INI serius. Pernahkah anda membayangkan diri diculik, dibekap
sejumlah teroris, dijebloskan ke sebuah ruangan pengap sampai
berbulan-bulan? Mulailah berpikir: suatu kali itu bisa terjadi
pada anda. Itu sudah terjadi pada saya," tulis Leon D.
Richardson di Asian Wall Street Journal.
Dan itu memang terjadi padanya. Selama 100 hari persis ia
disekap sejumlah penculik. Dari 10 Februari sampai dengan 20 Mei
yang lalu. Untung ia selamat. Leon D. Richardson adalah Direktur
Utama Magna Industrial Co. yang berpusat di Hongkong. Ia sendiri
orang Australia. Perusahaannya termasuk multi-nasional ukuran
sedang --memperdagangkan berbagai alat las dan elektrode, dengan
pasaran di seluruh dunia. Februari lalu, direktur utama itu
mengadakan perjalanan rutin ke Guatemala, Amerika Latin, bersama
beberapa orang staf. Di situlah ia diculik.
Ia menyatakan tak pernah tahu siapa penculiknya -- sampai kini.
Hanya, menurut kesimpulannya, mereka sebuah organisasi
perjuangan entah apa yang sedang mengumpulkan dana.
Dan itulah sebabnya ia memperingatkan: hampir segala jenis orang
bisa diculik sekarang ini. Asal ia punya banyak uang. Atau
diketahui ada perusahaan, atau badan, atau keluarga, atau
perkumpuan, yang akan mau menebus nyawanya. Boleh jadi ia
politikus, atau wartawan, siapa saja.
Hanya Richardson membedakannya dari penculikan politik -- dengan
tujuan bukan harta. Yang ini memang lain -- dan barangkali lebih
gawat.
Hari itu, di Guatemala, ia baru saja turun dari pesawat. Dengan
sebuah mobil ia keluar pelabuhan udara dan disergap. Mobil yang
ditumpanginya ditahan seseorang yang memakai seragam polisi
militer. Dan begitu kendaraan berhenti, sejumlah laki-laki
menyerbu. Seorang segera menempelkan laras pistol ke kepala
Richardson, sementara yang lain menyodokkan senapan ke dada.
Beramai-ramai sang direktur didorong ke sebuah pick-up.
Tangannya diikat, matanya ditutup kain hitam, lalu ia
disembunyikan di antara sesusun plywood dan ban-ban bekas di bak
belakang. Mobil berlari dengan cepat.
Richardson dijebloskan ke sebuah ruangan kecil tanpa jendela --
2,5 meter persegi.Dalam kerangkeng itulah ia akan bermukim
berbulan-bulan.
Tapi sang direktur utama rupanya orang yang punya mental baja.
Selama "cuti"-nya yang 100 hari, sarafnya ternyata tidak rusak.
Jadi sentimental pun tidak. Tadinya ia sendiri mengira mengalami
gangguan emosional. Misalnya, pernah ia berusaha mengarang sajak
-- di masa-masa pertama. Tapi jelek, menurut pengakuannya. Bisa
dipaham. "Kepala dagang"-nya tetap unggul.
Lalu ia mengisi waktu dengan menulis artikel. Untung, pihak
penculik memberinya fasilitas untuk itu. Tapi ia tak menyiapkan
sebuah karangan yang memuat pengalaman pahitnya, semacam kisah
nyata -- dan itu bukti bahwa ia memang orang yang dingin.
Karangan yang dibuatnya bahkan hampir tak masuk akal bisa
dikerjakan dalam ruang yang lebih mirip kuburan itu.
Ia bisa menghasilkan 21 artikel untuk majalah teknik, berbagai
petunjuk mengelas dan mengecor logam. Juga naskah dua buah buku
-- satu tentang marketing internasional, khususnya ekspor, dan
yang lain tentang hobi memasak .... Satu-satunya karangan yang
ada hubungannya dengan pengalamannya diculik: nasihat untuk
mengatasi penculikan. Hebat, Pak Dirut ini.
"Jangan menganggap enteng penculik," katanya menasihati. Sebab
berdasar pengamatan Richardson, para penculiknya orang-orang
yang tahu betul bidang mereka. Penculikan diatur rapi dan rumit,
tentunya dengan penelitian pendahuluan segala. Perlengkapan yang
dipakai pun kelas satu dan mahal. Seksi yang bergerak sendiri
sigap dan tampak terlatih. Walhasil, bukan seperti mereka yang
bergerak di pesawat Woyla tempo hari.
Tapi dasar pedagang, Richardson menilai penculikan senantiasa
menggunakan sistem dagang. "Malah tingkat tinggi," katanya.
Barangkali juga ia betul. Penculikan, misalnya, senantiasa minta
tebusan. Cari duit. Tak jadi soal untuk apa itu uang -- untuk
perjuangan atau keperluan pribadi. Untuk itulah teknik yang
dipakai selalu teknik jual-beli.
Buktinya? Penculik profesional katanya akan sangat hati-hati
menentukan uang tebusan. Perhitungannya: tebusan yang terlalu
tinggi bisa-bisa membuat pembayaran dibatalkan. Sedang kalau
terlalu rendah, rugi dong. "Memang jangan harap uang tebusan
bakal murah," kata Richardson. Sebab modalnya ternyata juga
besar. Richardson memperkirakan biaya yang dikeluarkan para
penculiknya, untuk proyek yang mengenai dia itu, tak kurang dari
US$ 400.000.
Karena itu, pada tahap pertama penculik biasanya akan
melanjutkan penyelidikannya -- mengecek dan melengkapi data-data
sandera yang sudah ada sebelumnya. Menyodorkan berbagai
pertanyaan yang diketik rapi, dan merekam jawabannya. Dari sini
jumlah tebusan bisa diputuskan lebih teliti. Ini sejenis
spekulasi juga, bukan? Sebab ada kemungkinan, korban ternyata
tidak bernilai setinggi yang diperkirakan. Yah, namanya juga
dagang.
Satu-satunya hal yang tak dimengerti Richardson: mengapa para
penculiknya sampai menunda 56 hari untuk mulai berunding
menentukan pembayaran. Sampai sekarang ia tak habis pikir.
Biasanya penculik paling lama seminggu sudah membuat kontak
dengan keluarga korban.
"Kebanyakan penculikan berhasil karena orang tidak mengetahui
teknik-teknik mereka," tulis Richardson. "Padahal kuncinya
sederhana: pertandingan mental antara penculik dan korbannya."
Hari pertama sesudah ia disergap, misalnya, seorang perunding
datang. Mulanya mencari data. Impresi yang ditunjukkan: seolah
itu pekerjaan rutin. Mereka sudah sangat ahli. Memang menentukan
apakah si penculik orang emosional rupanya sulit. Semua penculik
menggunakan tutup muka-hanya mata yang kelihatan.
Richardson mendapat kemenangan waktu si perunding mulai
membicarakan jumlah tebusan. Di titik ini, katanya, penculik
bisa dipastikan akan selalu ragu. Tak ada pilihan, merekalah
yang harus duluan menebak -- dengan menyebut jumlah. Namanya
menebak, sikap tidak pasti betapapun sulit dihindari. Dan bila
ini kita sadari, katanya, kita bahkan bisa menyerang.
Pihak penculik waktu itu menyebut jumlah US$ 10 juta. "Sudah,
matikan saja tape-recorder itu. Batalkan saja surat yang akan
anda buat. Cuma membuang waktu. Perusahaan tempat saya bekerja
terlalu kecil untuk jumlah itu," kata Richardson sembari ketawa.
Si penanya lantas tampak ragu -- dan di situ Richardson merasa
menang mental. Menang mental -- itu kunci pertama. Tapi
bagaimana bisa?
Sebab, ia sudah berkesimpulan: ia tak akan ditembak mati. Sebab
itu berarti kerugian. Toh, bila seorang korban memang akan
dibunuh, misalnya oleh para teroris politik, bayaran yang mahal
tak akan ada gunanya. "Sikap akan membunuh itu sudah kelihatan,"
katanya. "Buntutnya mereka memang akan membunuh anda, tak peduli
tebusannya 10 dollar atau 10 juta."
Waktu ia dijebloskan ke kamar tahanan, seorang penculik malah
wanti-wanti bilang: "Sebaiknya anda tidak bertindak bodoh, bunuh
diri." Sesudah itu ikat pinggangnya diambil. Ruangan juga
dibersihkan dari segala benda tajam, kaca, kaleng, paku atau apa
saja yang dipandang, berbahaya.
"Ah, anda tak perlu repot-repot begitu," komentar sang Dirut.
