Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Tiga pasangan calon presiden-wakil presiden memiliki program yang relatif mirip dan membutuhkan biaya besar.
Program-program dengan biaya besar yang dijanjikan tiga calon presiden berpotensi menambah beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Para tim sukses calon presiden mengungkapkan strategi menggenjot penerimaan negara.
JAKARTA – Ketiga pasangan calon presiden dan calon wakil presiden 2024-2029 mengobral berbagai program yang menelan biaya jumbo untuk menggaet pemilih. Strategi penguatan fiskal untuk mendongkrak penerimaan negara dibutuhkan untuk menalangi program tersebut.
Direktur Eksekutif Segara Research Institute Piter Abdullah menilai ketiga pasangan calon presiden dan calon wakil presiden memiliki program yang relatif mirip serta membutuhkan biaya besar. Misalnya program pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka yang akan memberikan makan siang dan susu gratis di sekolah dan pesantren serta bantuan gizi untuk anak usia balita dan ibu hamil.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Program itu menyasar lebih dari 80 juta orang dengan cakupan 100 persen pada 2029. Jika makan gratis senilai Rp 15 ribu per orang, setidaknya butuh Rp 1,2 triliun untuk membiayai program tersebut dalam sekali waktu. Program tersebut diperkirakan menyedot dana ratusan triliun rupiah jika berlangsung secara rutin.
Menurut Piter, pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar ataupun Ganjar Pranowo-Mahfud Md. juga memiliki program-program yang membutuhkan biaya besar serta berpotensi menambah beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Piter menilai realistis-tidaknya program tersebut terletak pada upaya-upaya para calon meningkatkan penerimaan negara untuk membiayainya.
“Ketika menganggarkan pengeluaran yang begitu besar, tapi di sisi lain target penerimaan pajak dan pertumbuhan ekonomi dibatasi, program-program tersebut menjadi sulit dilaksanakan,” kata Piter saat dihubungi Tempo, kemarin.
Manajer Riset Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar mewanti-wanti soal rumitnya upaya menggenjot penerimaan negara. Berdasarkan catatan CITA, realisasi penerimaan negara pada 2015 dan 2016 hanya 81,97 persen dan 81,61 persen dari target. Defisit keseimbangan primer pun membengkak menjadi Rp 142,49 triliun pada 2015, tertinggi sejak awal era reformasi. Saat ini realisasi pendapatan sudah menembus 100 persen. “Namun tidak ada cara singkat untuk meningkatkan penerimaan pajak secara signifikan,” kata dia.
Penerimaan pajak pada 2023 sebelumnya ditargetkan naik 4,8 persen, dari Rp 2.021,22 triliun menjadi Rp 2.118,35 triliun, akibat penyesuaian pos belanja negara, defisit anggaran, pembiayaan anggaran, serta rencana penggunaan dana saldo anggaran lebih. Khusus penerimaan pajak dalam negeri ditargetkan menyundul Rp 2.045 triliun dari sebelumnya Rp 1.963 triliun.
Adapun penerimaan pajak sampai Oktober tahun ini hanya tumbuh 5,3 persen dengan nilai Rp 1.523,7 triliun. Capaian tersebut jauh lebih rendah dibanding pertumbuhan penerimaan pajak tahun lalu yang mencapai 51,7 persen. Pertumbuhan penerimaan pajak tahun ini melambat, di antaranya, karena harga komoditas yang turun.
Belum lagi penerimaan dari ekspor yang terus menurun. Hal tersebut bisa terlihat dari nilai ekspor Oktober 2023 yang anjlok 10,43 persen secara tahunan, dari US$ 24,81 miliar menjadi US$ 22,15 miliar. Ekspor nonmigas pada Oktober 2023 tercatat US$ 20,78 miliar atau terjun 11,36 persen dibanding ekspor nonmigas pada Oktober 2022 yang mencapai US$ 23,43.
Pasangan calon presiden dan calon wakil presiden Ganjar Pranowo (kiri) dan Mahfud Md. menyampaikan sambutan saat pengundian dan penetapan nomor urut capres dan cawapres di kantor KPU, Jakarta, 14 November 2023. TEMPO/M. Taufan Rengganis
Strategi Para Calon Presiden Genjot Penerimaan Negara
Berbeda dengan dua pasangan pesaingnya, Ganjar-Mahfud Md. tidak mencantumkan program spesifik mengenai penguatan keuangan pemerintah dalam dokumen visi-misi mereka. Namun Wakil Sekretaris Tim Pemenangan Nasional Ganjar-Mahfud, Sumantri Suwarno, memastikan pasangan dari koalisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Persatuan Pembangunan, Partai Hanura, dan Perindo tersebut bakal menggenjot penerimaan negara dari sumber yang sudah ada.
“Secara umum, penegakan hukum akan menghindarkan tata kelola yang buruk sehingga mengurangi kebocoran potensi penerimaan negara,” ucap Sumantri kepada Tempo, kemarin.
Dalam misi ketiga dari total delapan misi dan tiga fondasi yang ditawarkan Ganjar-Mahfud, terdapat janji kebijakan “fiskal tangguh”. Misi itu menyangkut rencana pasangan ini mempercepat pembangunan ekonomi berdikari berbasis pengetahuan dan nilai tambah. Definisi yang dibuat untuk “fiskal tangguh” tersebut adalah anggaran negara yang memadai, transparan, akuntabel, efektif, dan efisien. Di situlah tercantum rencana untuk mengoptimalkan sumber pendapatan negara, mereformasi kelembagaan, dan meningkatkan efektivitas belanja negara.
Walau agenda fiskal yang tercantum dalam dokumen visi-misi Ganjar-Mahfud terkesan minimalis, Sumantri mengklaim program penerimaan akan dipadukan dengan misi lain, seperti digitalisasi layanan pemerintah. Salah satu program besutan duet ini adalah pembangunan sistem digital nasional dan ekosistem digital berdaya saing. Rencana ini sudah mencakup janji zero blank spot alias jangkauan Internet menyeluruh, serta janji ihwal koneksi Internet cepat dan murah.
Teknologi informasi, Sumantri meneruskan, bisa memudahkan pelaporan dan pembayaran pajak. Tanpa merincinya, dia menyebutkan Ganjar-Mahfud pun berusaha meningkatkan integritas pegawai dan menjaga kepercayaan publik lewat penegakan hukum di lingkup internal Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan. “Lalu menambah jumlah serta meningkatkan kemampuan pegawai pajak.”
Calon presiden Anies Baswedan (kiri) dan calon wakil presiden Muhaimin Iskandar saat menuju gedung Komisi Pemilihan Umum di Jakarta, 19 Oktober 2023. TEMPO/Hilman Fathurrahman W.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Adapun pasangan Anies-Muhaimin langsung mematok target peningkatan rasio pajak dari 10,4 persen pada 2022 menjadi 13-16 persen pada 2029. Bila terpilih, duet yang disokong Partai NasDem, Partai Keadilan Sejahtera, dan Partai Kebangkitan Bangsa ini berjanji mengerek pendapatan Indonesia melalui perbaikan kepatuhan pajak. “Memastikan seluruh insentif pajak, termasuk tax holiday dan tax allowance, dilaksanakan secara terencana dan terkendali,” begitu bunyi target pasangan tersebut.
Visi lain yang juga dicantumkan Anies-Muhaimin adalah menekan belanja non-produktif untuk melebarkan ruang fiskal. Pasangan ini menawarkan janji pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) rata-rata sebesar 5,5-6,5 persen per tahun selama lima tahun masa jabatan. Hingga kuartal ketiga tahun ini, pertumbuhan tahunan PDB masih sebesar 4,94 persen.
Dalam hal anggaran, pasangan dari Koalisi Perubahan ini berniat memangkas duplikasi program pemerintah, semata-mata untuk menjaga pengeluaran negara. Ada juga konsep penganggaran multi tahun—berupa penyusunan APBN untuk periode tiga tahun. Target itu ditebalkan dengan penguatan lembaga keuangan. Anies-Muhaimin berencana merealisasi Badan Penerimaan Negara yang bergerak di bawah presiden.
Usulan itu seragam dengan visi-misi yang disodorkan pasangan Prabowo-Gibran. Menurut duet ini, negara membutuhkan terobosan konkret agar penerimaan domestik meningkat. Tak tanggung-tanggung, program Badan Penerimaan Negara itu ditargetkan bisa mendongkrak rasio penerimaan negara terhadap PDB ke level 23 persen. Berdasarkan catatan Kementerian Keuangan, rasio itu sebesar 10,39 persen pada 2022, meningkat dari posisi 9,12 persen pada tahun sebelumnya. “Anggaran pemerintah perlu ditingkatkan dari sisi penerimaan yang bersumber dari pajak dan bukan pajak (PNBP),” begitu bunyi program tersebut.
Adapun soal program makan siang gratis, dalam Debat Tim Capres pada 9 November lalu, Dewan Pakar Tim Kampanye Nasional Prabowo-Gibran Panji Irawan membenarkan bahwa program tersebut memerlukan biaya yang mencapai ratusan triliun rupiah. Namun dia yakin program makan siang gratis bisa dibiayai dengan penerimaan pajak. Salah satu program prioritas Prabowo-Gibran adalah penyempurnaan sistem penerimaan negara, di antaranya dengan membentuk Badan Penerimaan Negara. “Ini masih banyak yang bisa diutak-atik dari sisi revenue (pendapatan), tidak hanya tax (pajak), tapi juga penerimaan non-pajak,” ucap Panji.
Pasangan calon presiden dan calon wakil presiden, Prabowo Subianto (kedua dari kanan) dan Gibran Rakabuming Raka saat tiba untuk menjalani pemeriksaan kesehatan di RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta, 26 Oktober 2023. TEMPO/M. Taufan Rengganis
Ketua Tim Pemenangan Prabowo-Gibran di Solo, Ardianto Kuswinarno, menampik pendapat soal minimnya pengalaman Gibran dalam pengelolaan fiskal di level daerah. Setelah mengisi kursi Wali Kota Solo sejak 2021, kata dia, anak sulung Presiden Joko Widodo itu diklaim bisa memperbaiki ekonomi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) setelah masa pandemi. Gibran pun disebut bisa mengoptimalkan sektor kesehatan. “Orang berpendapat boleh saja, tapi semua bisa terpatahkan dengan bukti yang ada di Solo,” ucap Ardianto, kemarin.
Dari informasi yang dihimpun Tempo, pendapatan asli daerah (PAD) Kota Surakarta sempat merosot 4,65 persen atau berkurang Rp 38,17 miliar pada tahun ini. Dalam rapat paripurna ke-3 Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Solo pada awal September lalu, regulator Solo melaporkan penurunan pendapatan dari retribusi daerah, terutama dari retribusi tempat rekreasi dan olahraga, juga dari izin bangunan dan gedung.
Adapun guru besar Ilmu Ekonomi Universitas Diponegoro, F.X. Sugiyanto, menilai pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah selama dua periode kepemimpinan Ganjar tak begitu pesat. “Relatif sedang antara 5,5 dan 6 persen,” kata Sugiyanto.
Meski begitu, dia mengakui adanya pemerataan ekonomi melalui pengembangan usaha mikro dan kecil. Salah satu program regulator Jawa Tengah yang dinilai membantu rakyat adalah skema pinjaman modal Rp 25 juta dengan bunga 6 persen.
Peneliti dari Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra), Badiul Hadi, mengatakan gagasan fiskal dari para capres dan cawapres 2024-2029 sangat vital karena menentukan nasib pembangunan di dalam negeri. Kekeliruan rencana fiskal bisa mempengaruhi kemampuan negara untuk membiayai pembangunan. “Penguatan penerimaan itu wajib. Selain untuk biaya pembangunan, untuk membayar utang negara,” tutur dia, kemarin.
Menurut Badiul, pemerintah terlalu berfokus mengejar pendapatan dari pajak, sedangkan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) kurang optimal. Sektor penghasil PNPB yang dianggap belum dikelola dengan baik, antara lain, kehutanan, pertambangan, kelautan, dan perikanan. Dia menyarankan masyarakat tak mengukur kemampuan para capres dan cawapres dari prestasi PAD di level provinsi dan kota. Terlebih, ketergantungan regulator daerah pada pemerintah pusat masih tinggi. “Skala yang di daerah berbeda sama level pusat. Target penerimaan negara itu bisa menembus Rp 4.000 triliun.”
Selama ini rancangan APBN turut diisi target penerimaan dan anggaran belanja. Merujuk pada laman resmi Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan, program pembangunan nasional membutuhkan dana jumbo, terutama dari penerimaan perpajakan. Dominasi penerimaan dari perpajakan ini berlaku di hampir semua negara. Rasio pajak terhadap pendapatan di mayoritas negara di kawasan Asia Tenggara menembus 12 persen. Di negara maju, misalnya di kawasan Eropa Barat, rasio itu mencapai 41 persen pada 2020. Adapun tax ratio di Indonesia masih berkisar 10 persen.
Kepala Pusat Industri Perdagangan dan Investasi Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Andry Satrio Nugroho tak melihat rencana evaluasi perpajakan yang konkret dari ketiga pasangan calon kepala negara tersebut. Dia menilai negara belum mendapat imbal balik setelah mengumbar insentif pajak untuk penghiliran tambang, misalnya pada nikel. “Bagaimana cara menjamin penerimaan negara setelah para produsen (nikel) itu mendapat revenue dari penghiliran?” katanya, kemarin.
YOHANES PASKALIS | GHOIDA RAHMAH | AMELIA RAHMA SARI | SEPTHIA RYANTIE (SOLO) | JAMAL A NASHIR (SEMARANG)
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo