Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Tulungagung - Seorang calon legislator Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Cornella, menjadi korban dugaan kampanye hitam di Tulungagung. Hampir seluruh alat peraga kampanye yang memuat foto perempuan ini dicoret-coret dengan tulisan PKI.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Tulisan itu dari cat warna hitam,” kata Cornella, caleg nomor urut satu yang maju dalam pemilihan DPRD Kabupaten Tulungagung ini kepada Tempo, Selasa 15 Januari 2019. Setidaknya ada 19 baner yang dicoret-coret dalam kurun dia kali pemasangan alat peraga kampanye.
Pada peristiwa pertama yang terjadi akhir tahun 2018 lalu, sebanyak tujuh baner miliknya dicoret tulisan PKI. Kala itu Cornella yang masih baru di dunia politik sempat ketakutan. Pemilu ini adalah pengalaman pertamanya maju sebagai calon legislator. “Peristiwa pertama saya masih takut, kayak terancam,” katanya polos.
Caleg dari daerah Pemilihan Kecamatan Tulungagung, Kecamatan Kedungwaru, dan Kecamatan Ngantru ini sempat syok atas peristiwa itu. Apalagi tak ada satupun garis leluhurnya yang beririsan denga peristiwa ‘65. Keluarganya adalah pemilik usaha konveksi yang dikelola secara turun temurun.
Tak ingin terjadi sesuatu, Cornella melaporkan hal itu ke pengurus pusat PSI. Dia juga melaporkan peristiwa itu ke Bawaslu dan kepolisian.
Sayangnya upaya mencari perlindungan itu tak sesuai harapan. Bawaslu justru meminta Cornella mengisi isian formulir pelaporan yang diantaranya wajib mencantumkan alat bukti dan saksi. Saksi yang diminta adalah orang yang mengetahui peristiwa pencoretan itu. “Lha mana mungkin ada saksi saat perusakan itu dilakukan. Seluruh kejadiannya tengah malam,” keluhnya.
Tak ingin berlarut-larut, Cornella mencopoti baner tersebut dan menggantinya dengan yang baru. Namun sial, lagi-lagi alat peraga kampanye itu juga menjadi korban vandalisme dengan jumlah yang lebih banyak. Kali ini sebanyak 12 baner ditulisi PKI.
Namun untuk kali ini Cornella lebih tegar dan berani. Dia tak lagi ketakutan seperti pertama kali mengalami teror tersebut. Perempuan berusia 23 tahun ini bahkan akan fokus pada pertemuan tatap muka dengan masyarakat daripada memikirkan baner. “Saya fokus bertemu masyarakat saja,” katanya.
Terlebih kekhawatirannya tentang dampak pencoretan banner PKI itu juga tak seperti yang dibayangkan. Bahkan saat ini makin banyak masyarakat yang bersimpati padanya dan ikut meluruskan isue komunis tersebut.
Ketua Bawaslu Kabupaten Tulungagung Fayakun membenarkan peristiwa itu. Dia juga telah menerima laporan langsung dari Cornella sejak perusakan pertama terjadi akhir tahun lalu. Namun lantaran korban tak bisa melengkapi persyaratan formil pelaporan hal itu tak bisa ditindaklanjuti lembaganya. “Pelapor tidak mampu memenuhi syarat formil dan materiil sebagaimana diatur UU No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu,” katanya.
Peryaratan itu menjadi penting bagi Bawaslu untuk memastikan peristiwa yang dialami pelapor. Kelengkapan dan alat bukti menjadi syarat utama untuk dilakukan pengusutan.
Menurut Fayakun, ketika kedua syarat terpenuhi, Bawaslu baru melakukan kajian perkara yang dilanjutkan menggelar rapat pleno. Baru akan dipastikan apakah perkara telah memenuhi unsur pidana pemilu atau tidak. Keputusan pleno ini yang kemudian dilimpahkan kepada Gabungan Penegak Hukum Terpadu (Gakumdu).