"Saya sama sekali tak berniat bunuh diri. Tapi saya toh bakal
mati karena serangan jantung." Di sini tiba-tiba para penculik
malah khawatir sungguhan. Mereka lantas mengusut kesehatannya.
Dan keesokannya ia mendapat obat yang biasa ditelannya, empat
kali setiap hari.
Ada satu hal lagi yang dipraktekkan Richardson. Dalam jangka 100
hari, ia memperlihatkan sikap tidak stabil, namun keras. Pada
hari yang satu ia nampak damai. Bergurau dan bercengkerama
dengan para penjaga, malah sempat mengajarkan bahasa Inggris.
Tapi esoknya ia tiba-tiba seperti "panas kepala". Tak mau makan,
bahkan melemparkan makanan yang disediakan.
Ketika para penculik mulai bingung, ia mengancam akan bunuh
diri. Hasilnya bagus. Karena itu pula ia menasihatkan: sandera
sebaiknya secara reguler mengancam bunuh diri. Ini membuatnya
menang secara psikologis.
Dan untuk menang, kondisi badan pun hendaknya baik. Pikiran
jangan dibiarkan ngelantur, dan olahraga harus digiatkan. Dan
hanya untuk menghidupkan pikiran, sang Dirut senantiasa
merencanakan sebuah cara untuk kabur. "Ini membuat kita tetap
bersemangat," katanya. Bukankah harapan selalu membuat orang
bersemangat?
Begitu seriusnya, sampai-sampai akhirnya Richardson jadi yakin
akan berhasil. Dan ia sungguhan berusaha kabur -- sampai empat
kali. Satu di antaranya hampir menewaskannya: kepalanya digebuk
dengan gagang pistol.
Ternyata bukan cuma dalam sport otak saja Richardson giat. Dalam
100 hari, ia berolahraga luar biasa: membungkukkan badan 500
kali sehari. Sit-up dengan kursi lipat 14.000 kali sehari.
Latihan tangan dengan "barbel" batu, yang dimasukkan ke dalam
kaus kaki, 2000 kali sehari.
Setelah memberi nasihat bagi sandera, Richardson juga
menyinggung bagaimana mengurus penculikan dari luar -- dari sisi
perunding yang harus membayar uang tebusan.
Perunding harus berkepala dingin dan ahli strategi - tentu saja.
Karena itu, sedapat mungkin, jangan sampai keluarga sendiri yang
melayani penculik.
Begitulah, waktu ditanyai para penculiknya, Richardson menunjuk
Thomas Dundon sebagai yang harus dihubungi. Ia memang seorang
wakil Richardson yang memenuhi syarat - yang pekerjaannya memang
berunding (dengan halus maupun gertak) dalam soal dagang selama
lebih sepuluh tahun.
Dan Tom memang bertindak memuaskan sang Dirut. Termasuk
bagaimana ia membuat perkiraan kesehatan bosnya, memperhitungkan
daya tahan dengan meneliti berbagai penyakitnya, dan memutuskan
beberapa lama ia akan bisa mengulur waktu.
DALAM kurang lebih 40 hari, penculik menelepon Tom 16 kali. Di
tahap-tahap pertama uang tebusan tak jadi pembicaraan utama.
"Perang urat syaraf, itu tujuannya," kata Richardson. "Tapi Tom
bisa mematahkannya."
Suatu kali para penculik bahkan mengancam akan mengirimkan
potongan tangan kanan Richardson. Tapi apa jawab Tom? "Bung,
saya pedagang, Orang yang ada pada anda adalah barang yang akan
saya beli. Sebaiknya anda catat, sedikit saja barang itu cacat,
jual beli segera saya batalkan."
Mungkin justru karena Tom sangat lihai dalam tawar-menawar,
penyekapan berlangsung sampai 100 hari (atau 44 hari, bila
jangka sebelum si penculik menghubungi perusahaannya tidak
dihitung). Tapi jumlah tebusan akhirnya memang "sangat murah",
menurut Richardson. Ia tak mau menyebut berapa. Bahkan tak
menuliskan seluk-beluk lolosnya dari sekapan.
Hanya ia termasuk orang yang menganjurkan agar uang tebusan
dibayarkan -- dan tak setuju pada pendapat: meluruskan
keinginan penculik berarti melestarikan penculikan. Menurut
Dirut ini: "Nyawa manusia jauh lebih berharga daripada hartaù