Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Deretan angka pada stopwatch yang dikenakan Nita Kelana, fotografer Tempo, mulai menghitung begitu kami bersama Richard Manao memasuki sebuah ruangan gelap berbentuk persegi panjang. Berbekal sebuah senter dan walkie-talkie, isi ruangan yang didekorasi seperti ruang tamu itu samar-samar mulai terlihat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tepat di hadapan kami ada sebuah pintu yang menyerupai gerbang kastel dan digembok. Kami harus menggeledah seisi ruangan itu untuk mencari kuncinya agar dapat memasuki ruangan berikutnya. Petunjuk satu-satunya di ruangan itu hanyalah sebuah kertas yang ditempel di dinding dan ada sebuah kotak yang terkunci. “Kalian harus menggunakan mantra untuk membuka kotak tersebut,” begitu bunyi suara seorang pria dari walkie-talkie yang dipegang Richard. Pria tersebut dijuluki game master.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tempo bersama Richard tengah melakukan permainan escape room di House of Trap, Mal Kelapa Gading 1, Jakarta Utara, Selasa, 23 Agustus lalu. Kami memilih tema permainan Fairy Land dan mendapat misi mencari sebuah belati, lalu menusukkannya ke peri jahat dalam waktu 45 menit. Dalam menjalankan misi itu, kami harus memecahkan berbagai kode dari satu ruangan ke ruangan lainnya.
Di ruangan pertama, kami berhasil menyebutkan mantra setelah melihat kamus bahasa peri. Mantra diucapkan melalui walkie-talkie. Kemudian, sebuah kotak terbuka secara otomatis, yang ternyata di dalamnya adalah kunci gembok untuk membuka pintu kastel. Kami lalu memasuki ruangan berikutnya. Tidak seperti ruangan pertama, ruangan kali ini seperti berada di dunia lain. Dengan alunan musik bak negeri dongeng, area serba hijau itu tampak seperti hutan dengan replika pohon dan tanaman.
Penggemar "escape game" Richard Manao (kiri) berusaha menyelesaikan misi di House of Trap, Jakarta, 23 Agustus 2022. TEMPO/Nita Dian
Tantangannya pun lain lagi. Selain berpikir, permainan ini membutuhkan cukup banyak aktivitas fisik, seperti naik dan turun tangga serta merangkak. Total ada lima ruangan dengan ukuran berbeda-beda yang harus dipecahkan kodenya. Kami bertiga pun dapat menyelesaikan misi itu dalam waktu 40 menit. “Seru, menegangkan, dan banyak pertanyaan seperti biasanya,” kata Richard setelah mengikuti permainan escape room ini.
Ini bukan pertama kali Richard mencoba permainan meloloskan diri. Sebelum masa pandemi, ia sudah mencoba beberapa escape room di Tangerang dan Jakarta untuk bersenang-senang dan merasakan pengalaman baru. Menurut dia, level permainan Fairy Land bergenre fantasi di House of Trap termasuk cukup mudah. Kata dia, tidak banyak tek-tok pemain harus bolak-balik ke ruangan sebelumnya untuk memecahkan teka-teki. Di tempat lain, tutur pria berusia 30 tahun itu, pemain bisa lebih intens bolak-balik lantaran dalam satu ruangan bisa terdapat lebih dari satu petunjuk.
Ia sebelumnya mencoba berbagai genre, dari petualangan, teknologi, hingga horor. Favorit warga Tangerang ini adalah permainan yang melibatkan teknologi seperti di film-film. “Misalnya lu mainin tuas, terus tiba-tiba berasap, tuh, kotak yang lu masukin. Tiba-tiba di kotak lu berdiri, berjalan. Jadi, tempatnya digeser,” kata dia.
Richard tertarik memainkan escape room karena menyukai teka-teki dan bisa melepas stres. Meski begitu, ia kerap kesulitan mencari teman untuk bermain bersama. Escape room di kebanyakan tempat selalu mensyaratkan minimal dua pemain. “Tidak boleh sendiri. Cari teman yang mau main dan keluarin biaya yang enggak kecil, tapi waktunya cuma satu jam,” ucapnya.
House of Trap adalah satu dari sekian wahana escape room yang berada di Jakarta. Berdiri pada akhir 2016, wahana memacu adrenalin ini masih bertahan meski sempat terkena dampak pandemi Covid-19. Ada lima tema yang dapat dipilih para pemain, yaitu Fairy Land, Magical World, Aztec War, Kraken, dan God of Egypt. Tema-tema ini terinspirasi oleh buku dan film.
Penggemar "escape game" Richard Manao (kiri) di House of Trap, Jakarta, 23 Agustus 2022. TEMPO/Nita Dian
Person in charge House of Trap, Riyan Adiputra, mengatakan jumlah pengunjung wahana saat masa pandemi memang menurun drastis dibanding pada sebelumnya. Meski begitu, untuk tahun ini, keadaannya justru di luar ekspektasi. Dalam sehari, pengunjung House of Trap bisa mencapai 100-150 orang pada akhir pekan. Sedangkan pada hari kerja, pemainnya bisa 50-60 orang per hari. “Surprisingly masih oke ternyata dengan traffic sekarang. Apalagi lokasi kami di pojok,” ujar Riyan.
Pria berusia 31 tahun ini menuturkan, ada perubahan paling signifikan yang terlihat. Sebelum terjadi pagebluk corona, pengunjung House of Trap didominasi anak kecil. Tapi, kini, remaja dan orang dewasa, seperti anak kuliahan, pekerja kantoran, dan orang tua, juga ikut menikmati permainan itu. Riyan menduga pandemi membuat mereka lebih peduli tentang kesehatan sehingga mencari kegiatan yang melibatkan aktivitas fisik, seperti escape room.
Pihaknya juga sebisa mungkin menghadirkan suasana nyata sesuai dengan tema. Fairy Land, misalnya, bergenre fantasi dengan latar belakang zaman sihir. Untuk membuat pengunjung merasa seperti di zaman itu, ia meminimalkan penggunaan gembok dan lebih banyak memakai mantra. “Sound ambience kami mainin juga. Warna-warna dan dekorasi itu pun poin penting untuk bikin escape room.”
Selain Fairy Land, ada permainan bertema Magical World bergenre fantasi. Sedangkan tiga lainnya bergenre petualangan. Untuk satu kali permainan, pengunjung hanya perlu merogoh kocek Rp 75 ribu per orang pada Senin-Kamis. Sedangkan pada akhir pekan Rp 100 ribu per orang. Khusus pelajar dan mahasiswa mendapat diskon 30 persen pada Senin dan Rabu.
Berbeda dengan escape room lainnya, Riyan mengungkapkan bahwa tiket permainan di House of Trap yang cukup terjangkau menjadi nilai plus wahana mereka. “Kami menyasar pangsa market dengan harga reasonable dan reachable,” ujar Riyan.
* * *
Permainan memacu adrenalin seperti escape room ini belakangan memang menjadi tren di masyarakat. Teranyar, ada wahana Pengabdi Setan 2: Communion di Mall of Indonesia (MoI). Wahana beraroma horor ini tidak sekadar menghadirkan rumah hantu, tapi juga escape room yang menjadi keunggulan. Wahana ini dimulai pada 16 Juli lalu dan berakhir pada 28 Agustus 2022.
Sejumlah kru dan pemain film Pengabdi Setan 2, termasuk sutradara Joko Anwar dan aktris Tara Basro, juga menjajal wahana ini sehingga memancing rasa penasaran sejumlah masyarakat. Salah satunya Aiko Gatam. Sebagai penggemar film Pengabdi Setan, warga Bekasi ini tak mau ketinggalan untuk mencoba wahana horor tersebut hingga dua kali dalam sehari.
Pada 11 Agustus lalu, ia mencobanya sendirian lantaran sang suami enggan masuk ke wahana. Setelah membayar tiket masuk sebesar Rp 50 ribu, Aiko ikut antre. Oleh panitia, ia diajak bergabung dengan rombongan lainnya yang berisi delapan orang. “Aku masuk ke grup mereka, bercanda sama mereka sebelum teriak-teriak,” katanya.
Warga Bekasi, Aiko Gatam berfoto dengan karakter hantu wahana Pengabdi Setan 2 di Mall of Indonesia, Kelapa Gading, Jakarta, 2022. Dok. Pribadi
Aiko juga merekam audio selama memasuki wahana tersebut. Dari tayangan di saluran YouTube Aiko Gatam, memang yang terdengar lebih dominan adalah suara orang-orang menjerit dan langkah kaki yang sedang berlari. Aiko tak merekam video karena tidak ingin membocorkan isi wahana tersebut. “Biar orang penasaran mau datang.”
Wiraswasta berusia 41 tahun ini menceritakan, ia dan rombongan terus-terusan diteror oleh sosok pocong, kuntilanak, dan “ibu” dalam film Pengabdi Setan. Sejak ruangan pertama, mereka sudah dibuat kaget oleh kemunculan hantu anak kecil yang memberi kunci.
Di ruangan berikutnya tak kalah mencekam. Petunjuk untuk menemukan kunci tidaklah susah, tapi amat menantang. Sebab, letak kunci itu bisa berada di bawah kepala atau tangan pocong. Jadi, rasa panik yang muncul justru membuat para pemain kesulitan membuka pintu. Apalagi hantu-hantu tersebut juga mengejar para pemain.
Menurut Aiko, set ruangan dan hantu-hantu tersebut persis seperti di film Pengabdi Setan yang mengambil lokasi di rumah susun. Dari beberapa ruangan, Aiko mengatakan bahwa area terakhirlah yang paling menyeramkan. Pasalnya, ada replika sejumlah pocong sedang sujud yang mirip dengan adegan di film. “Kalau masuk ruangan itu, berantakan. Satu lari ke sana, ke sini, satunya dikejar. Dan kuncinya tidak ada clue-nya. Di dinding cuma ada tanda tanya.”
Karena panik, Aiko dan beberapa pengunjung pun refleks melangkahi pocong-pocong tersebut saat dikejar hantu. Apalagi, ruangan itu juga cukup besar dan memungkinkan para pemainnya berlarian dengan bebas. Setelah keluar dari tempat itu, Aiko mengaku seperti mandi keringat dan wajahnya memerah. Bahkan ada juga pengunjung yang menangis. Alih-alih takut, tutur Aiko, ia malah salut dan kaget karena para manusia yang berpura-pura menjadi hantu sangat menjiwai perannya.
Keseruan bermain escape room juga dirasakan Regina Quinn. Mahasiswi Sastra Jepang Universitas Bina Nusantara ini pertama kali datang ke wahana escape room di Pandora Experience Mal Ciputra, Jakarta, pada Rabu lalu. Ia datang bersama tujuh teman SMA-nya dan memilih permainan S.S Poseidon. Tiketnya sekitar Rp 100 ribu per orang untuk satu jam.
Mahasiswa, Regina Quinn (tengah), bersama teman SMA-nya bermain "escape room" di Pandora Experience di Mal Ciputra, Jakarta, 24 Agustus 2022. Dok. pribadi
Regi bersama teman-temannya memainkan peran tokoh Jeremy untuk memecahkan misteri di kapal S.S Poseidon. Jeremy memiliki kakak laki-laki yang merupakan awak kapal tersebut. Suatu hari, kapal tersebut diserang oleh para bajak laut dan kakak Jeremy dibuang ke laut. Anehnya, tak ada yang hilang dari kapal tersebut. “Menurut kami tuh ada situasi janggal. Jadi, kami menjelajah kapal dan mencari bukti untuk mengungkap misteri di balik kapal,” ucap Regi.
Regi dibekali walkie-talkie untuk berkomunikasi dengan room master. Ruangan pertama yang dimasukinya seperti sebuah museum. Ada poster, bendera, dan peta. Mereka harus mencari kode berdasarkan petunjuk yang ada agar dapat lanjut ke ruangan berikutnya.
Regi menuturkan total ada lima area yang dijelajahi. Menurut dia, permainan ini cukup banyak menuntut pemain melakukan aktivitas fisik, di samping asah otak. Misalnya, ia dan teman-temannya harus bolak-balik antar-ruangan dan merangkak ketika melewati ventilasi udara. “Aku keringetan, sih, tapi enggak sampai ngos-ngosan.”
Secara visual, kata dara berusia 19 tahun itu, desain ruangan permainan di Pandora Experience sudah cukup bagus. Mereka juga merasakan pengalaman seperti sedang berlayar dengan kapal sungguhan lewat teknologi modern. Misalnya, ketika di satu ruangan, Regi dan kawan-kawan harus bertumpu pada sebuah pegangan, lalu diayunkan seperti kapal yang terombang-ambing.
Menurut Regi, permainan escape room tersebut semestinya menegangkan. Tapi, karena teman-temannya humoris, suasana permainan pun menjadi lebih santai. Ia juga berencana mencoba lagi permainan escape room, tapi di tempat yang berbeda.
FRISKI RIANA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo