Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Aroma Kue untuk Mengepulkan Dapur

Rasa percaya diri menjadi modal utama para pembuat kue amatiran untuk berjualan. Jalan keluar pada masa resesi akibat pandemi Covid-19.

8 Agustus 2020 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Praga Utama
[email protected]

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Rizky Amelia sebetulnya sudah lama punya cita-cita menjadi seorang wirausahawan. Tapi keinginan itu tak pernah terealisasi karena dia kerap merasa kurang percaya diri dan enggan memulai. Sampai akhirnya dia menekuni hobi membuat kue yang hasilnya dipuji orang-orang terdekatnya. Berkat dukungan suami, keluarga, dan teman-teman terdekatnya, Rizky pun memberanikan diri mewujudkan cita-citanya itu: memproduksi dan berjualan kue.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Momentum Rizky memulai usaha ini juga terbilang tepat, yakni ketika pandemi Covid-19 terjadi. Berkat berjualan kue, dia bisa mendapatkan pemasukan tambahan yang lumayan. “Pas banget suami terkena potongan gaji di kantornya,” kata dia kepada Tempo, Rabu lalu. Bermodalkan alat seadanya, ia lalu memulai usaha membuat dan menjual kukis buatannya. “Modalnya minim banget, cuma beli spatula dan loyang. Bahkan, karena mikser gue rusak, setiap bikin kue ngaduk-nya manual.”

Kukis buatannya itu diberi merek Cookabies. Sejak Juni lalu, ia dan suaminya mulai gencar berpromosi lewat Instagram ataupun dari mulut ke mulut. Mereka menjual kukis dengan cara pre-order sesuai dengan kuota. Konsumen harus memesan lebih dulu, baru kuenya dibuat. Jumlah produksinya juga masih belum terlalu banyak.

Saat pertama kali memulai Cookabies, Rizky memasarkan tiga jenis kukis. Ada Choco Flare yang terbuat dari corn flake, almon, dan kismis. Lalu Chocoloat yang mengandung potongan cokelat dan gandum. Kemudian Confetti yang terbuat dari campuran berbagai bahan. Harga jualnya Rp 35-40 ribu per stoples. Untuk menambah daya tarik, Rizky mengemas kue-kue buatannya memakai stoples yang bisa dipakai berulang kali, ditambah kantong kain yang ia jahit sendiri, dan memberikan bonus sedotan aluminium kepada pembelinya.

Sejak pertama kali membuka pemesanan, peminat kukis buatan Rizky selalu ramai, bahkan tak sedikit yang memesan kukis berkali-kali. “Ternyata respons orang sangat positif. Padahal, pas baru mulai, sempat ragu.” Hal itu menjadi tambahan motivasi bagi Rizky untuk semakin serius menekuni hobi itu.

Produk kue Cookabies buatan Rizky Amelia. Dok. Pribadi

Meski demikian, karena masih punya pekerjaan utama sebagai guru, Rizky belum berencana menjadikan usahanya itu sebagai sumber pemasukan utama. “Masih banyak kendala juga, seperti peralatan yang belum lengkap dan waktu pengerjaan yang masih terbatas.”

Manisnya keuntungan dari hasil berjualan kue buatan sendiri juga dirasakan Deny Yuliansari. Lewat usaha produksi dan berjualan brownies merek Buatan Malikah, ia mengaku sudah bisa mendapatkan pemasukan rutin setiap bulan. “Alhamdulillah, setiap bulan pesanan brownies selalu banyak,” ujarnya. Malah, sejak menjelang Lebaran lalu hingga kini, jumlah pesanan brownies-nya terus meningkat. “Rekor tertinggi pernah terima pesanan 75 boks dalam seminggu.” Bagi Deny, jumlah itu sudah lumayan. Terlebih dia memproduksi kue-kuenya seorang diri tanpa bantuan orang lain.

Ada beberapa varian brownies yang dibuat dan dijual Deny, yakni original, taburan keju, almon, dan cream cheese. Harganya berkisar Rp 40-60 ribu. Meski produk utamanya brownies, terkadang Deny menjual kue lain, seperti roti susu atau soft cookies. “Tapi kue-kue lain belum rutin diproduksi, masih tergantung pesanan,” kata dia. Untuk menjaga cita rasa kue, Deny membuat semua pesanannya secara dadakan. “Untungnya brownies itu bikinnya enggak terlalu ribet dan tak butuh waktu lama.”

Tadinya, ia mengemas kue-kue itu menggunakan boks mika. Tapi, seiring dengan pesanan yang terus bertambah, suami dan teman-teman Deny pun menyarankan agar ia membuat kemasan kue yang lebih bagus. Akhirnya ia mengeluarkan modal untuk memproduksi seribu dus kue yang dibubuhi logo merek Buatan Malikah. Gara-gara adanya dus itu, Deny pun jadi semakin terpacu untuk membesarkan usahanya. Ia kini rutin mencoba-coba resep baru untuk menambah varian brownies ataupun kue lain untuk dijual.

Agar berjualannya lebih serius, beberapa waktu lalu Deny akhirnya membeli peralatan studio fotografi mini untuk keperluan pemotretan kue-kue buatannya. “Jadi, selain bikin kue, gue juga belajar bikin konten promosi sendiri,” ia berujar. Dia juga membeli sejumlah properti untuk mempercantik tampilan foto-foto produknya. Deny punya cita-cita menjadikan akun Buatan Malikah bukan sekadar tempat mempromosikan kue buatannya, tapi juga tempat berbagi konten resep kue atau masakan lainnya. “Sekarang gue jadi punya kesibukan lain yang menyenangkan.”

Deny dan suaminya punya impian: kelak, usaha produksi kuenya ini menjadi besar. “Visinya harus jadi badan usaha yang bisa memperkerjakan orang-orang di sekitar rumah,” tutur dia. Saat ini, kata Deny, setidaknya rencana itu sudah dimulai kecil-kecilan dengan cara memasarkan kue-kue produksi tetangga di sekitar rumahnya. “Tapi tetap gue pilih yang pakai bahan-bahan sehat dan berkualitas karena Buatan Malikah itu dimulai dari cita-cita membuat makanan sehat untuk anak sendiri.”

 

 

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus