Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
JAKARTA — Terbatasnya keuangan PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) membuat perseroan kini memfokuskan dananya untuk merampungkan konstruksi berbagai infrastruktur penunjang sepur berkecepatan 350 kilometer per jam tersebut. Perusahaan patungan antara konsorsium Indonesia dan Cina itu pun memutuskan tidak memperhitungkan berbagai rencana pengembangan kawasan berorientasi transit dalam perhitungan keuangan pasca-pengoperasian nanti.
Dengan asumsi tersebut, proyek itu diklaim bakal balik modal dalam waktu 38 tahun. "Studi terakhir sudah memperhitungkan tiga tahun dengan tarif Rp 250 ribu terjauh dan tidak lagi memperhitungkan penerimaan dari TOD (transit oriented development). Karena dana yang kami miliki difokuskan untuk konstruksi," ujar Direktur Utama PT KCIC, Dwiyana Slamet Riyadi, dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dewan Perwakilan Rakyat, Rabu, 9 November lalu.
Dwiyana mengaku telah diminta memikirkan bisnis di luar penjualan tiket oleh Menteri BUMN Erick Thohir, kendati saat ini perusahaan tidak memiliki anggaran untuk membeli lahan. Permintaan itu disampaikan Erick kepada Dwiyana dalam pertemuan sekitar dua bulan lalu. "Beliau minta KCIC memikirkan bisnis yang cuan. Jangan tidak dipikirkan walaupun KCIC tidak punya anggaran pembelian lahan," ujar dia.
Sebelumnya, proyek kereta cepat Jakarta-Bandung memang tidak hanya akan dikembangkan untuk menarik pendapatan dari penjualan tiket. Berdasarkan catatan Tempo, perseroan juga berencana mengembangkan empat kawasan TOD di empat lokasi, yakni Halim Perdanakusuma, Karawang, Walini, dan Tegalluar.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo