Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Ragam Temuan Tragedi Kanjuruhan

Sejumlah lembaga mengungkapkan temuan dan sebab terjadinya tragedi Kanjuruhan. Aremania—kelompok suporter Arema FC—melayangkan somasi kepada Presiden.

7 Oktober 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo membeberkan sejumlah hasil investigasi mereka mengenai tragedi Kanjuruhan.

  • Komnas HAM juga memaparkan temuannya hasil investigasi di lapangan.

  • Harapan besar dari kelompok suporter agar kasus ini segera tuntas dan menyeret mereka yang bertanggung jawab.

JAKARTA — Sejumlah lembaga mengungkapkan temuan dan sebab terjadinya kericuhan setelah laga derbi Arema FC melawan Persebaya Surabaya yang berakhir menjadi tragedi di Stadion Kanjuruhan, Malang. Berbagai kalangan mendesak hingga mengajukan somasi agar kasus ini dituntaskan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kepolisian pertama kali mengungkapkan hasil investigasi setelah hampir sepekan kejadian nahas itu. Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo membeberkan sejumlah hasil investigasi mereka mengenai tragedi Kanjuruhan pada 1 Oktober lalu. Menurut Sigit, kericuhan di Kanjuruhan dipicu oleh penonton yang tidak puas atas hasil laga derbi Arema FC melawan Persebaya Surabaya. Pertandingan berakhir dengan kekalahan tim tuan rumah dengan skor 2-3. "Pertandingan semuanya berjalan lancar, tapi pada saat akhir pertandingan muncul reaksi dari suporter atau penonton atas hasil yang ada," ujar Sigit dalam konferensi pers di Malang, Jawa Timur, Kamis, 6 Oktober 2022.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Petugas pengamanan yang dipimpin Kepala Kepolisian Resor Malang Ajun Komisaris Besar Ferli Hidayat lantas mengamankan pemain Persebaya dan ofisial menggunakan empat kendaraan taktis Barracuda. Menurut Sigit, proses evakuasi berlangsung cukup lama hingga satu jam karena terjadi hambatan dan penghadangan oleh massa. Pemain akhirnya berhasil dibawa keluar stadion.

Di dalam stadion, Sigit melanjutkan, makin banyak penonton turun ke lapangan dan akhirnya gas air mata ditembakkan untuk menghalau massa. “Tembakan dimaksudkan untuk mencegah penonton semakin banyak turun ke lapangan,” ujar dia. "Para penonton, terutama di tribun, yang ditembakkan gas air mata panik, merasa pedih, dan kemudian berusaha segera meninggalkan arena."

Para suporter mulai berlarian menuju pintu-pintu keluar stadion. Nahasnya, saat itu tidak semua pintu terbuka, khususnya di pintu 3, 10, 11, 12, 13, dan 14. Di tribun atau stadion ini ada 14 pintu. Seharusnya, kata Sigit, lima menit sebelum pertandingan berakhir, seluruh pintu dibuka.

Selain pintu tak dibuka semua, steward dan petugas keamanan tidak berada di tempat. Padahal steward seharusnya berada di tempat selama penonton masih ada di dalam stadion sesuai dengan regulasi Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI), induk organisasi sepak bola Indonesia. Stewards merupakan sekelompok individu yang ditunjuk pihak penyelenggara pertandingan untuk membantu pelayanan dan keselamatan serta keamanan.

Walhasil, kerumunan massa di akses keluar stadion disesaki sekitar 42 ribu penonton. Kondisi berlangsung sekitar 20 menit. Hal ini diduga memicu ratusan orang suporter tewas. Berdasarkan catatan kepolisian hingga kemarin, korban meninggal dalam tragedi Kanjuruhan mencapai 131 orang dan ratusan orang lainnya luka-luka.

Kondisinya semua terekam di kamera pengawas atau closed-circuit television (CCTV). “Dari situlah muncul korban-korban yang mengalami patah tulang, trauma di kepala (thorax), dan sebagian besar yang meninggal mengalami asfiksia," ujar Sigit.

Dari hasil penyelidikan terhadap kejadian tersebut, Polri menetapkan enam tersangka. Tiga di antaranya polisi yang dinilai mengetahui dan memberi perintah penembakan gas air mata. Mereka adalah Kepala Bagian Operasional Polres Malang, Komisaris Wahyu Setyo; Komandan Kompi Brimob Polda Jawa Timur, Ajun Komisaris Hasdarman; dan Kepala Satuan Samapta Polres Malang, Ajun Komisaris Bambang Sidik Achmadi.

Selain tiga tersangka dari kepolisian, ada tiga tersangka lainnya yang diduga lalai menyiapkan pertandingan secara baik sehingga menyebabkan ratusan nyawa melayang. Mereka adalah Direktur Utama PT Liga Indonesia Baru, Akhmad Hadian Lukita; Ketua Panitia Pelaksana Pertandingan, Abdul Haris; dan security officer, Suko Sutrisno. Para tersangka dijerat dengan Pasal 359 dan 360 KUHP karena dianggap alpa dan lalai yang menyebabkan orang mati atau luka-luka berat. Ancaman pidananya maksimal 5 tahun penjara atau kurungan maksimal 1 tahun.

Temuan Komnas HAM

Peristiwa Kanjuruhan ini menjadi catatan buruk sejarah sepak bola dunia. Insiden itu menjadikan Kanjuruhan sebagai stadion dengan korban kedua terbanyak setelah peristiwa di Peru, Lima, pada 1964, yang mengakibatkan 328 orang tewas. Peristiwa ini wajar saja mendapat sorotan banyak kalangan hingga ke luar negeri.

Selain polisi, investigasi tragedi Kanjuruhan dilakukan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Komnas HAM sudah mengumpulkan sejumlah bukti dan menemui para saksi, seperti korban, manajemen Arema, pemain Arema, serta beberapa kelompok Aremania—sebutan untuk suporter Arema FC.

Komisioner Komnas HAM, Choirul Anam, mengungkapkan beberapa temuan awal berdasarkan penelusuran terhadap para saksi dan bukti-bukti di lapangan. Pertama, jumlah korban ada kemungkinan lebih banyak dari yang tercatat. Komnas menduga sejumlah korban belum tercatat karena ada yang langsung dibawa pulang oleh keluarganya saat kejadian. "Sehingga angkanya akan bertambah," ujar Anam.

Komisioner Penyelidikan atau Pemantauan Komnas HAM, Mohammad Choirul Anam, saat berkunjung ke LBH Rumah Keadilan untuk melakukan penelusuran tragedi sepak bola di Stadion Kanjuruhan yang mengakibatkan ratusan korban jiwa di Kota Malang, Jawa Timur, 4 Oktober 2022. ANTARA/Syaiful Arif

Kedua, kondisi fisik sejumlah jenazah sangat memprihatinkan. Wajah jenazah banyak yang membiru, mata merah, dan ada yang keluar busa dari mulutnya. Kondisi ini menunjukkan beberapa dugaan penyebab kematian. "Kemungkinan besar karena kekurangan oksigen atau bisa juga karena gas air mata," ujar Anam.

Selain korban meninggal, ditemukan korban luka-luka dengan kondisi yang beragam. Ada yang kakinya patah, rahang patah, dan memar. "Ada juga yang matanya sangat merah. Ketika kami temui pada Senin atau dua hari setelah kejadian, dia baru bisa melihat," ujar Anam. "Matanya sakit kalau dibuka, dadanya perih, sesak napas, dan tenggorokan perih."

Komnas juga menelusuri konstruksi peristiwa. Untuk kronologi peristiwa ini, ada perbedaan dengan polisi. Temuan Komnas HAM menunjukkan para suporter yang merangsek ke lapangan hanya ingin memberi semangat kepada para pemain Arema yang kalah bertanding. "Jadi, bukan untuk menyerang pemain seperti narasi yang disampaikan sejumlah kalangan," ujar Anam.

Anam mengatakan tim Komnas HAM sudah menemui para suporter serta pemain dalam kejadian tersebut dan terkonfirmasi tidak ada penyerangan. Komnas mengantongi bukti video bahwa seorang suporter merangkul pemain di lapangan. "Satu jiwa Arema, jangan menyerah, jangan menyerah," ujar Anam menirukan percakapan suporter yang merangsek masuk ke lapangan itu kepada salah satu pemain Arema FC.

Menurut dia, beberapa menit saat suporter masuk ke lapangan sebetulnya kondisi cukup terkendali. Situasi mulai ricuh diduga setelah ada tembakan gas air mata yang membuat penonton panik. Kondisi makin memburuk karena sejumlah pintu keluar tidak bisa dibuka. Massa akhirnya menumpuk di beberapa titik dan kondisi menjadi makin sesak sehingga memicu jatuhnya korban.

Dengan temuan itu, Anam mengatakan, skema perencanaan pengamanan menjadi hal penting yang harus diungkap. Misalnya, apa antisipasi yang disiapkan. Apakah ada briefing atau simulasi keamanan, khususnya kepada pasukan perbantuan dari luar Kota Malang. “Kenapa gas air mata dibawa masuk stadion padahal sudah dilarang di statuta FIFA?"

Anggota Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF), Akmal Marhali, mengatakan akan menghimpun dan mengkaji ulang seluruh hasil investigasi berbagai pihak tersebut. Tim bentukan pemerintah ini menyatakan akan memverifikasi temuan-temuan yang ada. “Apakah sesuai dengan temuan-temuan kami? Misalnya tim polisi, bisa saja ada hal-hal yang disembunyikan terkait dengan nama baik mereka, dan pihak lainnya juga begitu. Semua kami kaji ulang."

TGIPF ini dipimpin oleh Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md. Tim beranggotakan 13 orang, terdiri atas akademikus, pejabat kementerian, organisasi profesi olahraga, pengamat sepak bola, dan media massa.

Tim sudah turun ke lapangan sejak dua hari lalu. Tim dibagi menjadi beberapa kelompok kerja dalam mendalami kasus ini. Ada yang khusus ditugasi mengusut peristiwa di Kanjuruhan, ada yang mengkaji regulasi, hingga melakukan pengkajian pembinaan suporter dan klub.

Akmal mengatakan sudah ada sejumlah temuan awal di lapangan, tapi tidak akan diumumkan setiap hari. Tim berfokus kerja dulu. “Kalau setiap temuan disampaikan, nanti malah jadi polemik. Itu bisa mengganggu kinerja kami," ujar Akmal. "Nanti setelah terangkum dengan kesimpulan valid, transparan, dan kredibel, baru kami sampaikan ke publik."

Harapan 30 Perwakilan Suporter

Akmal berjanji TGIPF mengusut permasalahan ini hingga ke akarnya, termasuk jika ada unsur komando dan pelanggaran HAM, akan diusut. "Semua akan dibuka secara transparan".

Kemarin, tim ini menerima 30 perwakilan kelompok suporter klub sepak bola untuk mendengar masukan mereka. Perwakilan suporter tersebut antara lain Bonek, Banaspati Jabodetabek, Balad Galuh Ciamis, K-Conk Mania, Persikabo, FDSI, Bombastik Batavia, SNEX Banten, Persija, dan Save Indonesia Football.

Dalam pertemuan itu, Mimit, suporter K-Conk Mania Madura, berharap penuntasan kasus ini. “Harapan kami besar karena sudah sering suporter meninggal sia-sia. Kami minta tim bekerja dengan penuh hati dan sungguh-sungguh serius," ujar dia.

Perwakilan suporter Persebaya Surabaya alias Bonek, Andi Peci, berharap TGIPF bisa mengungkap tragedi Kanjuruhan secara terang benderang. "Bukan hanya selesai, tapi harus jelas siapa yang bertanggung jawab. Kalau tidak mendapatkan hasil yang adil bagi suporter, kami akan melakukan gerakan revolusioner, terutama untuk federasi sepak bola nasional (PSSI),” ujar Andi.

Sebelumnya, Aremania juga sudah melayangkan somasi kepada Presiden, Menteri Pemuda dan Olahraga, Kapolri, Panglima TNI, DPR RI, Ketua Umum PSSI, Direktur Utama PT LIB, Manajemen Arema FC, serta panitia pelaksana pertandingan Arema FC.

Dalam surat somasi yang ditembuskan ke pengadilan internasional di Belanda dan FIFA di Swiss itu, Aremania menyampaikan sembilan tuntutan. Di antaranya, menuntut permohonan maaf dan pertanggungjawaban hukum secara perdata ataupun pidana kepada pihak-pihak yang dianggap bertanggung jawab dalam tragedi Kanjuruhan.

Adapun Staf Khusus Menteri Sekretariat Negara Indonesia, Faldo Maldini, mengatakan Istana menghormati somasi tersebut. Namun dia meminta korban menunggu Tim Gabungan merampungkan kerja investigasi dalam tragedi Kanjuruhan. "Kejadian ini tidak mudah, kita semua merasakan kesedihannya," tuturnya. 

DEWI NURITA | HELMALIA PUTRI (MAGANG)

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
Âİ 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus