Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Heri Yanto menjalankan kebun anggur di lantai dua rumahnya di Bintaro.
Tanaman buah merambat ini juga memiliki fungsi mempercantik dan membuat adem rumah.
Kebutuhan anggur domestik sangat tinggi dan hampir sepenuhnya berasal dari impor.
Rumah bertingkat di Jalan Sumatera Boulevard, Villa Bintaro Regency, Tangerang Selatan, itu tampak mencolok. Pot-pot putih berisi tanaman anggur berjejer di sisi luar balkon. Batang dan daun tanaman tersebut merambat hingga menutupi area lantai dua. Hunian dengan pelang bertulisan "Kung Anggur" itu milik Heri Yanto. Rumah sekaligus kantor tersebut menjadi tempat pria 61 tahun itu menjalankan budi daya anggur.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Praktik urban farming ini dijalani Heri sejak 2021. Ketika masa pandemi, tak banyak kegiatan yang dilakukan konsultan perizinan bidang properti tersebut. Kerjaannya pun lebih banyak berlangsung secara daring di rumah. Pada waktu luang itulah Heri mulai menonton video tentang urban farming. “Saya tertarik pada anggur karena ini buah istimewa. Buah yang mulia,” kata Heri saat ditemui Tempo, Rabu, 25 Oktober 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ia pun mulai mempelajari cara menanam anggur. Selain dari YouTube, Heri mengunjungi kebun anggur di restoran Ayam Goreng Mbah Rono, Yogyakarta. Tempat ini menjadi destinasi populer di Sleman karena sajian yang enak sekaligus kebun anggurnya yang indah. Di sana, Heri bertemu dengan pemilik rumah makan itu dan membahas budi daya anggur. Ia juga membeli sepuluh pohon bibit anggur untuk diboyong ke Bintaro.
Kung Anggur di Pondok Aren, Tangerang, Jawa Barat, 25 Oktober 2023. TEMPO/Febri Angga Palguna
Pada 21 Juni 2021, Heri mulai menanam bibit tersebut di pot. Sebulan kemudian, ia menambah lagi koleksi tanaman anggurnya. Total saat itu ada 50-an pot anggur. Budi daya ini juga ia lakukan di kampung halamannya di Blitar, Jawa Timur, pada 22 Oktober di tahun yang sama. Ia melibatkan santri dari pondok pesantren setempat untuk mengelolanya. “Sampai sekarang kami sudah punya 156 varian. Dari jumlah itu, 110 sudah berbuah,” katanya.
Heri mengusung empat konsep dalam budi daya anggur. Pertama, urban farming. Dengan ruang terbatas di kawasan perkotaan, ia ingin menanam sesuatu tanpa menghilangkan fungsi ruangan. Lantai dua rumah Heri, misalnya, merupakan kantor konsultan. Sedangkan lantai dasar adalah tempat tinggalnya. Tanpa mengganggu privasi, Heri membuat tangga menuju lantai dua dari teras rumahnya.
Di area lantai dua, selain buat kantor, ia menyediakan ruang untuk menanam banyak anggur di balkon. Dulunya area tersebut dipenuhi tanaman hias. “Setelah nanam anggur banyak, fungsi enggak terganggu. Malah lebih sejuk ada rambatan di atas,” kata dia.
Pada konsep kedua, Heri membuat display rumah anggur di Blitar sekaligus pembibitan. Ia mengaku ingin membuktikan kepada masyarakat bahwa anggur, yang semula merupakan endemi pohon di negara empat musim, bisa ditanam di negara tropis. Alasan ini pulalah yang membuat Heri lebih banyak menanam varietas impor, seperti dari Ukraina, Rusia, Jepang, Korea, Italia, Jerman, Cina, dan Amerika.
“Kami menunjukkan semua jenis anggur itu bisa kita tanam dan bisa berbuah,” ujar Heri. Bahkan, secara produktivitas, Heri menilai buah itu lebih baik ditanam di Indonesia. Apalagi bila dibudi daya di rumah kaca, anggur bisa dua kali panen dalam setahun.
Konsep ketiga, Heri berencana membuat skala kebun. Ia menargetkan tahun depan kebun anggur ini sudah mulai bisa dikembangkan. Khusus di Blitar, kebun anggur akan dikombinasikan dengan usaha kafe. Lebih jauh, Heri berkeinginan membangun konsep pengembangan anggur wisata edukasi, terutama di Bintaro. “Kalau di Blitar sudah ada tanahnya. Kalau di sini masih ancang-ancang. Rezekinya cukup enggak, ya,” kata dia.
Display Kung Anggur di Blitar. Dok. Pribadi
Masih Mengandalkan Anggur Impor
Dari keseluruhan konsep yang dirancang, Heri mengungkapkan bahwa ia ingin budi daya anggurnya bisa lebih baik. Pasalnya, saat memotret kondisi anggur bersama sejumlah pakar, Indonesia tertinggal 60 tahun dari Thailand. Padahal, kata Heri, potensi bisnis anggur sangat besar, tapi tidak banyak orang menyadari. Merujuk pada data Badan Pusat Statistik 2020, impor buah mencapai Rp 19,1 triliun. Sementara itu, ekspornya hanya Rp 968 miliar.
Dari Rp 19,1 triliun itu, ada empat buah yang menyumbang defisit neraca perdagangan, yaitu anggur, apel, jeruk, dan pir. Keempat buah ini memiliki nilai impor sebesar Rp 16,7 triliun selama setahun. “Yang terbesar dari empat buah ini adalah anggur, sekitar lebih dari 40 persen. Kurang-lebih nilainya Rp 7 triliun,” ujar Heri. Untuk tonasenya, ada 11.830 ton anggur yang diimpor.
Untuk mengatasi ketertinggalan ini, Heri bersama pegiat anggur lainnya mendorong pemerintah agar 20 persen dari total nilai impor anggur itu dapat dipenuhi di dalam negeri. Ia kerap memberi masukan kepada pemerintah agar memikirkan penyediaan lahan hingga tenaga kerja serta pelatihannya.
Anggota legislatif juga diminta membuat kebijakan yang mewajibkan setiap importir membawa benih varian yang sudah cukup lama diimpor. Tak kalah penting, Heri meminta petani anggur dapat memanfaatkan fasilitas kredit dari pemerintah.
Adapun upaya yang telah dilakukan Kung Anggur sejauh ini adalah membantu masyarakat yang mau membangun kebun anggur. Juga melakukan supervisi untuk kandidat doktor yang sedang meneliti anggur.
FRISKI RIANA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo