Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Kami Mitra Pemerintah

Pemuda Pancasila membiayai 2 juta anggotanya dari usaha pertambangan, proyek pemerintah, hingga menjaga keamanan pasar. Kerap bentrok dengan ormas lain.

11 Desember 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Japto Soerjosoermano mengklaim Pemuda Pancasila makin modern.

  • Anggota PP dari tukang parkir hingga presiden.

  • Hidup dari banyak usaha, termasuk proyek pemerintah.

SELAMA empat dekade memimpin organisasi kemasyarakatan Pemuda Pancasila (PP), Japto Soelistyo Soerjosoemarno mengklaim mengubah banyak kebiasaan buruk organisasinya. Di awal periode kepemimpinannya pada 1981-1985, pria 73 tahun ini mengakui banyak kader PP menebar proposal dan menakut-nakuti orang lain.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kini Japto memastikan Pemuda Pancasila sudah mandiri. Sebagian anggotanya kerap mendapat proyek dari pemerintah. Ia juga mengatakan 2 juta anggota PP saat ini berasal dari beragam latar belakang, termasuk jagoan pasar.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Di rumahnya yang seluas 2,5 hektare di kawasan Ciganjur, Jakarta Selatan, Japto bercerita mengenai ormas yang dipimpinnya kepada Linda Trianita dan Mustafa Silalahi dari Tempo pada Kamis, 9 Desember lalu. Ia menceritakan sejarah PP dan alasan anggotanya kerap bentrok dengan ormas lain.

Kenapa Pemuda Pancasila identik dengan premanisme?

Ini harus dilihat dari sejarah berdirinya PP. Ketika dibentuk pada 1959, yang direkrut adalah putra dan putri Indonesia yang bisa bertempur, bukan tukang main boneka. Isinya jagoan di pasar, di sekolah, universitas, dan lain-lain untuk menghadapi ancaman fisik dari agresi luar negeri.

Jagoan dengan preman itu sama?

Mereka bukan kriminal. Jangan samakan. Zaman dulu personel polisi dan tentara masih minim. Sehingga untuk mengamankan pasar ada jagoan yang menentukan lapak. Ini kan preman-preman karena enggak ada bosnya. Tapi mereka dibutuhkan saat itu.

Bagaimana Anda menertibkan perilaku anggota PP?

Sejak 1986, kami punya identitas, militansi, dan solidaritas yang sangat kuat. Di anak-anak PP ada anggapan kalau bikin salah mending digebukin dan masuk penjara daripada dipecat dari PP.

Presiden Joko Widodo juga anggota PP?

Semua pejabat kami angkat sebagai anggota kehormatan. Kalau jadi anggota kehormatan, beliau punya hak memberi masukan, menegur, apa pun.

Dari mana PP mengongkosi organisasi dan membiayai hidup anggotanya?

Anggota PP ada yang pengusaha besar. Ada juga menteri, anggota Dewan Perwakilan Rakyat. Masak, dia enggak bisa bantu? Kalau enggak bisa bantu duit, ya, kasih proyek. Kasih apa gitu supaya bisa menghidupkan orang banyak.

Kenapa masih ada anggota PP yang menjadi tukang jaga tanah dan tenaga keamanan?

Lho, sekarang kalau orang jaga tanah, jaga punya siapa? Pasti pemilik, kan? Anak-anak pasti tanya suratnya mana, lengkap atau enggak. Tapi anak-anak enggak ada yang sampai bacok-bacokan, mending adu kertas.

Mengapa PP kerap bentrok dengan Front Betawi Rempug (FBR)?

Ini bermula saat tanggul Situ Gintung, Tangerang Selatan, Banten, jebol pada 2009. Lalu ada perbaikan. Namanya orang kerja, ada warung, ada truk mondar-mandir suplai tanah. Di situ ada teman-teman FBR dan Kembang Latar. Ketua Kembang Latar merangkap Ketua MPC PP Jakarta Selatan yang cari makan di sana. Mereka ribut, bacok-bacokan. Polisi tidak mempelajari kenapa selalu di sana ributnya. (Juru bicara FBR, Fajri Husein, enggan menanggapi informasi ini.)

Ketua Majelis Pimpinan Nasional Pemuda Pancasila Japto Soelistyo Soerjosoemarno di rumahnya di Ciganjur, Jakarta, 9 Desember 2021/TEMPO/ Gunawan Wicaksono

Hubungan antara pimpinan PP dan FBR juga tidak harmonis?

Di wilayah rumah saya ini, kerja sama pimpinannya bagus. Memang ada kejadian pembakaran pos atau bendera. Kalau harkat dan martabat organisasi, sekretariat, dan bendera dibakar, kami tegas. Kalau bentrok di Ciledug, Tangerang, buat cari makan. Dia dapat duit enggak setor. Ini yang harus diperhatikan wali kota dan lurah di daerah situ. Kalau sama-sama bisa cari makan, enggak rebutan piring, enggak bacok-bacokan.

Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Junimart Girsang, sampai meminta Kementerian Dalam Negeri menertibkan ormas. Salah satunya Pemuda Pancasila. Tanggapan Anda?

Dia bisa bedakan enggak ormas nasional dengan ormas lokal. Kami nasional anggotanya, mereka primordial. Bisa dilihat nama organisasinya. Sebagai anggota DPR, sebelum ngoceh bacotnya, kenapa enggak tanya dulu AD/ART lu mana. Baca dulu itu AD/ART.

Kami mendapat informasi pernyataan itu berkaitan dengan Satuan Tugas Mafia Tanah di DPR....

Lha, kalau mafia tanah, urusin saja itu. Anggota PP cuma jaga tanah, bukan mafia tanah. Mafia tanah itu yang merebut tanah orang.

Sampai kapan PP akan mendemo Junimart Girsang?

Anak-anak akan terus demo sampai dia minta maaf secara nasional. Jadi ngomong maafnya jangan di satu media saja, tapi bicara ke semua stasiun TV. Gara-gara ini kami dikaitkan dengan pernyataan Presiden Jokowi soal pejabat polisi jangan sowan ke ormas bermasalah.

Jadi ormas bermasalah itu bukan PP?

Anda juga mikirnya ke situ, kan? Bukan. Ormas apa yang sudah dilarang pemerintah? Itu maksud beliau. Sebab, tokoh mereka masih ada, seperti kiai, habib yang dituakan, dan selalu dikunjungi. Di Pemuda Pancasila, jika ada pemilihan pengurus baru, mereka wajib datang ke kapolres atau kapolda dan pejabat TNI setempat untuk audiensi memperkenalkan diri dan cerita program, biar sinkron. Kami kan mitra pemerintah.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Linda Trianita

Linda Trianita

Berkarier di Tempo sejak 2013, alumni Universitas Brawijaya ini meliput isu korupsi dan kriminal. Kini redaktur di Desk Hukum majalah Tempo. Fellow program Investigasi Bersama Tempo, program kerja sama Tempo, Tempo Institute, dan Free Press Unlimited dari Belanda, dengan liputan mengenai penggunaan kawasan hutan untuk perkebunan sawit yang melibatkan perusahaan multinasional. Mengikuti Oslo Tropical Forest Forum 2018 di Norwegia.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus