Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Dalam lima tahun terakhir, hasil pengembangan dana JHT BP Jamsostek menunjukkan tren menurun.
Saat ini, rasio klaim dana JHT BP Jamsostek bisa mencapai 60-70 persen dari imbal hasil investasinya.
Kebijakan ini dinilai membuat pekerja peserta JHT BP Jamsostek harus berkorban.
JAKARTA — Kebijakan pemerintah menahan dana Jaminan Hari Tua (JHT) BP Jamsostek dinilai bakal berpengaruh pada hasil pengembangan dana tersebut. Koordinator Advokasi BPJS, Watch Timboel Siregar, meyakini aturan baru yang membuat pencairan dana JHT BP Jamsostek hanya bisa dilakukan di usia pensiun bakal berdampak positif dari sisi investasi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam lima tahun terakhir, hasil pengembangan dana JHT BP Jamsostek menunjukkan tren penurunan. Merujuk pada laporan keuangan badan tersebut, imbal hasil JHT pada 2017 sebesar 7,82 persen. Nilainya menurun berturut-turut, mulai 2018 menjadi 7,52 persen, lalu menjadi 6,87 persen pada 2019, hingga 6,73 persen pada 2020. Namun data untuk 2021 belum dirilis oleh BP Jamsostek (BPJS Ketenagakerjaan).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Timboel menyatakan, tren tersebut salah satunya dipicu oleh Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 19 Tahun 2015 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat JHT. Aturan tersebut memungkinkan dana JHT dicairkan satu bulan setelah peserta berhenti kerja, baik karena pemutusan hubungan kerja (PHK) maupun pengunduran diri.
"Dengan ketentuan setelah PHK bisa langsung ambil, rasio klaimnya jadi 60-70 persen," kata Timboel, kemarin 13 Februari. Kondisi tersebut membuat BP Jamsostek perlu menyimpan dana di aset-aset jangka pendek, seperti deposito, yang imbal hasilnya rendah.
Dampaknya, BP Jamsostek kesulitan menyimpan dana di aset jangka panjang yang menawarkan imbal hasil lebih besar. Sementara itu, di sisi lain, aturan Otoritas Jasa Keuangan mengikat badan ini untuk mengalokasikan minimal 50 persen investasinya untuk surat berharga negara.
Loket pelayanan BP Jamsostek di Jakarta, 23 Juni 2021. Tempo/Tony Hartawan
Belum lagi, Timboel melanjutkan, penyidikan dugaan korupsi dana investasi BP Jamsostek dan rekomendasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk melakukan cut loss atau take profit dari enam saham yang diinvestasikan badan ini dianggap menghambat keputusan direksi meningkatkan investasi.
"Kalau pemerintah menerapkan aturan baru soal JHT ini, jadi bisa ada dana jangka panjang untuk investasi yang imbal hasilnya semakin baik untuk peserta," tutur Timboel. Dengan catatan, pemerintah harus menjamin bantuan dana segar bagi pekerja yang berhenti kerja. Sebab, pencairan JHT selama ini merupakan tumpuan bagi peserta yang kehilangan pekerjaan.
Pemerintah melalui Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat JHT memutuskan untuk menahan dana JHT hingga peserta memasuki usia pensiun atau 56 tahun. Terdapat pengecualian pencairan saat peserta sudah 10 tahun membayar iuran. Peserta bisa mengajukan pencairan 30 persen dari total dana JHT mereka untuk kebutuhan pembelian maupun renovasi rumah atau 10 persen untuk keperluan lain.
Dalam rapat dengar pendapat Komisi IX DPR pada 28 September 2021, Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Kementerian Ketenagakerjaan, Indah Anggoro Putri, juga menyatakan ada kemungkinan penumpukan klaim dana pensiun dalam waktu sepuluh tahun ke depan. "Kami memitigasi ketahanan dana (BP Jamsostek) pada 2030. Kami prediksi akan ada penumpukan klaim jaminan pensiun pada 2030. Mudah-mudahan ini bisa kita siapkan bersama," ujarnya.
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, sepakat bahwa kebijakan ini bakal mempengaruhi imbal hasil investasi BPJS secara keseluruhan. "Tapi ini, kan, enggak bagus karena para pekerja yang disuruh berkorban," kata dia.
Selain itu, tak ada jaminan kondisi keuangan BP Jamsostek bakal membaik tanpa perbaikan kinerja manajemen investasi. Artinya, kata Bhima, kebijakan ini hanya menunda waktu keuangan badan tersebut memburuk. Bhima mengatakan efisiensi di lingkup internal BP Jamsostek perlu dijalankan lebih dulu sebelum membebankan peserta dengan memarkir dana jaminan hari tua.
Direktur Eksekutif Indef, Tauhid Ahmad, meyakini kondisi keuangan di BP Jamsostek menjadi salah satu pertimbangan pemerintah menerbitkan ketentuan baru soal JHT. Sebab, selama masa pandemi, klaim meningkat, sementara dari sisi investasi terdapat potensi kerugian jika merujuk pada BPK dan Kejaksaan Agung.
Tauhid menyatakan pemerintah dan BP Jamsostek perlu menyusun skenario cadangan selain menahan dana pekerja. "BPJS harus merekomendasikan kebijakan sustainability keuangan," kata dia. Misalnya dengan mengatur besaran premi, waktu pencairan, atau mengubah porsi alokasi investasi.
Direktur Utama BP Jamsostek Anggoro Eko Cahyo memastikan, hingga akhir 2021, keuangan lembaga yang ia pimpin dalam kondisi sehat. Dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi IX DPR pada 20 Januari lalu, dia memaparkan, indikator hal itu terlihat dari rasio aset lancar dibandingkan dengan liabilitas jangka pendek, lalu rasio beban usaha dibanding pendapatan operasional dan pendapatan investasi, serta rasio ekuitas dan liabilitas berada di atas target minimal.
Anggoro juga menyatakan rasio likuiditas semua layanan dalam kondisi aman. "Untuk layanan Jaminan Hari Tua, rasionya saat ini adalah sekitar 50 ribu persen. Karena aset lancarnya besar dan kewajibannya kecil," kata dia.
Satu hal yang menjadi catatan BP Jamsostek adalah rasio jaminan kematian yang hanya 82 persen. Direktur Perencanaan Strategis dan Teknologi Informasi BP Jamsostek, Pramudya Iriawan Buntoro, menyatakan kondisi itu menggambarkan iuran yang diterima pada tahun tersebut tidak cukup untuk membayar manfaat (klaim peserta). Penyebabnya adalah tingginya klaim kematian sepanjang 2021 akibat Covid-19.
"Meski demikian, untuk dana jaminan kematian, kami masih punya ruang. Rasio kesehatan keuangan menunjukkan bahwa kami bisa bayar manfaat sampai 39 bulan ke depan," ujar Pramudya.
Staf Khusus Menteri Ketenagakerjaan, Dita Indah Sari, menegaskan bahwa perubahan aturan soal JHT BP Jamsostek tak ada kaitannya dengan kondisi keuangan pengelola dana. "BP Jamsostek itu termasuk yang sehat, kok," tutur dia. Menurut Dita, pemerintah hanya ingin memastikan peserta memiliki penghasilan setelah tidak lagi bekerja.
VINDRY FLORENTIN
Baca Juga:
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo