Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
JAKARTA - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mempertanyakan data penggusuran yang dirilis oleh Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta pada Ahad lalu. Dia menyatakan tak pernah memerintahkan penggusuran selama memimpin Jakarta sejak 17 Oktober tahun lalu.
"Mereka mencari angka itu di mana? Biar Satpol PP saja yang menjelaskan," kata Anies kepada Tempo di Balai Kota, kemarin.
Anies menjelaskan, eksekusi berupa penggusuran bisa dilakukan oleh pihak-pihak yang bersengketa dan tak berkaitan dengan pemerintah DKI. Dia juga memastikan tak pernah menyetujui permintaan intervensi dari pihak-pihak yang terlibat sengketa untuk mengosongkan kawasan. Anies kemudian meminta LBH menunjukkan data detail penggusuran itu. “Buktikan dulu.”
LBH Jakarta merilis hasil penelitiannya bahwa, selama setahun menjabat, Gubernur Anies telah 91 kali menggusur warga. Dalam pengungkapan penelitian bertajuk "Mengais di Pusaran Janji" pada 2017 dan "Masih Ada" pada 2018 tersebut, pengacara LBH Jakarta, Charlie Albajili, mengatakan penggusuran pada 2017 terjadi di dua titik. Sedangkan dari Januari hingga September lalu, ada 79 titik yang digusur.
Charlie menyebutkan penggusuran masih dilakukan dan tanpa ada solusi yang layak bagi warga yang terkena dampak. "Contohnya, penggusuran tanpa pemberitahuan layak seperti yang dialami PKL Tanah Abang dan PKL ikan hias Jatinegara,” tuturnya, Ahad lalu.
Dia mengungkapkan bahwa pola penggusurannya selalu sama, yakni melibatkan petugas Satuan Polisi Pamong Praja, TNI, serta Polri. Pengerahan petugas juga tak proporsional karena rasio warga dengan aparat 1 : 3. Dia mencontohkan penggusuran sepuluh rumah di Tanah Kusir yang dilakukan oleh 933 personel Kodam Jaya.
Charlie lantas menuturkan, selama masa kampanye pemilihan kepala daerah 2017, Anies Baswedan berjanji tidak menggusur perkampungan yang masih dihuni warga DKI Jakarta.
Kepala Bidang Perkotaan dan Masyarakat Urban LBH Jakarta, Nelson Nikodemus Simamora, membenarkan bahwa penggusuran juga dilakukan oleh pihak-pihak yang bersengketa. Namun pemerintah DKI mesti bisa melindungi masyarakat dari penggusuran paksa tersebut.
Menurut Nelson, pihak yang biasa berkonflik dan menggusur adalah TNI, Polri, dan perusahaan, seperti yang terjadi di Ciracas dan Kapuk Poglar. "Sudah buat kontrak politik. Jadi harus pastikan dia tidak menggusur dan tidak ada penggusuran oleh siapa pun," ucap Nelson.
Kepala Satpol PP DKI Yani Wahyu Purwoko menyangkal data LBH Jakarta. Menurut dia, yang dilakukan adalah penataan terhadap hunian maupun pedagang kaki lima yang berada di lokasi yang tidak pada tempatnya. "Enggak ada gusur,” katanya. Penggusuran, dia melanjutkan, melibatkan alat berat dan dilakukan secara massal.
Wali Kota Jakarta Timur M. Anwar mengakui beberapa wilayah ditata untuk menjaga aset milik DKI, yakni kawasan Cakung-Cilincing, Jalan Ahmad Yani, dan SMA Negeri 71. Tapi warga sudah diberi solusi sebelum penataan. “Perintah Pak Gubernur harus win-win solution.”
ZARA AMELIA | LINDA HAIRANI | INGE KLARA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo