Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Pengurus baru Partai Persatuan Pembangunan (PPP) versi hasil mukernas di Serang, Banten, langsung mendaftar ke Kementerian Hukum dan HAM.
Perubahan pengurus partai mengacu pada Undang-Undang Partai Politik.
Arsul berharap Suharso dan Mardiono bertemu dan duduk bersama membahas persoalan partai.
JAKARTA – Pengurus baru Partai Persatuan Pembangunan (PPP) versi hasil musyawarah kerja nasional (mukernas) di Serang, Banten, langsung tancap gas. Meski polemik dengan ketua umum partai Suharso Monoarfa belum tuntas, pelaksana tugas partai, Muhammad Mardiono, buru-buru mengajukan perubahan kepengurusan partai ke Kementerian Hukum dan HAM.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mardiono mengatakan langkah ini mengikuti Undang-Undang Partai Politik yang mewajibkan setiap perubahan susunan kepengurusan partai harus disahkan oleh Kementerian Hukum. “Maka kami ke sana untuk mengajukan perubahan,” kata Mardiono, Selasa, 6 September 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mardiono datang ke kantor Kementerian Hukum di kawasan Kuningan, Jakarta, didampingi Wakil Ketua Umum DPP PPP Arsul Sani dan beberapa kader partai. Mereka mendaftar di Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum dan Direktur Tata Negara Kementerian Hukum. Adapun dokumen yang diserahkan adalah hasil kesepakatan mukernas di Serang yang menunjuk Mardiono sebagai pelaksana tugas ketua umum.
Arsul Sani mengklaim semua syarat pengajuan sudah disampaikan untuk ditelaah oleh Kementerian Hukum. Dalam permohonan surat keputusan pengesahan perubahan kepengurusan, PPP hanya mengubah ketua umum. Adapun sekretaris jenderal tetap dijabat Muhamad Arwani Thomafi dan bendahara umum partai masih Surya Batara Kartika. “Karena kami tidak menganggap kami sedang bertengkar atau apa,” ujar Arsul. “Kalau konflik pecah atau segala macam, pasti kami main gusur-gusuran pengurus. Tapi ini kan enggak.”
Wakil Ketua Umum PPP Arsul Sani memberikan keterangan pers ihwal pemberhentian Ketua Umum PPP Suharso Monoarfa, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, 5 September 2022. TEMPO/M. Taufan Rengganis
Kisruh kepemimpinan di PPP itu berawal dari surat yang ditandatangani Ketua Majelis Syariah Mustofa Aqil Siradj, Ketua Majelis Pertimbangan Muhammad Mardiono, dan Ketua Majelis Kehormatan Zarkasih Nur pada 22 Agustus 2022. Surat yang dilayangkan kepada pengurus harian DPP PPP itu meminta Suharso mundur dari jabatan ketua umum. Permintaan itu dipicu oleh pernyataan Suharso Monoarfa tentang “amplop kiai” dalam acara Pembekalan Antikorupsi Politik Cerdas Berintegrasi untuk PPP pada 15 Agustus lalu.
Tak cuma soal “amplop kiai”, pemberitaan mengenai kehidupan rumah tangga Suharso dianggap turut menggerus simpati publik kepada PPP. Apalagi elektabilitas PPP tak kunjung terkerek sejak dipimpin Suharso.
Secara mendadak, sejumlah kader PPP menggelar mukernas pada Ahad, 4 September, pukul 23.00 di Hotel Swiss-Belinn Modern Cikande Serang, Banten. Musyawarah itu berlangsung hingga Senin dinihari. Peserta musyawarah bersepakat mengangkat Ketua Majelis Pertimbangan PPP menggantikan Suharso Monoarfa.
Dalam daftar kepengurusan baru, kata Arsul, posisi ketua majelis pertimbangan masih belum diisi. Mereka berharap Suharso bersedia mengisi posisi itu. Alih-alih menerima, Suharso justru melawan. Dia mengatakan mukernas di Serang itu melanggar anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD/ART) partai. “Tentu melanggar seluruh AD/ART,” kata Suharso dalam workshop nasional anggota DPRD Fraksi PPP se-Indonesia di Redtop Hotel Jakarta, kemarin.
Suharso menjelaskan, kegiatan rapat seperti mukernas mesti ditandatangani ketua umum dan sekretaris jenderal partai. Kegiatan di Serang, Banten, digelar tanpa surat tanda terima pemberitahuan (STTP) dari Polri. Karena musyawarah itu tingkat nasional, semestinya para penyelenggara mengajukan izin STTP kepada Markas Besar Polri.
Suharso menegaskan bahwa dirinya masih Ketua Umum PPP. Dia memberikan kesempatan kepada kubu Mardiono untuk bertabayun kepadanya. Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional dan Kepala Bappenas itu juga meminta semua kalangan tidak membawa-bawa nama Presiden Joko Widodo ataupun lembaga negara dalam kisruh partai bergambar Ka’bah itu. “Saya tekankan sekali lagi, jangan bawa nama Presiden. Presiden tidak ikut campur dalam hal semacam ini,” ujarnya.
Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Suharso Monoarfa di Palmerah, Jakarta, 27 Juni 2022. TEMPO/M. Taufan Rengganis
Suharso menyebutkan lelah atas konflik di partainya. Seharusnya, ketika pemilu sudah dekat, para kader partai bisa terkonsolidasi. “Yang tidak mau konsolidasi, minggir,” ujar dia dengan nada tinggi.
Arsul Sani justru mengungkit kembali mekanisme pemilihan pelaksana Ketua Umum PPP yang terjadi pada 2019. Ketika itu, Ketua Umum Muhammad Romahurmuziy ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Suharso kemudian terpilih menjadi pelaksana tugas ketua umum. Padahal, dalam AD/ART termaktub, kader yang bisa menjadi pelaksana tugas ketua umum adalah mereka yang menjabat wakil ketua. Adapun Suharso saat itu menduduki posisi ketua majelis pertimbangan.
Dengan fatwa dari Majelis Syariah yang dibenarkan oleh Mahkamah Partai, aturan AD/ART itu “ter-delete tergantikan”. Sebab, Arsul menjelaskan, saat itu ada alasan kedaruratan sehingga Suharso dianggap sebagai orang yang paling pas menjadi ketua umum partai. “Persoalan undangan untuk menggelar mukernas yang ditandatangani saya dan wakil sekjen itu cuma soal undangan,” katanya. “Saya ini meneken undangan rapat sudah sering dan selama ini tidak pernah dipersoalkan. Kalau kemudian menjadi persoalan, ini kan lucu.”
Mardiono pun mengklaim penunjukan dirinya sebagai pelaksana tugas Ketua Umum PPP sudah sesuai dengan AD/ART partai. Menurut dia, keputusan hasil mukernas dilakukan secara konstitusional. Rencana mukernas pun dilakukan selama satu setengah bulan. Adapun undangan mukernas telah dibagikan jauh-jauh hari sebelumnya.
Kini pengurus versi mukernas Serang tengah menanti Suharso legawa. Arsul berharap Suharso dan Mardiono dapat bertemu dan duduk bersama membahas persoalan ini. Mardiono sudah menyatakan siap bertemu dengan Suharso. Namun Suharso, kata Arsul, masih menolak karena ada sejumlah orang yang memanas-manasinya.
Arsul yakin, ketika Suharso dan Mardiono bertemu, masalah kepengurusan Partai Persatuan Pembangunan bakal segera selesai. Arsul mengibaratkan Suharso seperti remaja yang baru saja putus dengan pacar. “Tiga hari masih uring-uringan. Tapi, kalau sudah hari ketujuh, kan sudah melipir juga,” ujar Arsul.
HENDARTYO HANGGI | RUSMAN PARAQBUEQ | IMA DINI SHAFIRA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo