Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

arsip

Awas Culik !

Kisah penculikan direktur utama magna industrial co, leon d. richardson. ia menyatakan tak pernah tahu siapa penculiknya, sampai kini. diduga sebuah organisasi perjuangan.(sel)

11 Juli 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

INI serius. Pernahkah anda membayangkan diri diculik, dibekap sejumlah teroris, dijebloskan ke sebuah ruangan pengap sampai berbulan-bulan? Mulailah berpikir: suatu kali itu bisa terjadi pada anda. Itu sudah terjadi pada saya," tulis Leon D. Richardson di Asian Wall Street Journal. Dan itu memang terjadi padanya. Selama 100 hari persis ia disekap sejumlah penculik. Dari 10 Februari sampai dengan 20 Mei yang lalu. Untung ia selamat. Leon D. Richardson adalah Direktur Utama Magna Industrial Co. yang berpusat di Hongkong. Ia sendiri orang Australia. Perusahaannya termasuk multi-nasional ukuran sedang --memperdagangkan berbagai alat las dan elektrode, dengan pasaran di seluruh dunia. Februari lalu, direktur utama itu mengadakan perjalanan rutin ke Guatemala, Amerika Latin, bersama beberapa orang staf. Di situlah ia diculik. Ia menyatakan tak pernah tahu siapa penculiknya -- sampai kini. Hanya, menurut kesimpulannya, mereka sebuah organisasi perjuangan entah apa yang sedang mengumpulkan dana. Dan itulah sebabnya ia memperingatkan: hampir segala jenis orang bisa diculik sekarang ini. Asal ia punya banyak uang. Atau diketahui ada perusahaan, atau badan, atau keluarga, atau perkumpuan, yang akan mau menebus nyawanya. Boleh jadi ia politikus, atau wartawan, siapa saja. Hanya Richardson membedakannya dari penculikan politik -- dengan tujuan bukan harta. Yang ini memang lain -- dan barangkali lebih gawat. Hari itu, di Guatemala, ia baru saja turun dari pesawat. Dengan sebuah mobil ia keluar pelabuhan udara dan disergap. Mobil yang ditumpanginya ditahan seseorang yang memakai seragam polisi militer. Dan begitu kendaraan berhenti, sejumlah laki-laki menyerbu. Seorang segera menempelkan laras pistol ke kepala Richardson, sementara yang lain menyodokkan senapan ke dada. Beramai-ramai sang direktur didorong ke sebuah pick-up. Tangannya diikat, matanya ditutup kain hitam, lalu ia disembunyikan di antara sesusun plywood dan ban-ban bekas di bak belakang. Mobil berlari dengan cepat. Richardson dijebloskan ke sebuah ruangan kecil tanpa jendela -- 2,5 meter persegi.Dalam kerangkeng itulah ia akan bermukim berbulan-bulan. Tapi sang direktur utama rupanya orang yang punya mental baja. Selama "cuti"-nya yang 100 hari, sarafnya ternyata tidak rusak. Jadi sentimental pun tidak. Tadinya ia sendiri mengira mengalami gangguan emosional. Misalnya, pernah ia berusaha mengarang sajak -- di masa-masa pertama. Tapi jelek, menurut pengakuannya. Bisa dipaham. "Kepala dagang"-nya tetap unggul. Lalu ia mengisi waktu dengan menulis artikel. Untung, pihak penculik memberinya fasilitas untuk itu. Tapi ia tak menyiapkan sebuah karangan yang memuat pengalaman pahitnya, semacam kisah nyata -- dan itu bukti bahwa ia memang orang yang dingin. Karangan yang dibuatnya bahkan hampir tak masuk akal bisa dikerjakan dalam ruang yang lebih mirip kuburan itu. Ia bisa menghasilkan 21 artikel untuk majalah teknik, berbagai petunjuk mengelas dan mengecor logam. Juga naskah dua buah buku -- satu tentang marketing internasional, khususnya ekspor, dan yang lain tentang hobi memasak .... Satu-satunya karangan yang ada hubungannya dengan pengalamannya diculik: nasihat untuk mengatasi penculikan. Hebat, Pak Dirut ini. "Jangan menganggap enteng penculik," katanya menasihati. Sebab berdasar pengamatan Richardson, para penculiknya orang-orang yang tahu betul bidang mereka. Penculikan diatur rapi dan rumit, tentunya dengan penelitian pendahuluan segala. Perlengkapan yang dipakai pun kelas satu dan mahal. Seksi yang bergerak sendiri sigap dan tampak terlatih. Walhasil, bukan seperti mereka yang bergerak di pesawat Woyla tempo hari. Tapi dasar pedagang, Richardson menilai penculikan senantiasa menggunakan sistem dagang. "Malah tingkat tinggi," katanya. Barangkali juga ia betul. Penculikan, misalnya, senantiasa minta tebusan. Cari duit. Tak jadi soal untuk apa itu uang -- untuk perjuangan atau keperluan pribadi. Untuk itulah teknik yang dipakai selalu teknik jual-beli. Buktinya? Penculik profesional katanya akan sangat hati-hati menentukan uang tebusan. Perhitungannya: tebusan yang terlalu tinggi bisa-bisa membuat pembayaran dibatalkan. Sedang kalau terlalu rendah, rugi dong. "Memang jangan harap uang tebusan bakal murah," kata Richardson. Sebab modalnya ternyata juga besar. Richardson memperkirakan biaya yang dikeluarkan para penculiknya, untuk proyek yang mengenai dia itu, tak kurang dari US$ 400.000. Karena itu, pada tahap pertama penculik biasanya akan melanjutkan penyelidikannya -- mengecek dan melengkapi data-data sandera yang sudah ada sebelumnya. Menyodorkan berbagai pertanyaan yang diketik rapi, dan merekam jawabannya. Dari sini jumlah tebusan bisa diputuskan lebih teliti. Ini sejenis spekulasi juga, bukan? Sebab ada kemungkinan, korban ternyata tidak bernilai setinggi yang diperkirakan. Yah, namanya juga dagang. Satu-satunya hal yang tak dimengerti Richardson: mengapa para penculiknya sampai menunda 56 hari untuk mulai berunding menentukan pembayaran. Sampai sekarang ia tak habis pikir. Biasanya penculik paling lama seminggu sudah membuat kontak dengan keluarga korban. "Kebanyakan penculikan berhasil karena orang tidak mengetahui teknik-teknik mereka," tulis Richardson. "Padahal kuncinya sederhana: pertandingan mental antara penculik dan korbannya." Hari pertama sesudah ia disergap, misalnya, seorang perunding datang. Mulanya mencari data. Impresi yang ditunjukkan: seolah itu pekerjaan rutin. Mereka sudah sangat ahli. Memang menentukan apakah si penculik orang emosional rupanya sulit. Semua penculik menggunakan tutup muka-hanya mata yang kelihatan. Richardson mendapat kemenangan waktu si perunding mulai membicarakan jumlah tebusan. Di titik ini, katanya, penculik bisa dipastikan akan selalu ragu. Tak ada pilihan, merekalah yang harus duluan menebak -- dengan menyebut jumlah. Namanya menebak, sikap tidak pasti betapapun sulit dihindari. Dan bila ini kita sadari, katanya, kita bahkan bisa menyerang. Pihak penculik waktu itu menyebut jumlah US$ 10 juta. "Sudah, matikan saja tape-recorder itu. Batalkan saja surat yang akan anda buat. Cuma membuang waktu. Perusahaan tempat saya bekerja terlalu kecil untuk jumlah itu," kata Richardson sembari ketawa. Si penanya lantas tampak ragu -- dan di situ Richardson merasa menang mental. Menang mental -- itu kunci pertama. Tapi bagaimana bisa? Sebab, ia sudah berkesimpulan: ia tak akan ditembak mati. Sebab itu berarti kerugian. Toh, bila seorang korban memang akan dibunuh, misalnya oleh para teroris politik, bayaran yang mahal tak akan ada gunanya. "Sikap akan membunuh itu sudah kelihatan," katanya. "Buntutnya mereka memang akan membunuh anda, tak peduli tebusannya 10 dollar atau 10 juta." Waktu ia dijebloskan ke kamar tahanan, seorang penculik malah wanti-wanti bilang: "Sebaiknya anda tidak bertindak bodoh, bunuh diri." Sesudah itu ikat pinggangnya diambil. Ruangan juga dibersihkan dari segala benda tajam, kaca, kaleng, paku atau apa saja yang dipandang, berbahaya. "Ah, anda tak perlu repot-repot begitu," komentar sang Dirut. "Saya sama sekali tak berniat bunuh diri. Tapi saya toh bakal mati karena serangan jantung." Di sini tiba-tiba para penculik malah khawatir sungguhan. Mereka lantas mengusut kesehatannya. Dan keesokannya ia mendapat obat yang biasa ditelannya, empat kali setiap hari. Ada satu hal lagi yang dipraktekkan Richardson. Dalam jangka 100 hari, ia memperlihatkan sikap tidak stabil, namun keras. Pada hari yang satu ia nampak damai. Bergurau dan bercengkerama dengan para penjaga, malah sempat mengajarkan bahasa Inggris. Tapi esoknya ia tiba-tiba seperti "panas kepala". Tak mau makan, bahkan melemparkan makanan yang disediakan. Ketika para penculik mulai bingung, ia mengancam akan bunuh diri. Hasilnya bagus. Karena itu pula ia menasihatkan: sandera sebaiknya secara reguler mengancam bunuh diri. Ini membuatnya menang secara psikologis. Dan untuk menang, kondisi badan pun hendaknya baik. Pikiran jangan dibiarkan ngelantur, dan olahraga harus digiatkan. Dan hanya untuk menghidupkan pikiran, sang Dirut senantiasa merencanakan sebuah cara untuk kabur. "Ini membuat kita tetap bersemangat," katanya. Bukankah harapan selalu membuat orang bersemangat? Begitu seriusnya, sampai-sampai akhirnya Richardson jadi yakin akan berhasil. Dan ia sungguhan berusaha kabur -- sampai empat kali. Satu di antaranya hampir menewaskannya: kepalanya digebuk dengan gagang pistol. Ternyata bukan cuma dalam sport otak saja Richardson giat. Dalam 100 hari, ia berolahraga luar biasa: membungkukkan badan 500 kali sehari. Sit-up dengan kursi lipat 14.000 kali sehari. Latihan tangan dengan "barbel" batu, yang dimasukkan ke dalam kaus kaki, 2000 kali sehari. Setelah memberi nasihat bagi sandera, Richardson juga menyinggung bagaimana mengurus penculikan dari luar -- dari sisi perunding yang harus membayar uang tebusan. Perunding harus berkepala dingin dan ahli strategi - tentu saja. Karena itu, sedapat mungkin, jangan sampai keluarga sendiri yang melayani penculik. Begitulah, waktu ditanyai para penculiknya, Richardson menunjuk Thomas Dundon sebagai yang harus dihubungi. Ia memang seorang wakil Richardson yang memenuhi syarat - yang pekerjaannya memang berunding (dengan halus maupun gertak) dalam soal dagang selama lebih sepuluh tahun. Dan Tom memang bertindak memuaskan sang Dirut. Termasuk bagaimana ia membuat perkiraan kesehatan bosnya, memperhitungkan daya tahan dengan meneliti berbagai penyakitnya, dan memutuskan beberapa lama ia akan bisa mengulur waktu. DALAM kurang lebih 40 hari, penculik menelepon Tom 16 kali. Di tahap-tahap pertama uang tebusan tak jadi pembicaraan utama. "Perang urat syaraf, itu tujuannya," kata Richardson. "Tapi Tom bisa mematahkannya." Suatu kali para penculik bahkan mengancam akan mengirimkan potongan tangan kanan Richardson. Tapi apa jawab Tom? "Bung, saya pedagang, Orang yang ada pada anda adalah barang yang akan saya beli. Sebaiknya anda catat, sedikit saja barang itu cacat, jual beli segera saya batalkan." Mungkin justru karena Tom sangat lihai dalam tawar-menawar, penyekapan berlangsung sampai 100 hari (atau 44 hari, bila jangka sebelum si penculik menghubungi perusahaannya tidak dihitung). Tapi jumlah tebusan akhirnya memang "sangat murah", menurut Richardson. Ia tak mau menyebut berapa. Bahkan tak menuliskan seluk-beluk lolosnya dari sekapan. Hanya ia termasuk orang yang menganjurkan agar uang tebusan dibayarkan -- dan tak setuju pada pendapat: meluruskan keinginan penculik berarti melestarikan penculikan. Menurut Dirut ini: "Nyawa manusia jauh lebih berharga daripada hartaù

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus