Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Menunggu Setengah Jam untuk Masuk Stasiun

Penumpukan penumpang di stasiun merupakan dampak dari tidak berjalannya aturan pembagian jam kerja.

9 Juni 2020 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Antrean di berbagai stasiun sekitar Jakarta, kemarin pagi, terbentuk sejak pukul 04.30 WIB.

  • Hingga pukul 10.00, tercatat 150 ribu orang naik kereta rel listrik. Jauh di atas rata-rata penumpang harian di masa PSBB, 80 ribu.

  • PT KCI dan Pemerintah Kota Bogor menilai penumpukan penumpang terjadi karena karyawan tidak bekerja dalam sistem shift.

HARI masih gelap saat ratusan orang berbaris panjang di gerbang Stasiun Bogor, kemarin pagi. Antrean mulai terbentuk sekitar pukul 04.30, setengah jam setelah keberangkatan kereta Commuter Line pertama hari itu. Sekitar pukul 05.00 dan 06.00, barisan mengular hingga ke luar area stasiun, di Jalan Mayor Oking dan Kapten Muslihat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kemarin merupakan hari pertama pemerintah DKI mengizinkan industri mempekerjakan karyawannya di kantor. DKI, sebagai episentrum Covid-19, meminta perusahaan memberlakukan bekerja dari rumah sejak Maret lalu untuk menekan laju penyebaran virus corona. Efek pelonggaran pembatasan sosial berskala besar itu antara lain lonjakan jumlah penumpang kereta rel listrik (KRL), seperti yang terjadi di Stasiun Bogor. Seorang petugas mengatakan penumpang diminta mengantre hingga luar stasiun supaya tidak berdesakan di kereta.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Muhammad Junaidi, 34 tahun, pengguna KRL, terkejut melihat antrean panjang saat dia turun angkutan kota di depan stasiun. Dia sempat berlagak pilon dan hendak menyelak barisan sebelum ditegur petugas dan diminta berdiri di buntut antrean. "Setengah jam mengantre, baru bisa masuk stasiun," kata dia.

Lepas dari barisan di luar gerbang, penumpang harus kembali mengantre menuju peron. Junaidi tiba di peron saat kereta menuju Jakarta Kota hendak berangkat. Petugas memintanya untuk menunggu kereta berikutnya.

Pemandangan serupa terlihat di Stasiun Bekasi. Sekitar pukul 07.00, antrean lima baris membentang sekitar 30 meter ke arah Jalan Juanda. Meski demikian, calon penumpang KRL tetap menjaga jarak 1 meteran.

Mega Sara, 26 tahun, tidak mempermasalahkan mekanisme antrean berlapis di stasiun. Sebab, tujuannya jelas, membuat penumpang tidak berdesakan di kereta. "Masih bisa jaga jarak," kata dia. Setelah mengantre sekitar 30 menit, karyawan yang sebelumnya menjalankan work from home ini naik kereta jurusan Jakarta Kota menuju tempat kerjanya di Sawah Besar, Jakarta Pusat. Di kereta, dia melanjutkan, penumpang mematuhi protokol kesehatan dengan tidak duduk di tempat yang ditandai silang. Penumpang yang berdiri pun dengan sadar diri saling menjaga jarak.

Namun hal itu tidak berlaku di semua kereta. Tempo naik Commuter Line dari Stasiun Bojonggede, Bogor, sekitar pukul 08.00. Kepadatan di kereta membuat penumpang sulit berada 1 meter dari sesama, meski petugas lewat pengeras suara berulang kali menyerukan jaga jarak, larangan bicara, dan kewajiban bermasker.

Masifnya penumpang yang naik kereta dalam waktu hampir bersamaan menjadikan jarak sebagai hal yang mustahil. Wakil Presiden Komunikasi Korporat PT Kereta Commuter Indonesia Anne Purba mengatakan sebanyak 150 ribu orang naik KRL Jabodetabek antara pukul 04.00 dan 10.00 kemarin. Angka itu melonjak jauh dari 80 ribu penumpang harian selama DKI menjalankan pembatasan sosial berskala besar.

Anne mengatakan pengelola KRL telah mengantisipasi lonjakan besar penumpang tersebut, antara lain memperpanjang waktu operasional, dari pukul 04.00-18.00 menjadi 04.00-21.00; menambah frekuensi perjalanan dari 784 menjadi 935; dan memperpanjang rangkaian menjadi 12 gerbong.

Namun upaya itu belum cukup. Penyebabnya, Anne melanjutkan, kantor-kantor di Jakarta belum menerapkan sistem pembagian jam kerja atau shift, seperti anjuran Gubernur Anies Baswedan. "Kalau semua masuk jam 8, hal-hal seperti ini akan terjadi lagi," kata dia.

Senada, Wali Kota Bogor Bima Arya mengatakan akan melobi pemerintah DKI untuk meminta industri di sana memberikan dispensasi bagi pekerja asal Bogor dan sekitarnya. Menurut dia, obat mengurai penumpukan penumpang di stasiun hanyalah lewat pengaturan jam kerja. "Jadi pemberangkatan pekerja tidak berbarengan," ujarnya.

Menurut Bima, yang baru sembuh dari Covid-19, tanpa kewajiban bekerja dalam shift, tumpukan penumpang akan semakin membeludak seiring dengan bertambahnya karyawan di Jakarta yang ngantor. Tak perlu menunggu lama, malam tadi, giliran stasiun-stasiun di Jakarta yang dipenuhi antrean penumpang.

INGE KLARA | IMAM HAMDI | M.A. MURTADHO (BOGOR) | ADI WARSONO (BEKASI)

 

 


Menunggu Setengah Jam untuk Masuk Stasiun

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus