Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DI Mataram ada Sasana Rehabilitasi Wanita (SRW) Budi Rini -- khusus menampung wanita tunasusila. Pada awal Juli lalu, penghuninya bertambah lagi. Dua janda. Tapi mereka ngotot, dan mengaku bukan WTS. "Saya tak pantas disimpan di sarang ini. Saya cari uang dengan jalan halal," kata Sumiati, 24 tahun, yang selama ini berdagang kayu untuk bahan kosen rumah. Bagi Maenah, 27 tahun, yang dari Desa Labuhan, Sumbawa, kehadirannya di Budi Rini sebenarnya juga keliru. "Ini tuduhan yang menjerumuskan, dan menutup saya memperoleh status pegawai," katanya. Padahal, ia sengaja dibujuk pamong desa pergi ke Mataram, untuk mendapatkan keterampilan di bidang kecantikan. "Karena itulah, makanya saya setuju," tutur tamatan SPG Sumbawa tahun 1980 itu. Maenah sebenarnya mau mengurus statusnya sebagai Bu Guru yang selama ini tak jelas. Pada 1984 ia menikah dengan sesama guru, lalu berhenti mengajar. Setelah tahu bahwa suaminya itu sudah beristri, setahun kemudian ia minta cerai dan ingin kembali jadi guru. Berdasarkan surat pengantar dari pamong desa setempat, kedua janda itu katanya "pelacur". Mereka dijaring dalam suatu razia. Menurut Makhsun Said, Kepala SRW Budi Rini, pada awalnya memang ada saja yang bersikeras. "Tapi akhirnya mengaku juga," ujarnya pada wartawan TEMPO, Supriyanto Khafid. Siapa, sih, yang benar? Yusroni Henridewanto
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo