Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Usulan tambahan biaya RDMP Balikpapan hampir setahun tak kunjung disetujui.
Pandemi menjadi pemicu kenaikan biaya pembangunan.
RDMP Balikpapan menjadi tumpuan untuk mengurangi impor BBM.
JAKARTA – Biaya proyek revitalisasi kilang PT Pertamina (Persero) atau Refinery Development Master Plan (RDMP) di Balikpapan, Kalimantan Timur, diduga membengkak. Nilainya mencapai US$ 1,2 miliar atau sekitar Rp 18,36 triliun (kurs rupiah 15.300 per dolar Amerika Serikat).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sumber Tempo yang terlibat proyek tersebut menyatakan pembengkakan biaya dalam proyek RDMP Balikpapan terdeteksi sejak tahun lalu. "Sebagian besar karena masa tunggu akibat pandemi," kata dia, pekan lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca juga: Nasib Peremajaan Kilang Pertamina
Saat virus Covid-19 merebak, aktivitas konstruksi terhambat karena ada pembatasan kegiatan. Pengiriman barang dari luar negeri tersendat serta ongkos sewa peralatan menggembung. Perhitungan awal jumlah alat yang harus dipesan pun meleset. Belum lagi soal biaya tenaga kerja yang harus siaga di lokasi pembangunan.
Rentetan efek pandemi tersebut menghasilkan biaya tambahan hingga sekitar 30 persen dari nilai awal proyek yang dikerjakan kontraktor, yaitu sekitar US$ 3,8 miliar. Karena itu, kontraktor mengajukan amendemen kontrak untuk menyesuaikan tambahan biaya yang muncul. Mereka adalah konsorsium yang terdiri atas SK Engineering & Construction Co, Hyundai Engineering Co Ltd, PT Rekayasa Industri, dan PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk.
Kesepakatan ihwal usulan tambahan biaya perlu segera diambil sebelum tahun ini berlalu. Jika dibiarkan berlarut, potensi cost overrun bakal bertambah semakin tinggi.
Proyek RDMP Balikpapan mulai dibangun pada akhir 2018. Pembangunan revitalisasi kilang tersebut dirancang dalam dua tahap. Awalnya, RDMP Balikpapan tahap pertama ditargetkan selesai pada 2021, sementara tahap kedua rampung pada 2025. Namun target tersebut tidak tercapai. Terakhir, proyek strategis nasional ini dicanangkan selesai secara bertahap pada 2024-2025 untuk dapat segera memenuhi kebutuhan energi dalam negeri.
Petugas memantau aktivitas Kilang Pertamina Unit Pengolahan (Refinery Unit) V di Balikpapan, Kalimantan Timur. TEMPO/Subekti
RDMP Balikpapan Diharapkan Kurangi Ketergantungan Impor BBM
Proyek RDMP Balikpapan menjadi salah satu tumpuan untuk mengurangi impor bahan bakar minyak. Pasalnya, Indonesia saat ini mengimpor 35 persen BBM dari kebutuhan harian sekitar 1,3 juta barel. RDMP Balikpapan diproyeksikan menambah kapasitas terpasang pengolahan minyak saat ini, yang hanya 260 kilobarel per hari menjadi 360 kilobarel per hari.
Kilang tersebut juga berperan penting meningkatkan kualitas BBM pada masa transisi energi. BBM dari RDMP Balikpapan akan memiliki standar Euro V yang lebih ramah lingkungan dari produk Pertamina sekarang yang baru Euro II.
Soal tambahan biaya, sumber Tempo lainnya yang juga mengetahui pengerjaan RDMP Balikpapan menuturkan usulan amendemen kontrak disampaikan kontraktor kepada Pertamina pada Oktober 2022.
Dalam rapat pembahasan tambahan biaya antara konsorsium dan PT Pertamina Kilang Balikpapan beserta PT Pertamina Kilang Internasional pada awal September lalu, perwakilan Pertamina memilih angkat kaki. "Karena angkanya dianggap terlalu tinggi," tutur sumber tersebut. Hingga saat ini, belum ada kesepakatan di antara kedua pihak ihwal tambahan biaya proyek.
Pertamina, menurut dia, telah menunjuk dua konsultan, di antaranya Foster Wheeler, untuk mengkaji usulan tambahan biaya dari kontraktor. Namun baru US$ 64 juta nilai yang tengah ditelaah.
Sebelumnya, selain konsorsium kontraktor, ada perusahaan yang disewa sebagai konsultan untuk RDMP Balikpapan: WorleyParsons Limited. Namun, menurut sumber tersebut, saran Worley kerap tidak digubris. Alasannya, Pertamina sering kali tidak satu suara, baik dari Kilang Pertamina Balikpapan maupun Kilang Pertamina Internasional.
Belakangan, semua pemangku kepentingan di Pertamina yang berkaitan dengan proyek RDMP Balikpapan mulai dirangkul oleh Direktur Proyek Infrastruktur Kilang Pertamina Internasional Kadek Ambara Jaya.
Tempo berupaya meminta konfirmasi dari Hyundai Engineering dengan mengirim surat elektronik melalui situs resminya. Namun, hingga berita ini ditulis, tak ada tanggapan dari perusahaan asal Korea Selatan tersebut. PT Rekayasa Industri sebagai anggota konsorsium pun belum memberikan tanggapan. Begitu pula dengan Foster Wheeler dari Thailand dan Worley, yang dimintai konfirmasi lewat situs web resminya.
Upaya meminta penjelasan kepada Kadek idem ditto. Pesan yang dikirim Tempo dibaca, tapi tidak direspons. Sedangkan Kilang Pertamina Balikpapan menyarankan Tempo menghubungi Pertamina pusat soal RDMP Balikpapan.
Adapun PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk, melalui Corporate Secretary Bakhtiyar Efendi, menolak memberikan konfirmasi dengan alasan kewenangan untuk menjawab berada pada Hyundai Engineering sebagai pemimpin konsorsium. "Yang bisa kami informasikan hanyalah saat ini proyek tetap berjalan dan progres sekitar 80 persen," katanya.
Pertamina tak mengiyakan atau membantah usulan tambahan biaya dari kontraktor RDMP Balikpapan itu. Corporate Secretary PT Kilang Pertamina Internasional, Hermansyah Y. Nasroen, hanya mengungkapkan bahwa pelaksanaan proyek strategis nasional tersebut menghadapi dinamika yang bervariasi. "Sebagian merupakan faktor yang sudah diperhitungkan, tapi tetap ada faktor tidak terduga dan uncontrollable," ujarnya.
Herman menyatakan Pertamina terus mengupayakan agar proyek tersebut berjalan sesuai dengan target, yaitu tepat waktu, tepat biaya, tepat spesifikasi, tepat keuntungan, serta sesuai dengan regulasi. "Perubahan rencana kerja dan biaya yang mungkin terjadi harus dievaluasi secara hati-hati dan cermat serta disetujui seluruh pihak, dengan tetap mengedepankan efisiensi dan efektivitas pelaksanaan proyek," tuturnya.
Revitalisasi dan Pembangunan Kilang
DPR Akan Telusuri Pembengkakan Biaya
Wakil Ketua Komisi Energi Dewan Perwakilan Rakyat, Eddy Soeparno, mengaku kabar pembengkakan biaya dalam proyek RDMP Balikpapan belum sampai ke Senayan hingga kemarin. Sebagai mitra, dia menyatakan DPR akan menelusuri pemicu cost overrun tersebut. "Andai kata butuh pendalaman lebih khusus, kami tidak berhenti untuk sekadar memahaminya melalui rapat dengar pendapat saja, tapi juga ada potensi membentuk panitia kerja," ujarnya.
Direktur Eksekutif ReforMiner Institute, Komaidi Notonegoro, menuturkan pembengkakan biaya RDMP Balikpapan wajar terjadi, mengingat ada penundaan pengerjaan proyek, khususnya ketika masa pandemi. Salah satu yang terkena dampak adalah perhitungan harga komponen untuk membangun kilang, yang sebagian besar masih harus impor. "Nilai tukarnya saja sekarang sudah berbeda," kata dia.
Jika terjadi tambahan biaya, Komaidi memperkirakan Pertamina tak akan terlalu kesulitan soal dana. Selain itu, Pertamina bisa menerbitkan obligasi internasional.
Pada 24 Juni lalu, Pertamina memperoleh dukungan pendanaan proyek sebesar US$ 3,1 miliar atau sekitar Rp 46,64 triliun untuk RDMP Balikpapan. Pendanaan itu diberikan Export Credit Agency (The Export-Import Bank Korea atau KEXIM, Korea Trade Insurance Corporation atau K-SURE, SACE, dan Export-Import Bank of the United States atau US EXIM) serta 22 institusi perbankan untuk PT Kilang Pertamina Balikpapan, yang merupakan anak usaha PT Kilang Pertamina Internasional (KPI).
Wakil Menteri BUMN I, Pahala N. Mansury, lewat keterangan tertulis, mengatakan pendanaan itu memungkinkan Pertamina menyelesaikan pengembangan proyek RDMP Balikpapan, yang akan memberikan dampak positif pada ketahanan energi nasional.
VINDRY FLORENTIN
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo