Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Kendala Teknis Tilang Elektronik

Pelaku yang mendapat tilang elektronik terhambat masalah teknis saat hendak membayar denda tilang. Pengamat transportasi berharap kepolisian bergerak cepat memperbaiki temuan problem tilang elektronik. 

7 April 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Pelaku yang menerima tilang elektronik terhambat masalah teknis saat hendak membayar denda tilang.

  • Pengamat transportasi berharap kepolisan bergerak cepat memperbaiki temuan problem tilang elektronik.

  • Kepolisian berharap pendapatan negara dari tilang elektronik bisa digunakan meningkatkan kualitas ETLE.

JAKARTA — Aditya, 23 tahun, kebingungan menuntaskan kewajibannya membayar tilang elektronik, Selasa lalu. Sebelumnya, ia mendapat surat tilang dari Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya akibat pelanggaran batas kecepatan di jalan tol. "Ayah saya yang melanggar, tapi saya yang diminta beliau mengurusnya," kata Aditya, kemarin. 
 
Ia mengaku sudah mengurus permintaan konfirmasi pelanggaran yang dikirim kepolisian. Namun masalah muncul ketika ia hendak membayar tilang di salah satu bank. Menurut pihak bank, tagihan tilang miliknya belum bisa dibayarkan. "Katanya belum ada datanya. Jadi bingung sendiri," kata dia. 
 
Aditya pun berencana menyampaikan keluhannya ke kantor polisi. "Semoga segera selesai. Ini menjadi pelajaran agar tidak lagi-lagi melanggar kecepatan di jalan tol," kata dia. 
 
Korps Lalu Lintas Polri menerapkan tilang elektronik atau Electronic Traffic Law Enforcement (ETLE) di sejumlah ruas jalan tol sejak Jumat pekan lalu. Setidaknya di sekitar DKI Jakarta terdapat tujuh jalan tol yang menerapkan ETLE. 
 
Lima ruas jalan tol, yaitu Jakarta-Cikampek, jalan tol layang Sheikh Mohammed bin Zayed, jalan tol Soedijatmo, jalan tol dalam kota, dan jalan tol Kunciran-Cengkareng, diberlakukan batas kecepatan maksimal. Para pengguna jalan tak boleh ngebut lebih dari 100 kilometer per jam. Adapun aturan batas muatan diberlakukan di jalan tol JORR dan Jakarta-Tangerang. 
 
Sesuai dengan aturan, pemilik kendaraan yang melanggar batas kecepatan di jalan tol wajib membayar denda maksimal Rp 500 ribu. Sebelum membayar, pemilik kendaraan harus melakukan upaya konfirmasi surat tilang yang dikirim kepolisian. Jika sudah terkonfirmasi, surat tilang baru diterbitkan sebagai cara pembayaran ke bank. 
 
Namun, jika pemilik kendaraan tak membayar tilang, polisi sudah menyiapkan sanksi lain, yakni dengan memblokir surat tanda nomor kendaraan (STNK) kendaraan tersebut. Walhasil, ketika hendak membayar pajak tahunan, pemilik kendaraan diwajibkan menuntaskan pembayaran tilang sebelumnya. 

Kendaraan melintas di jalan Tol Dalam Kota, Kawasan Pancoran, Jakarta Selatan, 31 Maret 2022. TEMPO / Hilman Fathurrahman W 

Pengamat transportasi Alvin Lie menganggap wajar temuan kekurangan dari sistem tilang elektronik itu. Maklum, aturan tersebut belum lama diterapkan. Meski begitu, Alvin berharap kepolisian cepat melakukan evaluasi dan perbaikan. Intinya, setiap temuan kelemahan wajib cepat diselesaikan, termasuk soal keluhan pemilik kendaraan yang kesulitan mengurus sanksi tilangnya. 
 
"Orang-orang yang terkena penindakan harus dipermudah konfirmasi dan pembayaran karena berimplikasi hukum," kata Alvin ketika dihubungi, kemarin.
 
Selain itu, mantan komisioner Ombudsman RI itu meminta kepolisian mengevaluasi kesiapan perangkat keras dan perangkat lunak dalam sistem tilang elektronik. Sebab, fasilitas yang menerapkan teknologi informasi memiliki tantangan tersendiri, baik dari peralatan maupun sistem kerjanya.
 
Jika sistem tilang elektronik bisa berkembang dinamis, Alvin yakin dampak yang ditimbulkan cukup kuat. "Tujuan utama penerapan sistem ini adalah meningkatkan kedisiplinan pengguna jalan tol dan itu sudah mulai menampakkan hasil," kata Alvin. 
 
Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya belum memberikan tanggapan ihwal temuan kendala dalam pengurusan tilang elektronik. Kepala Subdirektorat Penegakan Hukum Dirlantas Polda Metro Jaya, Ajun Komisaris Besar Jamal Alam, belum memberikan respons ketika dihubungi, kemarin. 
 
Namun sebelumnya, Kepala Korps Lalu Lintas Polri, Inspektur Jenderal Firman Shantyabudi, berharap penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari tilang elektronik bisa dimanfaatkan kembali untuk peningkatan kualitas layanan ETLE. Hal tersebut ia sampaikan dalam rapat dengar pendapat dengan DPR, pekan lalu. 
 
Menurut Firman, pengadaan perangkat tilang elektronik memerlukan biaya besar. Sedangkan untuk Korlantas Polri selama ini sumber PNBP potensial hanya berasal dari nomor polisi favorit yang sifatnya tidak membebani masyarakat. 
 
Firman mendorong Komisi III DPR menjembatani antara Polri, Mahkamah Agung (MA), dan kejaksaan agar tercipta dasar hukum pemanfaatan PNBP hasil penerapan ETLE Nasional Presisi Tahap l. Firman menyebutkan sejauh ini diskusi terus dilakukan bersama MA dan kejaksaan.
 
Di sisi lain, Firman mengungkapkan nilai uang hasil tilang elektronik cukup besar. Apabila dimanfaatkan dengan baik, terutama untuk penegakan hukum, dapat menunjang kinerja sesuai dengan target. 
 
INDRA WIJAYA | ANT

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus