhum Haji Lulung itu juga menegaskan bahwa hak politik Romy tidak dicabut sebagaimana putusan pengadilan Jakarta Pusat.
“"Dia sudah tertebus hukumannya, maka kita tidak boleh menghakimi lagi. Jadi, saya kira publik tidak perlu lagi mengungkit-ngungkit masa lalu yang sudah berlalu, yang penting ke depan, beliau aset partai," kata Guruh Tirta di Tanah Abang, Rabu, 4 Januari 2023.
Lebih lanjut, ia juga meminta agar publik menghormati langkah Romy untuk kembali mengabdi partai. Ia lantas menyebut hal ini sebagai lembaran baru bagi mantan Ketua Umum PPP itu.
"Semua orang pasti pernah melakukan kesalahan dalam hidup. Kita tidak boleh merasa paling bersih," ungkapnya. Yang terpenting, menurutnya, setelah melakukan kesalahan meminta maaf dan belajar dari kesalahan tersebut.
Baca: PPP Harapkan Romahurmuziy Jadi Duta Antikorupsi Setelah Kembali Masuk Partai
Romahurmuziy Kembali Terjun ke Politik
Romahurmuziy sebelumnya mengumumkan dirinya terpilih sebagai Ketua Majelis Pertimbangan Dewan Pimpinan Pusat PPP. Hal itu sampaikan melalui unggahan berisi perubahan struktur Majelis Pertimbangan DPP PPP pada 1 Januari 2023.
Hal ini lantas memunculkan kontroversi, mengingat Romy adalah mantan narapidana kasus korupsi jabatan di Kementerian Agama tahun 2018-2019.
Romy terjaring operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada 15 Maret 2019. Sekitar pukul 07.00 WIB, tim penyidik KPK mendapatkan informasi akan ada penyerahan uang oleh Kepala Kantor Kementerian Agama Gresik, Muhammad Muafaq, kepada Romy.
Dalam persidangan di Pengadilan Tipikor, 20 Januari 2020, Majelis Hakim memvonis Romy dua tahun penjara dan denda Rp 100 juta. Vonis ini lebih ringah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum, yaitu 4 tahun penjara.
Dalam perjalanan kasusnya, Romy juga sempat mengajukan banding yang kemudian dikabulkan oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menjadi hanya 1 tahun penjara. Rommy pun resmi bebas pada Maret 2020 lalu.
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.