Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Pengusaha konveksi mengatakan situasi tahun politik kali ini berbeda dengan pemilu sebelum-sebelumnya. Pesanan masih minim.
Selain industri tekstil dan turunannya, sektor lain yang bakal kecipratan cuan pemilu adalah usaha makanan dan minuman, jasa printing, desain, logistik, penyelenggara acara, penyedia panggung, sound system, serta artis.
Tingkat ketidakpastian politik yang semakin tinggi diperkirakan membuat banyak pihak di dunia usaha mengambil keputusan wait and see, baik untuk investasi baru maupun untuk investasi dalam bentuk ekspansi usaha.
PERGELARAN pemilihan presiden, wakil presiden, dan anggota legislatif tinggal lima bulan lagi. Namun usaha konveksi milik Burhanuddin belum menerima pesanan kaus dan atribut kampanye. Pemilik usaha produksi kaus dan sablon di Sentra Kaos di Jalan Suci, Bandung, Jawa Barat, ini mengatakan situasi menjelang Pemilu 2024 berbeda dengan pemilu sebelum-sebelumnya. "Yang tanya-tanya sudah banyak, tapi belum ada yang bikin," kata pria yang juga menjabat Sekretaris Asosiasi Persatuan Perajin Kaos Bandung itu kepada Tempo, kemarin.
Burhan mengatakan sampai saat ini orang-orang yang menghubunginya lebih banyak bertanya teknis memesan kaus dan atribut untuk calon legislator serta partai politik. Beberapa orang juga telah menyerahkan gambar desain. Namun belum ada satu pun yang benar-benar memesan. Beberapa calon pemesan, kata dia, mengatakan masih menunggu Oktober—masa pencalonan presiden dan wakil presiden—sebelum benar-benar memesan kaus serta atribut kampanye.
Baca: Tak Terusik Tahun Politik
Ia menduga pesanan itu akan mulai membanjir dalam waktu bersamaan. Pada saat itu, para pengusaha konveksi baru akan benar-benar sibuk. "Bakal kerja seperti Sangkuriang," ujarnya.
Menurut Burhan, risikonya, harga yang dipatok benar-benar akan menyesuaikan dengan harga pasar bahan baku yang biasanya melonjak. Untuk menghindari kerugian, ia mengatakan strategi yang dilakukan adalah memilah pesanan dan hanya akan mencetak sesuai dengan uang yang masuk.
Kondisi yang sedikit berbeda dirasakan oleh pengusaha konveksi di Surabaya, Jawa Timur, Sugiharto. Ia mengatakan pesanan atribut kampanye ke usaha konveksi miliknya mulai terasa sejak pertengahan tahun ini. "Mulai naik, tapi belum signifikan," tuturnya. Beberapa pesanan yang telah masuk adalah pembuatan kaus gambar dan tulisan dari calon presiden serta calon legislator.
Pekerja mengeringkan kaus yang telah disablon di sebuah pabrik konveksi sablon rumahan, di Jagakarsa, Jakarta, 16 Juni 2023. ANTARA/Indrianto Eko Suwarso
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pesanan untuk kaus capres yang telah masuk sekitar 60 potong per pekan, sedangkan kaus caleg sekitar seratus potong per bulan. Sugiharto menduga masih seretnya pesanan itu disebabkan ada dua capres yang belum menentukan calon wakil presidennya. Selain itu, masih ada dinamika dukungan partai politik kepada capres tertentu. Ia berharap nantinya pesanan itu bisa meningkat dua sampai empat kali lipat seperti pada pemilu lima tahun lalu. "Saat ini belum kentara."
Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI), Redma Gita Wiraswasta, mengatakan kondisi pemilu kali ini sangat berbeda dengan Pemilu 2014 dan 2019. Kala itu, pesanan yang masuk cukup banyak dan terasa pada industri tekstil serta produk tekstil secara umum.
"Sekarang pemilu tinggal lima bulan lagi, tapi efeknya belum berasa," kata dia. "Malah kami dapat info sudah ada kaus impor masuk lengkap dengan print gambar calonnya."
Kondisi ini tak seperti prediksi banyak pihak. Musababnya, sektor tekstil dan produk tekstil diduga menjadi salah satu lini usaha yang moncer pada tahun politik. Misalnya, Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Sarman Simanjorang, yang menyebutkan sektor ini bakal kelimpahan rezeki karena kampanye selalu membutuhkan banyak atribut. "Seperti kaus, bendera, topi, baju, dan rompi, pasti butuh dalam jumlah cukup banyak," kata dia.
Apalagi pemilihan umum presiden, wakil presiden, dan legislator itu akan diikuti dengan pemilihan kepala daerah serentak pada September 2024. Setidaknya, Sarman memperkirakan ada triliunan rupiah duit yang berputar pada kontes politik itu.
Selain ke industri tekstil dan turunannya, sektor lain yang bakal kecipratan adalah berbagai sektor usaha mikro, kecil, dan menengah yang berkaitan dengan kampanye. Misalnya, usaha makanan dan minuman, jasa printing, desain, logistik, penyelenggara acara, penyedia panggung, sound system, serta artis.
Pengusaha Menunggu Kepastian untuk Investasi ataupun Ekspansi
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Shinta Kamdani, juga memperkirakan sektor-sektor tersebut menerima limpasan pertumbuhan usaha yang tinggi karena adanya tambahan kenaikan pengeluaran dari pemerintah dan para kontestan pemilu. Di luar lini usaha itu, ia memperkirakan ada pelemahan pertumbuhan di berbagai sektor usaha kunci, seperti manufaktur.
"Transisi kepemimpinan menyebabkan uncertainty tinggi bagi pelaku usaha atau investor, bahkan konsumen. Dengan demikian, aktivitas ekonomi relatif dormant atau lambat," ujar Shinta.
Tingkat ketidakpastian politik yang semakin tinggi diperkirakan membuat banyak pihak di dunia usaha mengambil keputusan wait and see, baik untuk investasi baru maupun untuk investasi dalam bentuk ekspansi usaha. Mereka menunggu kepastian setelah pemilihan selesai. Kecenderungan sikap dunia usaha seperti itu berpotensi menekan investasi, yang berpengaruh pada performa pertumbuhan ekonomi menjelang akhir tahun ini dan awal tahun depan.
Kementerian Investasi mencatat realisasi investasi semester I 2023 sebesar Rp 678,7 triliun atau 48,5 persen dari target penanaman modal tahun ini yang sebesar Rp 1.400 triliun. Nilai investasi yang belum mencapai separuh target tersebut ditopang modal asing sebesar Rp 363,3 triliun atau sekitar 53,5 persen.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kaos bergambar calon presiden, calon legislatif, dan politikus, mulai dipajang di toko-toko sentra sablon di kawasan Suci, Bandung, Jawa Barat, 13 Februari 2023. TEMPO/Prima mulia
Pemerintah juga diperkirakan tidak bisa banyak memberikan berbagai stimulus karena kondisi transisi kepemimpinan biasanya tidak memungkinkan terobosan kebijakan yang bisa menjadi pendongkrak kinerja ekonomi nasional. Kondisi ini membuat pertumbuhan ekonomi Indonesia rentan melambat. Karena itu, Shinta yakin bahwa seperti pemilu-pemilu sebelumnya, pertumbuhan ekonomi Indonesia akan lebih banyak ditopang oleh belanja pemerintah.
"Kami juga mengimbau agar transisi kepemimpinan dapat berjalan damai dan mulus, serta layanan pemerintah terkait dengan perizinan usaha dapat berjalan normal sesuai dengan kebijakan reformasi struktural yang sudah berjalan hingga saat ini," ujar dia. Dengan demikian, kinerja ekonomi domestik juga dapat berjalan senormal mungkin dan perlambatan pertumbuhan pada 2024 bisa diminimalkan.
Peneliti dari Center of Reform on Economics (Core) Indonesia, Yusuf Rendy Manilet, mengatakan pemerintah harus memastikan belanjanya bisa memberikan efek pengganda terhadap konsumsi rumah tangga demi menjaga pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa mencapai target 5,2 persen pada tahun depan. Musababnya, komponen investasi yang biasanya menopang pertumbuhan bakal melambat selama periode transisi pemerintah tersebut.
Terlebih, sektor industri yang diharapkan moncer pada tahun politik, seperti industri tekstil dan produk tekstil serta industri makanan dan minuman, tidak cukup untuk menopang aktivitas ekonomi yang cenderung tertahan momentum suksesi tersebut. "Memang ada efek di sektor industri, tapi tidak terlalu banyak," kata Yusuf.
Kepala Ekonom Bank Mandiri, Andry Asmoro, mengatakan pemerintah bisa saja memutus tren atau siklus melandainya pertumbuhan investasi di setiap tahun politik. Caranya, tetap berfokus pada agenda-agenda pemerintah yang dapat menarik investasi.
"Misalnya, inisiatif penghiliran itu bisa juga tetap dilakukan walau berjalan pada tahun politik," ujar Andry. Ia mengatakan pemerintah bisa melanjutkan penghiliran yang telah dimulai di komoditas nikel ke komoditas lainnya. Selain itu, pemerintah dapat menggali potensi investasi kendaraan listrik yang juga besar.
Andry berujar, pemerintah mesti berfokus menjaga daya saing Indonesia guna menarik investasi. Apalagi, belajar dari pemilu-pemilu sebelumnya, situasi ekonomi relatif stabil dan kebijakannya berlanjut. "Dulu dari zaman SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) ke Jokowi ada benang merah juga. Dari sisi pembangunan infrastruktur yang berlanjut, tidak banyak berubah," kata dia.
Justru, ia mengatakan, Indonesia harus bisa meyakinkan para pemodal bahwa di tengah situasi politik pun Indonesia tetap ramah pada investasi. "Jadi, saya rasa, misalnya slowing down pun seharusnya tidak terlalu buruk pertumbuhan investasi pada 2024."
CAESAR AKBAR | HANAA SEPTIANA (SURABAYA) | AHMAD FIKRI (BANDUNG)
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo