Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA – Saat pembangunan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung masih menyisakan masalah, seperti pembengkakan biaya, pemerintah menggulirkan kembali rencana untuk meneruskan proyek tersebut hingga ke Surabaya. Proyek kereta cepat Jakarta-Surabaya setidaknya diungkit dua menteri kabinet Presiden Joko Widodo: Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi serta Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Budi Karya, dalam sebuah seminar nasional, mengatakan jalur kereta cepat Jakarta-Bandung akan diteruskan ke Surabaya dengan rute Kertajati, Purwokerto, Yogyakarta, Solo, Madiun, hingga ke ibu kota Jawa Timur itu. Dengan demikian, Jakarta-Surabaya dapat ditempuh dengan waktu sekitar empat jam. "Kalau kita yakin, ini akan kita bangun Jakarta-Surabaya. Ini visioner sekali," ujarnya pada pekan lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Guna mewujudkan ambisi tersebut, kini Kementerian Perhubungan tengah menyusun cetak biru proyek sepur kilat menuju Surabaya. Pemerintah, kata Budi, masih sangat terbuka bagi siapa saja yang ingin berkolaborasi untuk membangun kereta cepat Jakarta-Surabaya. Bahkan dia mengajak para ahli dari luar negeri tak sungkan bila ingin membantu merealisasi proyek tersebut. "Cari saja expert dari luar. Kalau perlu, kita bayarin, boleh."
Tak terpaut lama dari pernyataan Budi Karya itu, giliran Luhut mengangkat rencana melanjutkan proyek kereta berkecepatan 350 kilometer/jam tersebut dari Bandung hingga ke Surabaya. Ia mengatakan ekspansi tersebut akan membuat proyek sepur kilat menjadi lebih efisien.
Luhut pun memberi isyarat bahwa proyek tersebut akan digarap bersama investor yang kini menggarap proyek kereta cepat Jakarta-Bandung: Cina. "Ya, nanti kita lihat saja. Kalau kita sudah nyaman dengan ini (investor kereta cepat Jakarta-Bandung), ngapain ganti-ganti kan. Ganti istri juga kita enggak mau," katanya.
Proyek pengerjaan Stasiun Kereta Cepat Jakarta Bandung di Tegalluar, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, 14 September 2022. TEMPO/Prima Mulia
Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Menurut Rencana Induk Perkeretaapian 2030
Berangkat dari pernyataan dua menteri tersebut, Tempo berupaya menggali kemajuan pengkajian proyek kereta cepat Jakarta-Surabaya via Bandung tersebut. Musababnya, jika menyitir Rencana Induk Perkeretaapian Nasional (RIPN) 2030 dari Kementerian Perhubungan, pemerintah mulanya merencanakan jalur kereta cepat dari ujung barat ke ujung timur Pulau Jawa menggunakan jalur utara. Titik-titik strategis dari rute kereta cepat berdasarkan RIPN 2030 itu antara lain Merak, Jakarta, Semarang, Surabaya, dan Banyuwangi. Rencana ini berbeda dengan rute yang diungkapkan Budi Karya, yaitu melalui jalur selatan Jawa.
Berdasarkan catatan Tempo, trase kereta api jalur utara tersebut direncanakan dilintasi kereta semi-cepat, yang studi kelayakannya direncanakan dilakukan oleh Jepang. Proyek ini sudah dibahas pemerintah Indonesia dan Jepang. Dalam konferensi pers pada akhir Juni lalu, Budi mengatakan konsep kereta semi-cepat Jakarta-Surabaya akan difinalkan dengan studi kelayakan atau feasibility study.
Studi kelayakan yang direncanakan berlangsung sekitar satu tahun itu akan mengukur kondisi lapangan dan trase yang akan dilalui. Apabila sesuai dengan rencana, kereta semi-cepat akan menyambungkan Jakarta dan Surabaya dengan waktu tempuh kurang dari enam jam. Proyek kereta semi-cepat direncanakan dilaksanakan dalam dua tahap. Tahap pertama adalah rute Jakarta-Semarang dan tahap kedua adalah Semarang-Surabaya.
Direktur Lalu Lintas dan Angkutan Kereta Api Kementerian Perhubungan, Mohamad Risal Wasal, tak menanggapi pertanyaan Tempo mengenai nasib rencana kereta semi-cepat Jakarta-Surabaya itu seiring dengan mencuatnya rencana perluasan jalur kereta cepat Jakarta-Bandung menuju Surabaya. Ia hanya menyatakan proyek kereta cepat sudah dikaji untuk diteruskan melalui jalur lintas selatan sesuai dengan pernyataan teranyar Budi Karya. "Kami menuju tahap feasibility study dan trase," ujarnya.
Juru bicara Kementerian Perhubungan, Adita Irawati, membantah anggapan bahwa rencana melanjutkan kereta cepat Jakarta-Bandung ke Surabaya masih sebatas wacana. "Bukan wacana, ini sudah serius dibahas. Leading kementeriannya ada di Kemenko Maritim dan Investasi," ujar dia. Hanya, ia tidak menjawab saat ditanya ihwal lini masa proyek tersebut serta implikasinya terhadap rencana pengembangan kereta semi-cepat melalui jalur utara.
Antara Kereta Cepat dan Kereta Semi-Cepat
Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kemenko Kemaritiman dan Investasi, Septian Hario Seto, mengatakan pemerintah akan melihat hasil studi dari kereta cepat Jakarta-Surabaya via Bandung dan kereta semi-cepat Jakarta-Surabaya via jalur utara sebelum memutuskan proyek yang akan digarap nanti. Namun ia memastikan bahwa hanya salah satu dari proyek tersebut yang akan dipilih pemerintah.
Yang pasti, kalau proyek yang dipilih adalah meneruskan jalur sepur kilat Jakarta-Bandung ke Surabaya, kata Seto, perusahaan yang akan menggarap adalah PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC). Hanya, ia melanjutkan, studi kelayakan untuk ekspansi rute tersebut dimungkinkan dilakukan perusahaan lain yang dianggap independen. "Ini baru perencanaan. Kami masih berfokus menyelesaikan Jakarta-Bandung," ujar dia.
Rencana meneruskan proyek kereta cepat hingga ke Surabaya berembus di tengah berbagai tantangan penyelesaian pekerjaan sepur kilat Jakarta-Bandung. Salah satu kendala yang dihadapi proyek tersebut adalah membengkaknya biaya proyek alias cost overrun. Berdasarkan hitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, pembengkakan biaya proyek tersebut mencapai US$ 1,45 miliar dari nilai mula sekitar US$ 6 miliar.
Pembengkakan biaya tersebut telah disepakati akan dibiayai sebesar 75 persen melalui pinjaman baru dari China Development Bank (CDB) dan 25 persen melalui modal ekuitas. Modal ekuitas itu terbagi dua, yakni 60 persen porsi konsorsium Indonesia dan 40 persen porsi konsorsium Cina.
Guna memenuhi pembiayaan cost overrun, pemerintah pun berencana menyuntikkan modal baru ke PT Kereta Api Indonesia (KAI) sebesar Rp 3,2 triliun menggunakan skema penyertaan modal negara (PMN) tahun 2022. Rencana ini menuai pertanyaan anggota Komisi BUMN Dewan Perwakilan Rakyat dalam rapat dengar pendapat bersama Wakil Menteri BUMN Kartika Wirdjoatmodjo, Selasa lalu.
Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan (kiri), Presiden Joko Widodo, serta Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi meninjau proyek kereta cepat Jakarta-Bandung di Stasiun Tegalluar, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, 13 Oktober 2022. ANTARA/Hafidz Mubarak
Operasi Kereta Cepat Jakarta-Bandung Terancam Mundur hingga 2024
Dalam rapat tersebut, Kartika mengatakan suntikan modal itu perlu cair selambat-lambatnya pada Desember 2022 lantaran arus kas KCIC segera defisit pada akhir tahun ini. Tanpa suntikan dana segar dari negara, ia berujar, pengerjaan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung berpotensi molor lagi, sehingga target operasi pada Juni 2023 bisa kembali mundur, bahkan hingga ke 2024.
Apabila modal baru dari pemerintah kepada KAI tak kunjung disuntikkan, pinjaman baru dari CDB pun berpotensi tidak cair untuk mendanai melarnya biaya proyek. Sedangkan pemerintah enggan memilih opsi menarik pinjaman komersial lantaran bisa membebani KAI dengan utang bertenor pendek dan bunga mahal. "Ini kan kita harus ngajukan pinjaman baru ke CDB. Kalau tidak ada ekuitasnya, tidak akan cair pinjaman. Ini memang cash flow akan habis. US$ 6 miliar itu sudah habis terpakai," kata Kartika.
Terlepas dari berbagai sengkarut yang mewarnai proyek kereta cepat Jakarta-Bandung, Seto tak memungkiri bahwa secara prinsip kereta cepat Jakarta-Bandung perlu diteruskan hingga ke Surabaya. Alasannya adalah soal keekonomian. Apalagi transportasi tersebut sejatinya menjadi kompetitor bagi pesawat.
"Dilihat skalanya, Jakarta-Surabaya 750 kilometer. Kalau kita bisa lari 300 kilometer/jam, mungkin sekitar 3,5 jam. Dibandingkan dengan pesawat, akan sangat kompetitif. Jadi, sebenarnya jangka panjangnya memang ke arah sana," ujar Seto.
Di samping itu, ia mengimbuhkan, pemerintah memilih jalur menuju Surabaya melalui Kertajati, Majalengka, dan diteruskan ke jalur selatan untuk alasan pengembangan ekonomi wilayah. Menurut dia, daerah-daerah di selatan Jawa relatif lebih tertinggal daripada daerah di utara Jawa. Karena itu, lintasan sepur itu diharapkan bisa memicu pengembangan ekonomi di sana.
Dengan visi jangka panjang tersebut, Seto menuturkan pemerintah memutuskan menyiapkan studi pengembangan proyek itu dalam waktu dekat. Pengkajian yang disiapkan pun, menurut dia, harus lebih baik ketimbang saat merencanakan kereta cepat Jakarta-Bandung. Dengan studi yang baik, kendala teknis pelaksanaan dan biaya proyek bisa ditekan seminimal mungkin.
"Perencanaan mencakupi trase, misalnya tanahnya, geotekniknya, apakah cocok dilewati jalur kereta cepat. Kalau tidak cocok, alternatifnya apa. Dari studi itu berapa biayanya, pendanaannya. Prosesnya masih panjang. Tapi melihat visi ke depan, paling tidak studinya bisa disiapkan dari sekarang," tutur Seto.
Guru besar Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung, Harun Al Rasyid Lubis, menyarankan pemerintah menuntaskan lebih dulu pengkajian rencana proyek kereta ke Surabaya tersebut, baik untuk kereta cepat maupun semi-cepat. Dari kajian yang sudah matang tersebut, barulah pemerintah bisa memutuskan akan menggarap proyek yang mana.
"Kalau ditanya bagusan bangun yang mana, menurut kajian, saya lebih bagus bangun yang cepat. Nah, persoalannya, yang ini sudah jalan kan sampai Bandung. Kalau dua-duanya dibangun, semi-cepat dan cepat, saya sih enggak usah menyimpulkanlah siapa yang akan mati. Kan awalnya memang rencana (kereta cepat) Jakarta-Surabaya, ya, dituntaskan saja dulu pengkajiannya," ujar Harun.
Ia pun menyarankan pemerintah membuka lagi tender bagi para pihak yang berminat masuk melanjutkan proyek hingga ke Surabaya. "Bertanding saja. Mungkin bukan hanya Jepang dan Cina, bisa juga Jerman," tutur Harun. Dia mengingatkan bahwa pemerintah masih punya waktu untuk mengkaji secara matang rencana tersebut sehingga tidak perlu terburu-buru. Yang paling penting, ia menambahkan, pemerintah harus mengamankan jalur yang direncanakan dengan melibatkan kepala daerah untuk mengawal proyek tersebut. "Ini enggak mungkin besok akan selesai. Mungkin, ya, dicicil dibagi 10 atau 15 tahun dan strategi alih teknologinya juga harus transparan."
Adapun Direktur Eksekutif Institut Studi Transportasi (Instran), Deddy Herlambang, mengatakan kereta cepat Jakarta-Surabaya tidak menguntungkan secara bisnis. Sebab, dengan waktu tempuh empat jam, sepur kilat tersebut kalah bersaing dengan moda transportasi lainnya.
CAESAR AKBAR | KHORY ALFARIZY | RIANI SANUSI | ANNISA NURUL AMARA | NOVA YUSTIKA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo