Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Tim kajian hanya sebatas membahas pertimbangan haluan negara.
Perpanjangan masa jabatan presiden menjadi urusan partai politik.
Rapat tim merumuskan tiga bentuk dan produk hukum PPHN.
BOGOR – Tim perumus Badan Kajian Majelis Permusyawaratan Rakyat sepakat merumuskan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) tanpa menyinggung amendemen. Tim masih mengkaji bentuk hukum rumusan haluan negara tersebut, apakah nantinya berupa ketetapan MPR atau undang-undang. "Dua hal itu masih dikaji," ujar salah seorang peserta rapat dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Hendrawan Supratikno, seusai rapat tersebut, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Rapat perumusan haluan negara itu berlangsung di IPB International Convention Centre, Baranangsiang, Kota Bogor, Jawa Barat. Hadir dalam rapat tersebut beberapa anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah. Rapat diagendakan mulai pukul 13.00. Namun berdasarkan pantauan Tempo, rapat dimulai pukul 13.00 lewat hingga selesai sekitar pukul 16.15 WIB.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Rapat berlangsung di tengah ramainya isu amendemen konstitusi untuk memperpanjang masa jabatan presiden dan penundaan pemilu. Hendrawan, saat dimintai konfirmasi, menampik kabar bahwa rapat pengkajian haluan negara berhubungan dengan amendemen konstitusi untuk perpanjangan masa jabatan presiden atau penundaan pemilu.
Anggota DPR dari Fraksi PDI Perjuangan, Hendrawan Supratikno. TEMPO/Imam Sukamto
Hendrawan mengatakan tim kajian hanya sebatas membahas pertimbangan haluan negara. "Perpanjangan masa jabatan bukan urusan kami. Itu urusan partai politik. Tidak ada kaitannya dengan rapat ini. Apakah demokrasi liberal ini mau dibiarkan menjadi demokrasi kriminal, misalnya, itu yang dipikirkan," ujarnya.
Ihwal dugaan bahwa akan ada penyusup yang tetap ingin mengamendemen konstitusi, Hendrawan menegaskan, hal tersebut urusan MPR. Dia menekankan bahwa tugas tim kajian adalah mengkaji sistem ketatanegaraan serta menelaah bentuk dan substansi PPHN. "Jika PPHN nanti dalam bentuk undang-undang, apa kekurangan dan kelebihannya. Demikian pula jika bentuknya ketetapan MPR," ujarnya. Dalam rapat, kata Hendrawan, dua pilihan tersebut menjadi topik utama yang dibahas. "Nanti dilanjutkan dua kali rapat lagi."
Anggota Fraksi PDI Perjuangan lainnya, Djarot Syaiful Hidayat, menjelaskan bahwa rapat tim merumuskan dua bentuk kajian. Pertama, kajian dan bentuk hukum PPHN. Kedua, substansi PPHN itu sendiri. Kajian tim perumus, kata Djarot, akan diserahkan kepada pimpinan MPR untuk dibahas dalam rapat paripurna.
Rapat tersebut dihadiri semua anggota fraksi. Adapun tim perumus berjumlah 15 orang. Djarot menjelaskan, persetujuan bentuk PPHN akan disampaikan dalam rapat pleno. Sebelum Lebaran, tim akan kembali menggelar rapat sebelum hasilnya diserahkan kepada pimpinan MPR. "Hasil tersebut berupa kajian tentang hukum dan substansi PPHN," ucapnya.
Ihwal amendemen konstitusi, Djarot menampiknya. Dia mengatakan, dalam rapat tersebut, rata-rata anggota fraksi menolak adanya amendemen, termasuk pengkajian soal perpanjangan masa jabatan presiden atau penundaan pemilu. "Kami hanya membahas Pokok-Pokok Haluan Negara tanpa ada kaitannya dengan amendemen," ujarnya.
Djarot menjelaskan, tim perumus mendapat tugas mengkaji bentuk hukum PPHN. Menurut tim perumus, PPHN itu penting. Dia menjelaskan, rapat tim merumuskan tiga bentuk dan produk hukum PPHN. Pertama, PPHN diatur lewat Undang-Undang Dasar 1945. Kedua, melalui ketetapan MPR. Ketiga, melalui undang-undang. Djarot menegaskan, dalam rapat tersebut, semua fraksi menyampaikan bahwa substansi PPHN penting tanpa mengamendemen konstitusi. "Sebagai legislator, kami harus setia dan selalu taat pada konstitusi," kata dia menanggapi isu adanya amendemen untuk mengubah masa jabatan presiden.
Anggota tim kajian dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, Syaifullah Tamliha. Dok. TEMPO/Dhemas Reviyanto Atmodjo
Anggota tim kajian dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, Syaifullah Tamliha, mengatakan PPHN bisa masuk melalui tiga hal, yakni melalui amendemen, ketetapan MPR, atau undang-undang. Dalam rapat, tim perumus masih mengkaji bentuk PPHN.
Senada dengan dua rekannya dari PDI Perjuangan, Syaifullah menegaskan bahwa tim kajian tidak membahas amandemen dan perpanjangan masa jabatan presiden atau penundaan pemilu. Tim hanya berkutat mengkaji PPHN. Kencenderungan semua fraksi adalah PPHN cukup melalui undang-undang. "Tapi kami masih mengkaji lagi. Kami tidak ingin begitu cepat memutuskan," ujar Syaifullah.
Dalam kesempatan terpisah, anggota DPR dari Partai Kebangkitan Bangsa, Luqman Hakim, mengatakan konstitusi tidak boleh mudah diubah-ubah. Perubahan konstitusi, menurut dia, haruslah karena situasi dan kondisi darurat. "Rencana amendemen untuk memasukkan PPHN ke konstitusi lebih baik dibatalkan," ujar dia. Jika pintu amendemen dibuka, Luqman khawatir hal itu seperti membuka kotak Pandora lantaran akan banyak norma dalam konstitusi yang akan mendapat tantangan untuk diubah.
Adapun dari kubu oposisi, Benny K. Harman dari Partai Demokrat mengatakan menghidupkan kembali Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) atau PPHN model lama sama dengan membongkar kembali tertib konstitusi yang sudah berjalan saat ini. Menurut dia, kalaupun hendak menghidupkan kembali GBHN, itu mungkin cukup diatur dengan undang-undang atau ketetapan MPR, tanpa harus mengubah dan mengutak-atik konstitusi yang ada saat ini.
M.A. MURTADHO | IMAM HAMDI
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo