Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

arsip

Bisik-bisik Tetangga

Kompleks Daarut Tauhid tak seramai dulu. Beberapa jemaah pindah ke Mesjid Agung Bandung.

11 Desember 2006 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Jarum jam hampir menunjuk angka 5, Kamis sore pekan lalu. Jemaah Masjid Daarut Tauhid di kawasan Geger Kalong, Bandung, saling berpandangan dan mulai gelisah. Mereka menanti Abdullah Gymnastiar yang dijadwalkan berceramah sejak pukul 4.

Tak biasanya dai kondang itu terlambat, apalagi mangkir memberi taushiyah alias nasihat kepada jemaahnya. Lewat pukul 5 yang ditunggu tak kunjung datang. Para jemaah akhirnya berangsur-angsur meninggalkan masjid.

Usai magrib barulah Abdullah Gymnastiar alias Aa Gym muncul. Ia langsung menuju masjid untuk salat isya, dilanjutkan memberi taushiyah dan i’tikaf alias berdiam di masjid selama beberapa waktu.

Kehadiran Aa Gym di acara ini biasanya menjadi magnet yang menyedot pengunjung. Jemaah berdatangan memenuhi dua lantai masjid, bahkan membludak sampai ke jalan. Berdesakan di sepanjang emper-emper toko di sekitar masjid pun mereka lakoni untuk bisa mendengar ceramah dai muda itu.

Namun, Kamis silam suasana itu tak terlihat. Lantai dua masjid nampak lengang. Jalanan pun kosong-melompong. ”Sekarang agak sepi ya. Biasanya di lantai dua berdesakan, sekarang kosong,” kata Trisnawati, jemaah yang datang dari Singaparna, Tasikmalaya, Jawa Barat.

Trisnawati mengaku langganan datang ke Daarut Tauhid tiap Kamis malam bersama sekitar 10-15 teman. Kali ini dia datang sendirian. ”Yang lain memilih pindah ke Masjid Agung Bandung,” katanya. Teman-temannya itu, menurut dia, kecewa pada Aa Gym.

”Sekarang rasanya memang tak mantap mendengar ceramah Aa. Habis antara ucapan dan perbuatan berbeda,” ujar Ika, warga Jalan Soekarno-Hatta, Bandung, yang malam itu juga datang ke Daarut Tauhid..

Bahkan Ninih Muthmainah Muhsin, istri pertama Aa Gym, pun tak mengikuti acara taushiyah. Padahal, biasanya Teh Ninih—begitu ia biasa dipanggil—setia menemani sang suami. Kali ini dia cenderung memilih mengajar anak-anak mengaji di Gedung Da’wah Daarut Tauhid. Tulang pipi wanita yang telah memberikan tujuh anak kepada Aa Gym ini terlihat menonjol. Dia juga tak mau bicara kepada wartawan.

Berkurangnya jemaah yang datang tecermin pada menyusutnya pendapatan para pedagang pakaian dan aksesori muslim di sekitar masjid. Dana, seorang penjual pakaian dan perlengkapan muslimah, mengaku omzet dagangannya menurun dari biasanya Rp 1 juta per hari menjadi sekitar Rp 100 ribu saja. Ahmad, seorang penjual mi bakso, mengaku minggu lalu omzetnya masih Rp 400 ribu per hari. Sekarang tinggal Rp 100 ribu per hari.

Barisan bus yang biasa digunakan rombongan pengajian bapak-bapak maupun ibu-ibu dari luar kota Bandung pun tampak menyusut. Padahal, biasanya bus-bus itu sudah berjejer, terutama mulai Kamis sampai Minggu. Kamis pekan lalu, hanya terlihat sebuah bus berisi 30 mahasiswa Universitas Panca Sakti, Tegal, Jawa Tengah.

Menyusutnya tamu berimbas pada sepinya penginapan-penginapan yang dikelola Daarut Tauhid. ”Beberapa tamu membatalkan pesanan kamar,” ujar pengurus penginapan Zahida yang enggan disebut namanya. Namun, petugas hu-bungan masyarakat Daarut Tauhid, Farihin, menampik informasi tersebut. ”Tidak ada kunjungan yang batal,” katanya.

Sejak pecah kabar pernikahan kedua sang dai kondang dengan Alfarini Erindari, suasana kompleks Daarut Tauhid memang berubah. Para tetangga dan jemaah kerap berbisik-bisik membicarakan perkawinan itu. Dana, seorang warga Geger Kalong, berucap spontan, ”Nanti di gang akan dipasang poster ’Nikmatnya Poligami’.” Puluhan wartawan media cetak dan elektronik pun menyerbu untuk meminta komentar.

Maklum, dalam ceramah-ceramahnya selama ini Aa Gym kerap mengumandangkan seruan antipoligami. Tema itu membuatnya menjadi pujaan para ibu rumah tangga. ”Poligami hanya akan memunculkan banyak masalah. Poligami paling enaknya cuma enam bulan,” Indriati—sebut saja begitu—tetangga sekaligus jemaah Darut Tauhid, menirukan ucapan sang dai.

Nama Abdullah Gymnastiar pun meroket di dunia dakwah Tanah Air. Ia dikenal sebagai dai berpengaruh yang rendah hati. Jemaahnya tak memanggilnya dengan sebutan ustadz atau kiai. Mereka cukup memangilnya Aa—sebutan untuk kakak dalam bahasa Sunda. Ketimbang mengutip ayat-ayat kitab suci atau hadis, ia lebih suka mengajarkan budi pekerti.

Menjaga kebersihan lingkungan, berbuat baik kepada sesama, membangun keluarga sakinah, tidak berburuk sangka kepada orang lain, begitulah antara lain ajaran-ajarannya. Aa Gym sendiri menyebut paket ajarannya itu Manajemen Qolbu alias MQ.

Perkawinan kedua sang dai membuat citranya berubah. Pemerintah berencana mengeluarkan kebijakan untuk menegaskan kembali aturan tentang poligami. ”Jangan sampai ada keresahan di masyarakat,” begitu Menteri Pemberdayaan Perempuan Meutia Hatta, menirukan ucapan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Setelah sempat memberi keterangan kepada wartawan, Aa Gym tampaknya memilih untuk menghindari polemik tentang perkawinannya. ”Seumur hidup saya baru merasakan malunya menjadi bahan cemoohan,” begitu sang dai pernah berkata kepada jemaahnya.

Kamis malam pekan lalu, sehabis memberikan taushiyah, ia bergegas pulang mengendarai sepeda bermesinnya didampingi 10 orang pengawal. Berondongan pertanyaan wartawan mulanya tak ia hiraukan. Cuma lantaran terus didesak, Aa Gym akhirnya sedikit membuka mulut.

Mengomentari rencana pemerintah mengatur poligami, ia berucap, ”Saya harap semua pihak berpikir jernih.” Selebihnya ia memilih diam. Raut wajah sang dai yang biasanya ceria berubah masam ketika kembali ditanya tentang perni-kahannya dengan Alfarini Erindari.

Untunglah, ada keterangan dari Miftah Faridl, Ketua Majelis Ulama Bandung, yang menjadi saksi pernikahan itu. Miftah mengatakan pernikahan dilakukan pada September lalu. Yang menghadiri cuma delapan orang termasuk kedua mempelai dan kedua orangtua mempelai perempuan. Orang tua Aa Gym sendiri tak hadir. Selang beberapa hari kemudian, pengantin baru itu pergi umrah bersama ratusan jemaah Daarut Tauhid.

Saat hendak menikah, kata Miftah, Aa Gym mengaku sudah mendapat izin dari Teh Ninih untuk menikah yang kedua kali. ”Dia juga mengatakan akan segera mencatatkan pernikahannya ke Kantor Urusan Agama,” ujarnya.

Kenyataannya, sampai Kamis pekan lalu, petugas Kantor Urusan Agama Sukasari di dekat kediaman Aa Gym menyatakan sang dai belum mendaftarkan pernikahannya. ”Sampai hari ini belum tercatat pernikahan Aa Gym di sini,” kata Dadang Rusmana, salah seorang penghulu di kantor itu.

Alfarini masih terhitung orang gajian Aa Gym. ”Sejak Juni 2005, ia bekerja sebagai staf bagian hubungan masyarakat MQ dan berkantor di Geger Kalong,” kata Lia Ros, karyawan MQ.

Setelah pernikahannya dengan sang bos terungkap ia dipindahkan ke MQ Multimedia Bagian Tim Tuntas Madani. Kantornya pun pindah ke Jalan Abadi, Kompleks Perwira Angkatan Darat (KPAD), Geger Kalong Hilir.

Saat mulai bekerja di MQ, perempuan bekas model itu kos di dekat Masjid Daarut Tauhid. Namun, sejak Oktober 2005 ia pindah rumah ke Jalan Pak Gatot VI No. 213A KPAD. Ia menempati bangunan kepunyaan MQ yang biasanya digunakan sebagai pondok tamu.

Tak cuma cantik, perempuan 38 tahun itu juga cerdas. Aa Gym pernah menyebut Indeks Prestasi Kumulatifnya ketika kuliah mencapai 3,6. ”Dia juga masih ada hubungan keluarga dengan Pak Habibie,” Aa Gym dengan bangga menyebut nama bekas presiden itu. Rini, kabarnya, pernah beberapa kali menikah. Yang jelas, ia punya tiga orang anak. ”Jadi, sekarang saya punya sepuluh anak,” kata Aa Gym.

Kini Rini lebih banyak menyembunyikan diri. Kepada kawan-kawannya ia mengaku stres menghadapi wartawan. Aa Gym dan Teh Ninih pun terlihat lebih kurus. Malam semakin larut di kompleks Daarut Tauhid. Sayup-sayup masih terdengar lagu trademark sang dai, ”... Jagalah hati jangan kau kotori....”

Nugroho Dewanto, Rinny Srihartini (Bandung)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus