Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Utak-atik Biaya Tes PCR

Bio Farma akan menghitung ulang harga komponen tes PCR. Induk usaha BUMN farmasi itu menyatakan masih ada peluang menekan harga tes PCR di bawah tarif batas atas pemerintah.

10 November 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Bio Farma akan menghitung ulang harga komponen tes PCR.

  • Ada peluang menekan harga tes PCR di bawah tarif batas atas pemerintah.

  • DPR mengusulkan biaya tes PCR ditanggung pemerintah.

JAKARTA – Badan usaha milik negara (BUMN) farmasi berencana menghitung ulang harga komponen tes polymerase chain reaction atau PCR. Direktur Utama PT Bio Farma (Persero), Honesti Basyir, menyatakan masih ada peluang menurunkan harga tes PCR dari batas atas yang dipatok pemerintah saat ini sebesar Rp 275 ribu di wilayah Pulau Jawa dan Bali.

Honesti menjabarkan, komponen biaya tes PCR terdiri atas reagen utama, biaya penunjang, margin, serta gap. "Dari struktur biaya tersebut, yang terbesar adalah komponen reagen utama," kata dia dalam rapat bersama Komisi BUMN DPR, kemarin. Dari angka Rp 275 ribu, porsi reagen utama mencapai 45 persen, biaya penunjang 39 persen, margin 9 persen, dan gap 7 persen.

Untuk mengurangi biaya reagen utama, Bio Farma sebagai induk usaha BUMN farmasi telah mengembangkan berbagai produk alternatif impor. Salah satunya dengan menciptakan BioVTM sebagai viral transport medium atau media pembawa spesimen lendir hidung dan tenggorokan, yang memiliki tingkat kandungan dalam negeri 18 persen.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tabung-tabung reagen untuk swab PCR pasien yang miliki riwayat kontak erat dengan warga positif Covid-19 di sebuah Puskesmas di Bandung, 14 Juni 2021. TEMPO/Prima Mulia

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bio Farma juga membuat mBioCov yang bisa mendeteksi mutasi virus Covid-19 baru, seperti Delta dan Delta Plus, dengan tingkat kandungan dalam negeri 45 persen. Adapun produk teranyar Bio Farma adalah alat tes PCR dengan metode berkumur sampai ke pangkal tenggorokan bernama BioSaliva, yang dapat menekan biaya alat pelindung diri.   

Honesti mengatakan efisiensi juga dilakukan dengan mengubah model bisnis perusahaan. "Kimia Farma dan Indo Farma sekarang sudah tidak berinvestasi di mesin PCR dan RNA kit. Kami melakukan kerja sama operasional," ujarnya. Caranya, dua anak usaha Bio Farma tersebut menyewa mesin PCR dan membagi keuntungan dengan pemilik mesin. "Kami akan mengkaji lagi sampai ke level berapa tarif bisa diturunkan.”

Besaran tarif tes PCR dalam setahun terakhir sudah turun drastis. Pada awal masa pandemi, tarif tes PCR mencapai jutaan rupiah. Lalu, pada Agustus 2020, pemerintah menetapkan batas atas tarif tes PCR sebesar Rp 900 ribu. Setahun kemudian, harganya kembali turun menjadi Rp 495 ribu di Jawa-Bali dan Rp 525 ribu di daerah lain. Pada akhir Oktober lalu, pemerintah menurunkan lagi tarif tes PCR menjadi Rp 275 ribu dan Rp 300 ribu.

Ketua Komisi VI DPR RI Aria Bima. dpr.go.id/Runi/Man

Ketua Komisi BUMN Dewan Perwakilan Rakyat, Aria Bima, berharap BUMN farmasi dapat menjadi pionir penyedia tes PCR dengan tarif yang lebih rendah dari patokan pemerintah. Dengan begitu, pelaku bisnis tes PCR swasta akan ikut menurunkan tarif agar bisa bersaing. "Dampaknya akan menggerakkan aktivitas ekonomi yang sebelumnya tertahan (kewajiban) tes PCR," kata Aria.

Dalam rapat kerja bersama Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin pada Senin lalu,  Wakil Ketua Komisi Kesehatan DPR, Ansory Siregar, mengusulkan kepada pemerintah supaya menanggung biaya tes PCR. "Kalau perlu kita gratiskan biaya tes PCR dan antigen untuk sementara," ujar dia. Menanggapi usul tersebut, Budi Gunadi mengatakan pemerintah tak memiliki anggaran untuk membiayai tes PCR.

"Untuk tahun ini agak sulit karena kami tidak memiliki anggaran. Anggaran yang dipegang pemerintah adalah anggaran untuk tes PCR bagi suspek dan kontak erat yang datang ke puskesmas," ia menuturkan. Budi juga mengklaim tarif PCR di Indonesia saat ini merupakan yang terendah di Asia Tenggara dan 10 persen terendah di dunia. 

VINDRY FLORENTIN | MAJALAH TEMPO
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus