Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
KPK sudah memegang daftar perusahaan yang diduga menyetor fee ke Henri Alfiandi.
Uang dugaan suap sebesar Rp 88,3 miliar itu didistribusikan untuk beberapa kebutuhan.
PT Kindah Abadi Utama diduga paling banyak menyetor.
JAKARTA – Dari balik pagar besi bercat coklat, seekor anjing terus menyalak di pelataran kantor PT Kindah Abadi Utama, Jalan Lenteng Agung Raya Nomor 99A, Jakarta Selatan. Bangunan bergaya industrial seukuran dua lapangan bulu tangkis itu dikelilingi pagar beton setinggi 5 meter, sehingga tampak memunggungi jalanan. Kamis siang itu, 27 Juli 2023, Tempo kudu menunggu hampir sepuluh menit, sampai akhirnya seorang pegawai keluar merespon panggilan bel yang dipencet berulang kali.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pegawai itu mengaku sebagai penjaga kantor. Pria itu menolak membukakan gerbang. Dewi Pandanarum tak ada di lokasi. Begitu pula Roni Aidil. "Beliau jarang sekali ke kantor," ujarnya. Dia mengakhiri perbincangan ketika Tempo bertanya tentang aktivitas bisnis PT Kindah Abadi Utama, perusahaan yang tengah disorot Komisi Pemberantasan Korupsi dalam kasus dugaan suap pengadaan Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dewi Pandanarum adalah Komisaris Utama PT Kindah Abadi Utama. Adapun Roni Aidil adalah direktur perseroan yang ditangkap KPK pada Selasa lalu. Akta perusahaan mencatat pasangan suami-istri ini sebagai pemegang saham. Roni mengempit paling banyak, 5.642 saham atau setara 94,2 persen. Adapun Dewi hanya 50 saham (0,83 persen). Sisa 4,97 persen saham lainnya digenggam putra mereka, Muhammad Fadil Wicaksono, yang juga menjabat komisaris perusahaan.
Baca:
Dana Komando Komisi Proyek
Terjerumus Dana Komando Kepala Basarnas
PT Kindah Abadi Utama menjadi sorotan setelah KPK membongkar kasus dugaan suap untuk kepentingan tender di Basarnas. Bos perseroan, Roni Aidil, telah ditetapkan menjadi tersangka, bersama Koordinator Administrasi Kepala Basarnas, Letnan Kolonel Afri Budi Cahyanto, dan Direktur Utama PT Intertekno Grafika Sejati, Marilya. Selain ketiganya, KPK juga telah menjerat Kepala Basarnas 2021-2023, Marsekal Madya Henri Alfiandi serta Komisaris Utama PT Multi Grafika Cipta Sejati, Mulsunadi Gunawan.
Direktur Utama PT Kindah Abadi Utama, Roni Aidil, sesudah menjalani pemeriksaan setelah terjaring operasi tangkap tangan, di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, 26 Juli 2023. TEMPO/Imam Sukamto
Penyidik KPK menduga Roni, Marilya, dan Mulsunadi telah menyuap Henri Alfiandi dan Afri Budi sebesar Rp 5 miliar agar bisa memenangkan tiga proyek pengadaan, yaitu peralatan pendeteksi korban reruntuhan, public safety diving equipment, dan remotely operated vehicle (ROV) untuk kapal nasional SAR Ganesha. Perusahaan Roni memenangkan dua dari tiga proyek tersebut dengan total pagu anggaran Rp 107,5 miliar. Sedangkan perusahaan Marilya menjadi rekanan pengadaan peralatan pendeteksi korban reruntuhan dengan anggaran Rp 10 miliar.
Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, menyebutkan Henri dan Afri Budi diduga menerima suap hingga Rp 88,3 miliar. Uang itu diduga berasal dari para vendor pengadaan barang di Basarnas. Setiap rekanan akan menyerahkan fee sebesar 10 persen dari nilai kontrak. Penyerahan fee ini disebut dengan “dana komando”.
“HA (Henri Afiandi) diduga sebagai penentu besaran fee dari nilai kontrak itu,” kata Alexander saat konferensi pers di kantornya, Rabu malam lalu.
Seorang penegak hukum di KPK mengatakan fee itu diterima Henri sejak 2021. Rinciannya, ia diduga menerima Rp 23,7 miliar pada 2021, Rp 46,5 miliar pada 2022, dan Rp 18,02 miliar pada 2023.
Penegak hukum ini mengatakan Kindah Abadi Utama diduga merupakan perusahaan yang paling banyak menyetor “dana komando” kepada Henri dan Afri Budi. Perusahaan itu menjadi rekanan atas empat proyek pengadaan di Basarnas sejak 2021 hingga 2023.
Sesuai dengan yang tertera dalam Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) milik Basarnas, lpse.basarnas.go.id, keempat proyek yang digarap Kindah adalah pengadaan hoist helikopter pada 2021, pengadaan public safety diving equipment (2021 dan 2023), serta pengadaan ROV untuk kapal nasional SAR Ganesha (2023). Total pagu anggaran keempat proyek tersebut sebesar Rp 134,5 miliar.
Penegak hukum itu mengatakan Kindah menjadi rekanan proyek-proyek tersebut diduga karena faktor kedekatannya dengan Henri. Keduanya sudah saling kenal sebelum Henri menjadi Kepala Basarnas. Sebelum menjadi bos Basarnas, Henri menjabat Asisten Operasi Kepala Staf Angkatan Udara pada 2020 dan Komandan Sekolah Staf Komando Angkatan Udara pada 2019.
Penjelasan itu sejalan dengan catatan Kindah pada situs web perusahaan, www.kindah.net. Situs web perusahaan juga memasang logo Basarnas dan Swa Bhuwana Paksa TNI Angkatan Udara, yang mengisyaratkan perusahaan menjadi mitra kedua lembaga tersebut.
Menurut penegak hukum, dalam operasi tangkap tangan terhadap Afri Budi pada Selasa lalu, tim KPK sesungguhnya hendak menangkap Henri. Saat itu, Afri Budi tengah menerima uang Rp 999,7 juta di parkiran salah satu bank yang ada di area Markas Besar TNI, Cilangkap, Jakarta Timur. Tim KPK menduga ada Henri juga di sekitar lokasi tersebut.
Tapi tim KPK tak menangkap mereka di area Mabes TNI karena pertimbangan teknis. “Kami biarkan dulu Afri Budi transaksi. Ketika keluar dari situ, tim KPK langsung ambil mereka,” kata penegak hukum ini.
Di samping Henri dan Afri Budi, kata dia, KPK menduga ada keterlibatan pejabat Basarnas lainnya dalam kasus dugaan suap tersebut. Pejabat tersebut merupakan perwira TNI yang pernah bertugas di bagian Sekretariat Utama Basarnas. “Dugaan suap ini sistematis dan terstruktur dari beberapa level berbeda,” ujarnya.
Direktur Utama PT Intertekno Grafika Sejati, Marilya (kanan), dan Direktur Utama PT Kindah Abadi Utama, Roni Aidil, di dalam mobil tahanan setelah ditetapkan sebagai tersangka pasca-terjaring operasi tangkap tangan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, 26 Juli 2023. ANTARA/Indrianto Eko Suwarso
Saat dimintai konfirmasi, Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri, enggan menanggapi informasi tersebut. Ia hanya menjelaskan bahwa KPK memiliki alat bukti yang kuat sehingga mentersangkakan Henri, Afri Budi, dan tiga orang dari pihak swasta.
Ali Fikri mengakui “dana komando” yang diterima Henri dan Afri Budi itu diduga dibagi-bagi ke beberapa orang. “'Dana komando' yang dikumpulkan dari fee 10 persen untuk tiap proyek itu, penggunaannya dibagi-bagi,” kata Ali Fikri, kemarin.
Daftar Perusahaan di Catatan Budi
Menurut Ali Fikri, uang dugaan suap sebesar Rp 88,3 miliar itu didistribusikan untuk beberapa kebutuhan. Misalnya, kebutuhan pribadi Henri, kepentingan operasional kantor Basarnas, dan beberapa kegiatan lainnya. Berbagai kebutuhan itu diperkuat oleh catatan Afri Budi yang didapatkan KPK.
Catatan tersebut berisi daftar nama perusahaan yang telah menyerahkan fee sebesar 10 persen kepada Henri. “Kami sudah dapat catatan Afri Budi soal daftar nama perusahaan tersebut,” kata Ali. “Misalnya, perusahaan ini setor sekian. Itu ada semua.”
Berbekal catatan tersebut, ujar Ali, KPK akan mendalami vendor lainnya yang juga diduga menyetor “dana komando” kepada Henri. Para vendor itu merupakan pemenang lelang proyek-proyek di Basarnas. Sesuai dengan catatan KPK, total anggaran proyek di Basarnas pada periode 2021-2023 mencapai Rp 800 miliar.
Ali menyebutkan rekanan itu dengan mudah menjadi pemenang lelang, entah karena menjadi satu-satunya peserta lelang yang mengajukan penawaran harga atau satu-satunya perusahaan yang memenuhi syarat. Modus pertama terjadi dalam pengadaan public safety diving equipment. Adapun dalam pengadaan ROV untuk kapal nasional SAR Ganesha, PT Kindah Abadi Utama menang meski harga penawarannya lebih tinggi ketimbang pesaing yang dinyatakan kalah karena dinilai tak memenuhi syarat spesifikasi.
Petugas humas Basarnas, Albert Wenno, tak bersedia menjawab permintaan konfirmasi Tempo mengenai dugaan setoran fee dari banyak rekanan Basarnas tersebut. Albert mengatakan Kepala Biro Humas dan Umum Basarnas, Hendra Sudirman, sudah menjelaskan mengenai operasi tangkap tangan KPK tersebut. “Sementara tidak ada statement lainnya. Mohon merujuk pada keterangan kami sebelumnya saja,” kata Albert.
Sebelumnya, Hendra Sudirman mengatakan lembaganya menghormati proses hukum yang sedang berjalan. “Basarnas akan kooperatif, mengikuti, dan menghormati proses hukum yang sedang berjalan,” katanya.
Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Udara, Kolonel Penerbangan Agung Sasongkojati, mengatakan tak mengetahui soal Kindah Abadi Utama ataupun adanya perwira TNI AU lainnya yang diduga terlibat.
“Kami memang tidak menyelidikinya. Kami prihatin dengan kejadian itu,” kata Agung. Ia mengatakan TNI Angkatan Udara akan membantu penegak hukum jika dibutuhkan.
Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI), Julius Ibrani, mendesak KPK membongkar semua dugaan suap proyek-proyek di Basarnas. “Jika KPK menelusuri, ada kemungkinan terjadi markup harga barang di tiap proyek Basarnas,” katanya.
AVIT HIDAYAT | IMAM HAMDI
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo