Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Elite politik menafsirkan hasil survei secara parsial sesuai dengan kepentingan mereka.
Ada desakan agar lembaga survei mengumumkan penyandang dana kegiatan riset mereka.
Persepi mengawasi lembaga survei agar tidak terjadi penyalahgunaan metode dan hasil penelitian.
JAKARTA – Sejumlah pihak menduga para pendukung penundaan Pemilu 2024 memanfaatkan hasil survei kepuasan publik terhadap kinerja Presiden Joko Widodo.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Anggota Dewan Etik Perkumpulan Survei Opini Publik Indonesia (Persepi), Hamdi Muluk, mengatakan para elite politik mengklaim hasil survei itu secara parsial demi kepentingan mereka. Walhasil, kata dia, ada potensi kesalahan tafsir hasil survei tersebut. “Karena di-framing sesuai dengan kepentingan politik mereka," kata Hamdi, Senin, 28 Februari 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Direktur Center for Media and Democracy Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi Sosial (LP3ES), Wijayanto, mengatakan survei untuk melihat pendapat orang sejatinya mempunyai banyak keterbatasan. Pendapat masyarakat yang dihimpun, menurut dia, hanya berlaku dalam jangka waktu tertentu. "Tak bisa survei dijadikan dalil untuk memperpanjang masa kekuasaan, menunda pemilu, atau memperpanjang masa jabatan menjadi tiga periode," kata dia.
Hasil survei kembali menjadi sorotan setelah sejumlah elite partai pendukung pemerintah mengusung agenda penundaan Pemilu 2024 atau memperpanjang masa jabatan Presiden Joko Widodo dengan dalih, salah satunya, tingkat kepuasan publik terhadap Jokowi sangat tinggi. Wacana itu diutarakan Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa, Muhaimin Iskandar; Ketua Umum Partai Amanat Nasional, Zulkifli Hasan; serta beberapa elite Partai Golkar, pekan lalu.
Alasan mereka mengajukan penundaan pemilu adalah pertimbangan ekonomi dari kalangan pengusaha serta melihat tingkat kepuasan publik terhadap Jokowi. Mereka merujuk pada hasil sigi terbaru dari tiga lembaga survei, yaitu Litbang Kompas, Indopol Survey, dan Indonesia Political Opinion (IPO).
Presiden Joko Widodo berswafoto dengan para pendukung di Hotel Bidakara, Jakarta, 2019. TEMPO/Subekti
Surve Litbang Kompas menyebutkan tingkat kepuasan publik terhadap Jokowi mencapai 73,9 persen. Survei ini dilakukan lewat wawancara tatap muka terhadap 1.200 responden pada 17-30 Januari 2022. Lembaga ini mengukur kepuasan publik pada empat bidang, yaitu politik dan keamanan, penegakan hukum, ekonomi, serta kesejahteraan rakyat.
Indopol merilis tingkat kepuasan publik terhadap pemerintahan Jokowi mencapai 72,93 persen. Lembaga ini melakukan survei secara tatap muka terhadap 1.230 responden pada 18-25 Januari 2022. Mereka melihat tingkat kepuasan publik di bidang toleransi beragama, penanganan pandemi Covid-19, ketersediaan BBM dan listrik, infrastruktur, pelayanan publik, pemberantasan korupsi, pembukaan lapangan kerja, serta penanganan kemiskinan.
Adapun hasil sigi IPO menyimpulkan tingkat kepuasan publik terhadap pemerintahan Jokowi mencapai 69 persen. IPO melakukan survei pada 15-22 Februari 2022 dengan melibatkan 1.200 responden. Mereka mengukur kepuasan publik di bidang pembangunan infrastruktur, ekonomi, penanganan pandemi, politik dan hukum, serta sosial.
Hasil sigi tiga lembaga ini mengundang tanya karena dianggap bertolak belakang dengan fakta saat ini, yaitu terjadi kelangkaan minyak goreng dan harga-harga bahan pokok mulai menanjak. Apalagi hasil survei itu justru menjadi alasan elite partai pemerintah untuk mengusung penundaan Pemilu 2024.
Wakil Direktur Pusat Kajian Politik (Puskapol) Universitas Indonesia, Hurriyah, mengatakan sigi yang dilakukan oleh pollster atau lembaga survei sangat penting bagi partai politik. Dengan demikian, wajar ketika banyak pollster yang didanai oleh partai dalam melakukan survei. Namun, kata dia, menjadi masalah ketika lembaga survei sengaja merekayasa hasil siginya.
Rekayasa hasil survei itu dapat dilihat dari metodologi, penggunaan sampel, interpretasi data, serta jenis pertanyaan yang diajukan kepada responden. Berbagai indikasi ini diatur sedemikian rupa sehingga hasil survei sesuai dengan kepentingan pihak tertentu.
"Fenomena ini ada. Indikasinya, antara lain, adalah hasil surveinya berbeda sendiri atau rekam jejak lembaga surveinya tidak jelas," kata Hurriyah.
Manajer Departemen Penelitian Litbang Kompas, Toto Suryaningtyas, mengklaim hasil sigi mereka orisinal dan tanpa manipulasi data. Ia mengatakan lembaganya sudah rutin menggelar survei serupa sejak 2015.
Pelipatan surat suara Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2019 di kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jakarta barat, 19 Februari 2019. Dok Tempo/Magang/Faisal Akbar
"Kami membiayai sendiri survei dari keuangan Kompas sendiri,” katanya. “Untuk menjamin kredibilitas temuan, kami menggunakan metodologi dan sistem teknologi informasi serta kontrol langsung di lapangan."
Direktur Eksekutif IPO, Dedi Kurnia Syah, mengklaim survei lembaganya itu tidak berelasi dengan kepentingan politik. Pernyataan senada disampaikan Direktur Eksekutif Indopol, Ratno Sulistyanto.
"Indopol Survey tidak pernah dan tidak mendapat pekerjaan untuk skenario elite politik untuk menunda Pemilu 2024 dan perpanjangan masa jabatan presiden,” kata Retno. “Perlu dicatat, dalam hasil survei kami, sebagian besar publik menolak skenario tersebut."
Akademikus dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Robertus Robet, mengatakan lembaga survei merupakan salah satu sekrup dalam industri politik saat ini. Namun, dalam sistem demokrasi yang mengedepankan keadilan, setiap lembaga survei seharusnya membuka penyandang dana penelitian tersebut.
"Atau dia harus membuka secara transparan sedang bekerja untuk pihak mana. Ini semacam disclaimer supaya pemilih bisa secara utuh mendapat informasi," katanya.
Hamdi Muluk menjawab pendapat Robert tersebut. Ia menjelaskan, pengungkapan jati diri sponsor riset bersifat opsional. Setiap lembaga survei dibolehkan merahasiakannya. Hamdi mengatakan ada aspek etik lain yang diatur dalam kode etik lembaga survei, yaitu soal keberatan pihak penyandang dana.
Meski begitu, Hamdi menjamin Persepi tetap mengontrol lembaga survei agar tidak terjadi penyalahgunaan penelitian atau abuse of research, dari proses pelaksanaan hingga metodologi riset. Pengawasan Persepi dilakukan dengan mewajibkan lembaga riset anggota Persepi untuk melaporkan hasil siginya. "Sepanajang proses riset benar, prosedurnya secara akademis dan metodologi fit dengan kaidah akademik, dengan etika riset, di situlah kami memutuskan bahwa riset tersebut bisa dipertanggungjawabkan," kata dia.
EGI ADYATAMA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo