Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA – Amtenar di lingkungan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta harus mulai mengencangkan ikat pinggang. Sebab, pemerintah akan mengurangi tunjangan kinerja daerah (TKD) mereka sebesar 50 persen. Kebijakan itu diambil untuk menyesuaikan kemampuan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Jakarta di tengah pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kepala Badan Kepegawaian Daerah Jakarta Chaidir menjelaskan, terjadi kontraksi ekonomi yang berdampak pada anggaran daerah akibat wabah Covid-19. "Akibatnya, TKD pegawai negeri sipil mengalami penyesuaian," ujarnya, kemarin.  
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Chaidir memaparkan, dasar pengurangan TKD itu ialah Surat Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan tentang Percepatan Penyesuaian APBD 2020 dalam Rangka Penanganan Covid-19 serta Pengamanan Daya Beli Masyarakat dan Perekonomian Nasional. Melalui keputusan itu, Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Keuangan meminta setiap kepala daerah menyesuaikan belanja daerah masing-masing.
Salah satu langkah penyesuaian itu adalah merasionalisasi belanja pegawai. Contohnya, bagi daerah yang selama ini memberikan TKD pegawai lebih besar dari tunjangan kinerja di pusat, diminta menyesuaikan besaran tunjangan itu. Padahal selama ini yang membedakan gaji total pegawai DKI dengan pegawai kementerian ialah TKD.
Berdasarkan Peraturan Gubernur Nomor 409 Tahun 2016 tentang Tunjangan Kinerja Daerah, jika Sekretaris Daerah Jakarta menerima TKD 100 persen, nilainya bisa mencapai Rp 127,7 juta per bulan. Adapun TKD yang mungkin diterima Kepala Dinas Sumber Daya Air, jika kinerjanya 100 persen, bisa mencapai Rp 60,48 juta per bulan. Adapun TKD Kepala Dinas Perumahan Rakyat bisa mencapai Rp 55,17 juta.
Pejabat eselon II, Chaidir mencontohkan, bisa menerima TKD hingga Rp 58 juta per bulan. Dengan adanya pengurangan tunjangan sebesar 50 persen, pejabat itu hanya menerima Rp 29 juta per bulan. Pengurangan ini mulai berlaku untuk TKD yang akan dibayarkan pada Mei mendatang. Kebijakan itu akan diberlakukan hingga permasalahan Covid-19 tuntas dan ekonomi kembali stabil.
Chaidir optimistis penyesuaian besaran TKD itu tidak akan mempengaruhi kinerja aparat sipil. Sebab, target dan ukuran kinerja para amtenar sudah diatur dengan jelas. "PNS harus bersedia menyesuaikan dengan kemampuan keuangan pemerintah," ujarnya.
Sebelumnya, Gubernur DKI Anies Baswedan menyatakan APBD Jakarta 2020 mengalami penurunan hingga 53 persen akibat pandemi Covid-19. Pada tahun ini, APBD DKI mencapai Rp 87,9 triliun. "Kami mengalami kontraksi hingga hampir 53 persen," katanya, Kamis pekan lalu.
 Anies menjelaskan, banyak kegiatan perekonomian yang terkena dampak, bahkan terhenti, akibat wabah Covid-19. Walhasil, pajak yang dibayarkan pun turut berkurang. "Ketika kegiatan ekonomi turun, maka pajak yang dibayarkan turun dan pendapatan DKI juga turun," ucapnya.
Di sisi lain, pemerintah DKI juga perlu menata ulang APBD guna menanggulangi wabah Covid-19. Adapun anggaran yang telah dialokasikan untuk penanganan pagebluk itu sebesar Rp 10,78 triliun atau 12,3 persen dari total APBD.
Ketua Komisi Bidang Pemerintahan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Jakarta, Mujiyono, menilai pengurangan TKD bagi aparat sipil DKI sudah tepat. Sebab, pemerintah DKI memang memerlukan anggaran yang besar untuk penanggulangan Covid-19.
Mujiyono menjelaskan, dalam APBD DKI, jumlah belanja pegawai-termasuk gaji dan tunjangan PNS-mencapai Rp 20,08 triliun. Jika TKD dikurangi setengahnya, jumlah seluruh belanja pegawai dapat dipenuhi.
Mujiyono berharap kinerja pegawai DKI tetap optimal meski tunjangannya dikurangi. Bahkan ia meminta amtenar tetap bersyukur karena di tengah pandemi Covid-19 mereka masih memiliki penghasilan. Sebab, saat ini banyak pekerja yang kehilangan mata pencarian karena dipecat dari perusahaan. "Kinerjanya jangan turunlah," tutur politikus Demokrat itu.
GANGSAR PARIKESIT | TAUFIQ SIDDIQ
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo