Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Karantina Longgar di Tengah Kewaspadaan

Pemerintah memperpendek masa karantina bagi pelaku perjalanan luar negeri menjadi 7-10 hari. Pengurangan masa karantina ini mengacu pada masa inkubasi Omicron yang hanya tiga hari.

6 Januari 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Pemerintah memperpendek masa karantina dari 14 menjadi 7-10 hari.

  • Berbagai negara melonggarkan mobilitas meski angka penularan Covid-19 varian Omicron terus naik.

  • WHO memperingatkan negara-negara agar tak menganggap enteng Covid-19 varian Omicron.

JAKARTA – Pemerintah memperpendek masa karantina meski penularan Covid-19 varian Omicron terus meningkat. Kini masa karantina bagi pelaku perjalanan luar negeri menjadi 7-10 hari. Meski mengurangi masa karantina, pemerintah tetap memperketat aturan isolasi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Juru bicara Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi, mengatakan kebijakan terbaru pemerintah itu tetap mengacu pada pendapat pakar dan berbagai hasil penelitian tentang Omicron. "Salah satunya dengan menerbitkan edaran pencegahan dan pengendalian ke daerah-daerah," kata Nadia, Rabu, 5 Januari 2022.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Edaran yang dimaksudkan Nadia itu mengatur mekanisme isolasi bagi semua orang yang terkonfirmasi atau kemungkinan terinfeksi Omicron, baik memiliki gejala maupun tanpa gejala. Isolasi dilakukan selama sepuluh hari di rumah sakit Covid-19 di setiap daerah. "Seluruh keputusan dan kebijakan yang kami ambil didasarkan pada masukan dari ahli dan perkembangan sains terbaru," ujarnya.

Di tengah naiknya angka penularan Omicron, pemerintah justru memperpendek masa karantina bagi pelancong dari luar negeri. Lewat surat edaran, Satuan Tugas Penanganan Covid-19 mengatur masa karantina selama 10 hari bagi pelaku perjalanan luar negeri yang datang dari negara terjangkit Omicron, dan karantina selama tujuh hari bagi pelaku perjalanan luar negeri yang bukan datang dari negara terjangkit Omicron. Aturan terbaru ini dibuat pada 4 Januari 2022.

Berbeda dengan aturan terdahulu, yang mengharuskan karantina selama 14 hari bagi pendatang dari negara yang terjangkit Omicron dan 10 hari untuk pelancong asal negara yang tak terjangkit Omicron.

"Ini karena angka-angka membaik dan kita zero death," kata Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan. "Dokter kita juga jauh lebih siap dan semua sistem karantina dan surveilans lebih baik dibanding pada Juni tahun lalu."

Pekerja migran Indonesia (PMI) menunggu kendaraan setelah menjalani karantina di kompleks Rumah Susun Pasar Rumput, Jakarta, 5 Januari 2022. ANTARA/Galih Pradipta

Keputusan memperpendek masa karantina ini diambil, salah satunya, karena sejumlah penelitian menyebutkan bahwa Omicron memiliki masa inkubasi yang lebih pendek dibanding varian lain. Masa inkubasi Omicron hanya tiga hari. Sedangkan masa inkubasi varian Delta—yang sempat membuat kolaps fasilitas kesehatan di Indonesia pada Juni-Juli 2021—selama 4,3 hari dan lima hari untuk varian lainnya.

Hasil riset Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC), misalnya, menemukan bahwa rata-rata pasien menunjukkan gejala setelah 72 jam kontak dengan orang pembawa Omicron. Sebuah studi di Norwegia yang dipublikasikan pada pertengahan Desember 2021 di jurnal Eurosurveillance juga mendapati masa inkubasi yang lebih pendek dalam sebuah kluster pesta Natal.

Penelitian terbaru juga menambah terang karakteristik Omicron, selain soal masa inkubasinya. Varian ini lebih mudah melangkahi sistem imun yang terbentuk berkat vaksin Covid-19. Meski demikian, dampak Omicron tak terlalu merusak paru-paru dibanding Delta. Bahkan, ketika berhasil masuk ke sel, Omicron tetap kurang efektif mereplikasi diri untuk menyerang sel lain.

Bukan hanya Indonesia yang melonggarkan masa karantina. Berbagai negara juga memutuskan mengurangi masa karantina dan kembali melonggarkan pembatasan wilayah. Jerman, misalnya, kembali membuka pintu bagi warga Inggris, Afrika Selatan, dan tujuh negara Afrika lainnya yang sempat ditolak masuk selama sebulan terakhir karena terjangkit Omicron.

Inggris juga menolak memperketat mobilitas penduduknya meski jumlah kasus harian Covid-19 melonjak tajam selama sepekan terakhir akibat Omicron. Angka kasus harian di Inggris lebih dari 200 ribu kasus. Perdana Menteri Inggris Boris Johnson menyebutkan Omicron yang berefek lebih ringan menjadi dasar keputusannya. Ia berharap lonjakan tajam ini hanya sementara. Ia pun berjanji akan berfokus pada peningkatan layanan kesehatan agar sanggup menghadapi lonjakan jumlah pasien.

Di berbagai negara Eropa, yang angka kasusnya melonjak tajam selama sepekan terakhir, otoritas juga tak banyak mengubah aturan mereka. Contohnya, pendatang dari luar negeri ke Norwegia dan Denmark tak harus menjalani isolasi begitu tiba. Pendatang cukup menunjukkan hasil negatif tes Covid-19. Adapun Prancis mengurangi masa karantina bagi pendatang luar negeri menjadi tujuh hari, dari sebelumnya selama sepuluh hari.

Berbeda dengan negara tetangga Indonesia, Malaysia, yang belum mengubah aturan pengetatan. Malaysia tetap mewajibkan pelancong dari luar negeri menjalani karantina selama 7-10 hari. Masa karantina ini bergantung pada status vaksinasi pelancong. Singapura juga tengah mengutak-atik aturan karantina yang lebih lega setelah sebulan terakhir cukup ketat.

Pakar virologi dari Universitas Udayana, I Gusti Ngurah Mahardika, menyimpulkan bahwa berdasarkan data-data terbaru, varian Omicron tidak lebih membahayakan tubuh dibandingkan dengan Covid-19 varian Delta. Meski begitu, ia meminta publik dan pemerintah tetap waspada. "Masih ada ancaman terhadap sistem layanan kesehatan kita yang bisa kewalahan," kata dia.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga meminta negara-negara di dunia tak cepat mengambil kesimpulan. Sebab, varian Omicron yang lebih cepat menular bisa membuat rumah sakit kelimpungan. Kepala ilmuwan WHO, Soumya Swaminathan, mengatakan varian Omicron tetap tak bisa disamakan dengan flu biasa meski sejumlah hasil riset berusaha menyetarakannya.

INDRI MAULIDAR | FRANCISCA CHRISTY ROSANA
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus