Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisioner Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Mochammad Afifuddin, mengunkapkan banyak Tenaga Kerja Indonesia (TKI) tak bisa memilih karena larangan perusahaan atau majikan mereka. "Paspor buruh migran banyak yang oleh majikan. Tidak semua majikan itu kooperatif memperbolehkan karyawannya memilih," ujar Afifuddin di Jakarta, Senin, 29/04.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bacar juga: Kubu Jokowi Klaim Menang Telak di Luar Negeri
Afifudin mengunkapkan hal itu dalam diskusi bertajuk "Tantangan Pemilu 2019 bagi Pekerja Migran dan Masyarakat Adat" di Media Center Bawaslu. Dia menyebutkan permasalahan yang dialami TKI tersebut banyak terjadi di negara Timur Tengah dan Asia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Hal itu akan menjadi catatan sendiri bagi Bawaslu untuk evaluasi pemilu ke depan,” kata dia.
Kendala lain adalah penyelenggara pemilu kesulitan melakukan pendataan TKI untuk menyusun daftar pemilih tetap (DPT). Hal itu tidak semudah dibandingkan dengan penyusunan DPT di dalam negeri.
Peneliti dari Network for Democracy and Electoral Integrity (NETGRIT), Hadar Nafis Gumay, mengakui pendataan pemilih TKI itu tidaklah mudah. Ia juga mengakui ada TKI yang tak dapatb menggunakan hak pilihnya lantaran pasportnya ditahan majikan.
"Itu juga persoalan, ditambah lagi kita punya para pekerja migran yang statusnya ilegal," ujar Hadar.
Hadar juga mencatat persoalan lain, yakni tingginya antusiasme pemilih di luar negeri, khususnya TKI. Namun, saying sekali, hal itu tersebut tidak bisa difasilitasi dengan baik karena ketidak-siapan petugas. Walhasil, "Antusiasme yang tinggi itu berakhir dengan kekecewaan.”
MUH. HALWI