Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Arsip

Anies Baswedan Bicara Naturalisasi Sungai, Ahli Jelaskan Artinya

Normalisasi sungai berbeda dengan naturalisasi yang dikatakan Anies Baswedan untuk solusi penataan banjir di Jakarta.

13 Februari 2018 | 08.10 WIB

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan saat mengunjungi Pintu Air Manggarai, Jakarta, 30 Januari 2018. Dalam kunjungannya Anies mengajak Dubes Denmark Rasmus A Kristensen dan Dubes Norwegia Vegard Kalee. TEMPO/Subekti.
Perbesar
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan saat mengunjungi Pintu Air Manggarai, Jakarta, 30 Januari 2018. Dalam kunjungannya Anies mengajak Dubes Denmark Rasmus A Kristensen dan Dubes Norwegia Vegard Kalee. TEMPO/Subekti.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Depok – Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan masih mengkaji program normalisasi sungai untuk mengatasi banjir yang digenjot Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok ketika menjadi Gubernur DKI. Kepada wartawan yang bertanya, mantan Rektor Universitas Paramadina itu menyebut ihwal naturalisasi sungai di Ibu Kota.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

"Salah satunya (solusi) ada soal naturalisasi sungai. Bagaimana sungai itu bisa mengelola air dengan baik, bagaimana mengamankan air tidak melimpah, tapi juga ekosistem sungai dipertahankan," kata Anies di Jakarta Utara, Rabu, 7 Februari 2018.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Namun Anies Baswedan belum menjelaskan konsep naturalisasi secara rinci. Dia juga tidak mengungkapkan kritiknya terhadap program normalisasi atau pembetonan Sungai Ciliwung mulai kawasan Lenteng Agung hingga Manggarai.

Pengamat tata kota dari Universitas Trisakti, Nirwono Joga, menjelaskan perbedaan antara normalisasi dan naturalisasi sungai.

Normalisasi atau pemasangan dinding beton, kata dia, membuat aliran air semakin kencang ke hilir. Proyek ini cepat selesai dan terlihat.

Sedangkan naturalisasi sungai, Nirwono menjelaskan, adalah pembenahan sungai dengan alamiah, yakni pembuatan tebing sungai dengan tanah yang ditanami pohon.

“Dengan begitu, air menyerap tidak seperti normalisasi (pemasangan dinding beton),” kata Nirwono, saat menghadiri diskusi publik Marginalisasi RTH di Depok, di Kota Depok, Senin, 12 Februari 2018.

Dia menyebut normalisasi hanya membuat aliran air semakin kencang dan mempercepat sedimentasi lumpur di sungai, sedangkan naturalisasi memberikan manfaat utamanya terhadap ekosistem dan ketersediaan air tanah.

Nirwono menilai program naturalisasi lebih ekonomis dan praktis. Hanya, naturalisasi menunggu waktu untuk melihat hasilnya berbeda dengan normalisasi.

“Kalau normalisasi, setelah dilakukan, bisa langsung terlihat, tapi naturalisasi membutuhkan waktu kurang-lebih lima tahun, baru kelihatan hasilnya,” ujar Nirwono.

Di negara-negara Eropa, sebelumnya dilakukan normalisasi sungai. Namun, sejak dasawarsa 1990-an, mereka membongkar beton di sisi sungai pada beberapa ruas dan melakukan naturalisasi.

“Kemudian di Sydney sejak tahun 2007, mereka sadar normalisasi hanya membuat lingkungan semakin rusak, akhirnya menggantinya dengan naturalisasi,” kata Nirwono menjelaskan naturalisasi sungai yang dikatakan Anies Baswedan.

Ade Ridwan Yandwiputra

Lulusan sarjana Ilmu Komunikasi di Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik, Institut Bisnis dan Informatika Kosgoro 1957. Memulai karier jurnalistik di Tempo sejak 2018 sebagai kontributor. Kini menulis untuk desk hukum dan kriminal

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus