Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Komnas HAM memeriksa tim dokter forensik Polri yang mengautopsi jasad Brigadir J.
Kesimpulan hasil pemeriksaan tim forensik belum bisa dipaparkan Komnas HAM.
Komnas HAM menjadwalkan pemeriksaan terhadap delapan ajudan Irjen Ferdy Sambo.
JAKARTA – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) memeriksa tim dokter forensik Kepolisian RI, kemarin, untuk menyelidiki kematian Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J. Komnas menanyakan proses autopsi hingga penyebab luka di tubuh Brigadir J.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kami meminta keterangan dari tahap awal sampai akhir. Dari jenazah masuk ke rumah sakit hingga autopsi selesai," ujar komisioner Komnas HAM, Choirul Anam, di kantornya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut dia, tim dokter forensik menjelaskan secara detail proses autopsi jenazah Yosua. Dalam pemeriksaan itu, Komnas HAM menanyakan proses saat jenazah diterima dokter, autopsi, temuan luka pada tubuh dan penyebabnya, perkiraan jarak tembak, serta perkiraan waktu kematian korban.
Anam mengatakan timnya menemui tim dokter forensik tidak dengan tangan kosong. Dia menyebutkan tim Komnas HAM mengkonfirmasi beberapa temuan selama memeriksa keluarga Yosua. "Bolak-balik kami tanya ke tim forensik. Tidak ada yang terlewat," ujarnya. Anam menuturkan lembaganya telah menerima semua informasi dari tim dokter forensik. Namun Komnas HAM menolak membeberkan berbagai informasi tersebut dengan alasan menunggu hasil autopsi ulang jenazah Yosua pada Rabu ini.
Irwasum Polri Komjen Agung Budi Maryoto (kiri), yang juga bagian dari tim khusus yang dibentuk untuk menangani kasus tewasnya Brigadir J, bersama Kepala Divisi Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo memberikan keterangan kepada wartawan saat mengantar tim forensik di gedung Komnas HAM, Jakarta, 25 Juli 2022. TEMPO/Hilman Fathurrahman W.
Komnas HAM memeriksa tim forensik terkait dengan tewasnya Brigadir Yosua di rumah dinas Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan, Inspektur Jenderal Ferdy Sambo, di Kompleks Polri Duren Tiga pada 8 Juli lalu. Yosua tewas dalam aksi yang disebut polisi sebagai baku tembak dengan Bharada E atau atau Richard Eliezer Pudihang Lumiu. Sejumlah kejanggalan muncul. Di antaranya, polisi menyebutkan Bharada E tidak terluka, sedangkan Yosua tertembak dengan tujuh peluru di badannya. Selain itu, kamera pengawas atau CCTV disebut rusak. Namun, sehari setelah insiden itu, dekoder CCTV di pos satpam dekat rumah dinas Ferdy diambil dengan alasan disita.
Anam menjelaskan, tim forensik memaparkan foto-foto posisi jenazah sebelum diautopsi. Saat autopsi, ditemukan sejumlah luka di tubuh Yosua. Menurut dia, semua luka memiliki karakter masing-masing. Dalam pemeriksaan itu, tim Komnas HAM menanyakan penyebab dan karakter luka tersebut. "Kalau itu luka tembak, misalnya, apakah luka itu masuk atau luka keluar? Lalu, kapan kira-kira luka itu ada di tubuh? Itu semua kami tanyakan."
Dari pemeriksaan tim forensik, Komnas HAM juga menelisik perkiraan waktu, lokasi, dan penyebab kematian Yosua. Anam menerangkan, perkiraan waktu kematian korban dihitung dokter sejak jenazah diterima Instalasi Kedokteran Forensik RS Polri, Kramat Jati, Jakarta Timur, pada Jumat malam, 8 Juli 2022. Data itu kemudian disandingkan dengan kronologi kematian Yosua. "Ini bagian dari validasi fakta-fakta sebelum Komnas HAM mengambil kesimpulan," ujarnya.
Anam mengatakan keterangan dokter forensik bakal dikomparasi dengan laporan pengacara keluarga Yosua. Tim pengacara keluarga mengklaim menemukan luka bekas penyiksaan di tubuh Yosua. Komnas HAM sebelumnya juga mendapat foto dan video perihal kondisi jenazah Yosua ketika diterima keluarga di Jambi pada Sabtu, 9 Juli 2022. Berbagai bukti tersebut akan dibandingkan dengan penilaian para ahli kedokteran forensik independen.
Jika waktunya memungkinkan, Komnas HAM akan menunggu hasil autopsi ulang jenazah Yosua yang digelar tim khusus pada Rabu ini. Hasil autopsi ulang itu kemudian bisa dikomparasi dengan hasil autopsi yang sebelumnya dilakukan RS Polri Kramat Jati. Komnas HAM mengirim anggota staf untuk memantau proses ekshumasi atau penggalian makam Yosua di Muaro Jambi.
Komnas HAM telah membentuk tim penyelidikan untuk mengungkap kasus kematian Brigadir Yosua. Lembaga ini sempat memeriksa pengacara keluarga Yosua, para ahli kedokteran forensik, hingga dokter forensik yang menangani jenazah korban. Mereka juga berencana memeriksa saksi-saksi lain yang terkait dengan peristiwa kematian tersebut.
Laporan majalah Tempo edisi 25-31 Juli 2022 bertajuk "Siapa Pembunuh Brigadir Yosua" menulis adanya tangkapan rekaman kamera pengawas CCTV yang menunjukkan ambulans melintas di depan kantor advokat Denny A.K. Andrian di Jalan Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta Selatan. Ambulans itu melintas dengan pengawalan provos yang disinyalir mengangkut jenazah Yosua sekitar pukul 19.53 WIB, Jumat, 8 Juli lalu. Tempo juga mendapati keterangan rekaman sebelum Yosua meninggal, yakni ketika perjalanan dari Magelang, Jawa Tengah, menuju Jakarta bersama istri Inspektur Jenderal Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, pada hari yang sama.
Dalam rekaman CCTV tersebut, Yosua mengenakan kaus putih merek Zara yang di belakangnya bertulisan "We Need Arts in Our Lives" dan celana jins berwarna biru. Yosua juga kedapatan mengenakan kaus yang sama ketika tiba di rumah pribadi Ferdy di Jalan Saguling III, Duren Tiga, sekitar pukul 15.00 WIB pada Jumat, 8 Juli. Rumah pribadi Ferdy dengan rumah dinasnya di Kompleks Polri Duren Tiga hanya berjarak 500 meter. Selain itu, Tempo mendapat foto Yosua terkapar tewas di rumah dinas Ferdy dengan darah yang berceceran.
Ferdy ditengarai sangat berperan ketika Yosua ditemukan tewas. Seorang yang mengetahui penyidikan mengatakan Ferdy meminta Kepolisian Resor Metro Jakarta Selatan dan bawahannya datang ke rumah dinasnya. Olah tempat kejadian perkara dilakukan ala kadarnya dan keberadaan bawahan Sambo di Divisi Profesi dan Pengamanan disinyalir mencemari lokasi kejadian. Ferdy belum bisa dimintai konfirmasi ihwal berbagai tuduhan keterlibatan itu.
Komnas HAM Periksa Ajudan Ferdy Sambo
Komnas HAM mengatakan akan menelusuri berbagai temuan tersebut, terutama rekaman CCTV yang mencatat setiap peristiwa terkait dalam insiden kematian Yosua. Rencananya, Komnas HAM pada Selasa ini memeriksa delapan ajudan Ferdy yang diduga mengetahui insiden tewasnya Brigadir Yosua. Selain itu, Komnas menjadwalkan pemeriksaan terhadap adik Yosua, Brigadir Dua Mahareza Hutabat, yang kala itu pertama kali mendapat informasi kematian sang kakak dan mengawal proses pemulangan jenazah ke Jambi.
Ketua Komnas HAM, Ahmad Taufan Damanik, mengatakan keterangan yang didapat dari dokter forensik sudah komprehensif. Nantinya, keterangan tersebut diolah dan dianalisis, juga divalidasi dengan data-data yang lain. "Crosscheck analisisnya dengan hasil-hasil yang sebelumnya kami dapatkan, baik dari pihak keluarga almarhum Yosua maupun dari ahli yang kami undang," ucap Taufan. Komnas HAM masih mengumpulkan bahan-bahan tambahan lain sebelum mereka mengambil kesimpulan. Taufan berjanji menghindari asumsi-asumsi atau dugaan yang tidak didasari fakta.
Nelson Simanjuntak, pengacara keluarga Yosua, enggan mengomentari hasil pemeriksaan Komnas HAM terhadap tim dokter forensik RS Polri Kramat Jati. Keluarga sejak awal menolak hasil autopsi dokter forensik dengan alasan Yosua meninggal akibat disiksa dan ditembak. "Makanya, kami minta autopsi ulang," ujar dia.
Nelson mengklaim tim kuasa hukum menemukan rekaman percakapan terakhir Yosua dengan keluarganya, yang diduga dilakukan sebelum meninggal. Dia bercerita, pada rentang pukul 16.00-17.00 WIB, Jumat, 8 Juli, Yosua masih menelepon keluarga sembari menyampaikan salam perpisahan. Putra Samuel Hutabarat itu bercerita bahwa nyawanya bakal dihabisi oleh seseorang. Nelson menyebutkan bukti rekaman tersebut sudah diserahkan bersamaan dengan pemeriksaan 11 saksi dari keluarga Yosua pada pekan lalu di Jambi.
Yosua dikabarkan sempat menceritakan ancaman dan berbagai masalah yang dia hadapi kepada pacarnya, Vera Simanjuntak. Penyidik Polda Jambi telah memeriksa Vera sebagai saksi pada Jumat lalu. Kuasa hukum Vera, Ramos Hutabarat, membenarkan kliennya sempat berkomunikasi dengan Yosua dan bercerita sedang menghadapi masalah. Namun dia tidak menjelaskan masalah yang dimaksud.
Adapun Kepala Divisi Humas Mabes Polri, Inspektur Jenderal Dedi Prasetyo, belum bisa dimintai konfirmasi perihal rekaman elektronik yang menyebutkan adanya ancaman pembunuhan terhadap Yosua. Dalam kasus ini, dia menyatakan semua saksi keluarga korban Brigadir J tengah diperiksa oleh tim khusus. Dia juga menjelaskan rekaman CCTV tentang aktivitas di Kompleks Polri pada hari kematian Yosua. "CCTV masih di laboratorium forensik," ucap dia.
AVIT HIDAYAT | ROSSENO AJI NUGROHO
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo